Ayusa melihat keadaan putri Bumi yang sedang terpaku di tengah kehidupan yang begitu asing.
Walaupun tanpa sepatah kata, ia merasa sesuatu yang berbeda saat melihat perempuan di sisinya menangis di tengah keramaian dan kesibukan dunia Elyrian.
Tanpa menghiraukan sorot tajam orang-orang di sekitarnya, Ayusa terus melangkah, membawa Vio yang masih menggenggam lengannya.
Vio yang masih terhanyut dalam tangisannya berusaha menyusuri jalanan yang penuh dengan kendaraan futuristik. Suara dan cahaya yang menyilaukan seakan menciptakan dunia yang semakin menakutkan baginya.
Beberapa warga dunia Elyrian yang melintas melihatnya dengan pandangan campuran, dari kecaman hingga rasa ingin tahu.
Tiba-tiba, sebuah mobil terbang melambat mendekati mereka. Pengemudinya, seorang pria Elyrian dengan wajah sombong, mengecam Vio dengan tatapan sinis. Ayusa menggelengkan kepala dengan rasa kecewa atas tingkah laku Vio yang menarik perhatian negatif.
"Kamu, ikut aku!" ucap Ayusa dengan suara tegas, menarik lengan Vio lebih erat. Mereka berdua berjalan di tengah sorot tajam warga dunia Elyrian yang masih memperdebatkan kehadiran Vio.
"Dasar, kau ini mahkluk bodoh!"
"Iya, berani-beraninya berbuat onar di alam kami!"
Vio merasa terhempas dan terasing ke dunia yang tak dikenal.
Tangisannya tak lagi bersuara, tetapi ekspresinya mencerminkan kebingungan dan ketakutan. Ayusa, sementara itu, terus melangkah tanpa memperdulikan komentar-komentar negatif.
"Berhenti mengeluarkan suara dan air di mata mu!" bentak Ayusa dengan kasar, membuat Vio merasa terpukul. Ia berusaha menahan tangisannya, mencoba menghapus air mata yang masih mengalir.
"Masih untung, aku mengamankan mu, jika tidak, maka mereka akan melenyapkan mu!" ujar Ayusa, menyadarkan Vio akan bahaya yang mengintainya. Suasana hening kembali menyelimuti mereka, dengan warga dunia Elyrian yang kini mengawasi dengan sorot mata tajam.
"Aku minta maaf," ucap Vio lembut, mencoba meredam ketegangan. Dengan hati-hati, ia mendekap Ayusa, mencari perlindungan dan kenyamanan di dunia yang begitu asing ini. Sorot mata Ayusa, bagaimanapun, masih menyiratkan ketidakpuasan dan kekesalan.
Ayusa dan Vio melangkah di antara hiruk pikuk kota futuristik, di mana kendaraan-kendaraan canggih melintas dengan kecepatan tinggi. Ayusa terus berupaya melindungi Vio, dan tatapannya yang angkuh membuat orang-orang di sekitarnya memberikan hormat dengan menundukkan kepala.
Setiap orang yang berpapasan dengan mereka tunduk dan patuh kepada Ayusa, menyiratkan jika Ayusa memiliki kedudukan yang tinggi. Namun, mata mereka tetap memandang Vio dengan penuh kecurigaan besar, membuat gadis berambut pendek itu kian terancam.
Meski fisik mereka yang tampak sempurna dan rupawan, sorot mata mereka menyiratkan ketidaksetujuan yang dalam, seakan ingin menelan Vio hidup-hidup. Suasana yang tercipta memberikan nuansa tegang dalam perjalanan Vio di dunia Elyrian yang begitu berbeda.
Langkah mereka terhenti di depan istana yang megah dan canggih. Sistem keamanan otomatis dengan pintu yang terbuka menggunakan sensor deteksi dan perlindungan tingkat tinggi memberikan kesan kemewahan.
Ayusa mengajak Vio untuk masuk, namun, ketika Vio hendak melewati pintu, sistem keamanan memberikan reaksi tiba-tiba. Sebuah sinar laser menyilaukan mata Vio, disertai dengan kejutan aliran listrik tinggi.
Vio berteriak kesakitan, tetapi Ayusa dengan cepat menanggapi dan mengatasi situasi tersebut, memastikan bahwa Vio bisa melewati pintu dengan aman.
"Sudahlah, di sini sangat berbahaya bagi mu," ujar Ayusa dengan tegas, menunjukkan kepeduli yang mungkin tak terduga dari sosok angkuh seperti dia.
Vio, meski masih terpojok, merasa terkesan dengan tindakan tersebut.
Ayusa, tersenyum miring, menyatakan dengan tegas bahwa kebaikannya tak membuatnya lebih baik dalam pandangan Vio. Namun, ada kehangatan yang tersembunyi di balik tingkah laku angkuhnya, dan Vio semakin terpesona oleh sisi-sisi tak terduga dari pria Elyrian ini.
"Ternyata Ayusa tidak sekejam yang aku bayangkan," batin Vio
Kedua mata Ayusa memicing tajam, ia mendengar kata hati Vio.
"Jangan harap aku akan baik terhadapmu!" kecamnya, Vio menelan liurnya kasar.
"Ya sudah, habisi saja aku!" Vio seakan pasrah, karena ia berpikir hidupnya juga sudah tak berarti lagi, mendengar hal itu, Ayusa tersenyum miring.
"Dasar mahkluk bodoh!" Ayusa mengusap kasar pucuk rambut Vio membuat gadis itu salah tingkah.
"Apa memang manusia di rancang memiliki IQ yang terbatas?" sindir Ayusa dengan seringai tajam, Vio mengangkat sebelah alisnya.
"Tidak semua, nyatanya masih banyak kok manusia-manusia jenius yang telah menciptakan beberapa teknologi canggih di Bumi, aku pikir bangsa kalian lah yang mencontek teknologi manusia! Mengaku saja!" ucapan tegas Vio dengan berani.
Ayusa, dengan wajah serius, menjelaskan fakta yang sulit dipercaya oleh Vio. "Bangsa kami sudah ada jauh sebelum manusia!" ungkap Ayusa, mencoba membuat Vio memahami kedalaman sejarah bangsanya.
Wajah Vio mencerminkan keheranan, dan dengan nada bercanda, ia merespons, "O, ya? Memangnya kalau boleh aku tahu usiamu berapa tahun?"
Ayusa, tanpa ragu, menjawab dengan bangga, "Genap 2000 tahun."
Keterkejutan di wajah Vio menjadi hiburan tersendiri.
"Hmm... Bagaimana kamu bisa terlahir, dan mana ayah dan ibumu?" Vio, yang tak pernah melihat orangtua di negri Elyrian, merasa penasaran.
Ayusa menjelaskan, "Aku tidak memiliki keduanya, aku tercipta dengan sendirinya."
"Kok bisa?" tanya Vio dengan ekspresi bingung. Ayusa menjelaskan bahwa bangsanya terlahir dari cahaya supernova, menggunakan analogi bintang yang memiliki batas usia.
Vio, meski tetap bingung, mencoba merangkai informasi ini dengan pengetahuan sainsnya dari masa lalu.
Vio, dengan rasa ingin tahu yang tinggi, mencoba menebak konsep Ayusa. "Jadi, kamu tercipta dengan sendirinya dan suatu saat kamu akan meledak menjadi serpihan cahaya?" tanyanya, mengingat pelajaran fisika yang pernah dia dapatkan.
Ayusa mengangguk, "Ya, tentu. Suatu masa akan tiba di mana aku akan hilang, dan serpihan cahaya itu akan menciptakan jiwa dan individu yang baru."
Penjelasannya membuat Vio merasa lebih mengerti, walaupun konsep itu masih terasa asing.
"Gitu ya. Jadi, kamu bukan bangsa malaikat atau iblis?" Vio terus menggali informasi, namun ketika dia menyebut kata 'iblis', mata Ayusa memicing tajam, menunjukkan ketidaksetujuannya.
"Enak saja!" bentak Ayusa, menepis asosiasi tersebut. "Kami bahkan tidak percaya adanya malaikat atau pun iblis!" ujarnya tegas, mencoba menghapus bayangan tersebut dari pikiran Vio.
"Bagaimana dengan Tuhan pencipta alam semesta? Apa kamu percaya dengan keberadaannya?" tanya Vio lagi, mencoba menyelidiki keyakinan Ayusa. Ayusa hanya menggeleng,
"Tidak juga. Itu hanya mitos, dongeng karangan kalian, manusia!" Penolakan Ayusa terhadap konsep-konsep tersebut membuat Vio semakin penasaran.
Tiba-tiba, beberapa pengawal menanyakan kepada Ayusa tentang identitas Vio dan asal-usulnya. Dengan tegas, Ayusa menjawab, membuat beberapa dari mereka mengeluarkan suara ketidaksetujuan.
"Kenapa dia bisa berada di sini, Tuan?"
"Bukankah mahkluk yang dinamakan manusia sering menghasilkan kotoran dalam tubuhnya? Kalau dia membuat polusi udara, bagaimana?"
Ayusa menyikapinya dengan bijak. "Kalian tenanglah dulu, aku yang akan mengatasi itu semua!" ujarnya. Lalu, ia menarik lengan Vio dan membawanya ke salah satu ruangan seperti laboratorium, diisi dengan alat-alat canggih, tabung berbentuk kapsul, kabel, serta selang rumit yang saling terhubung satu sama lain.
Ayusa membuka pintu salah satu kapsul. "Masuklah!" titahnya, tetapi Vio menolak dengan wajah tegang.
"Kamu pasti akan melenyapkan aku, kan?" tanya Vio gemetar, dan Ayusa tersenyum miring.
"Kau ini benar-benar bodoh, dan terbelakang! Tentu aku tak ada niat untuk melenyapkan mu, wahai manusia bumi. Justru, aku akan mengubah sistem metabolisme tubuhmu, agar kamu tidak merasakan lapar dan dahaga, keuntungan lainnya kamu akan awet seperti ini selamanya! Apa kamu tak tertarik akan hal itu?" goda Ayusa, membuat Vio sejenak terpana memikirkan potensi menjadi manusia abadi tanpa kebutuhan makan dan minum.
"Wah, tentu itu akan sangat menarik," batin Vio, dan Ayusa bisa mendengar suara hatinya.
"Sepertinya kamu tertarik," ucap Ayusa. Vio menghela napas sejenak sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam tabung kapsul tersebut.
Namun, sebelum benar-benar memasuki kapsul, ia melontarkan beberapa pertanyaan terakhir pada Ayusa.
"Kalau boleh aku tahu, kenapa aku bisa terjebak ke dunia kalian? Apa kamu bisa menjelaskannya?" tanya Vio dengan penuh misteri.
"Tentu aku akan menjawab sebisa yang aku ketahui," balas Ayusa, memperhatikan wajah Vio yang menanti jawaban masuk akal, meski situasinya sendiri memang tak masuk akal sama sekali.
"Kamu tanpa sengaja masuk ke dalam portal dimensi ruang waktu, dan aku juga tahu kamu seorang penulis novel yang... Sama sekali tidak berbakat! Tulisanmu itu payah!" ujarnya, membuat wajah Vio merah padam antara amarah dan rasa malu.
"Jadi, kamu membaca hasil karyaku?" Vio benar-benar sangat malu, terutama karena novel-novelnya banyak berisi cerita dewasa. Ayusa mengulum senyum dengan wajah mengejek, menambah rasa malu Vio.
"Aish! Dasar mahkluk menyebalkan!" pekik Vio, kesal dengan komentar Ayusa. Tanpa memberi kesempatan untuk berbicara lebih lanjut, Ayusa mendorong tubuh Vio masuk ke dalam kapsul, lalu menutupnya dengan tegas.
"Kau ini memanglah manusia kesepian!" ujar Ayusa dengan nada merendahkan dan mengejek, seolah mengetahui segala seluk-beluk dan kepribadian Vio sehari-hari.
Vio mencoba menggedor pintu kapsul yang terbuat dari kaca. "Woy, keluarkan aku dari sini!" teriaknya, tetapi Ayusa pura-pura tak mendengar. Ia langsung menekan tombol yang akan memulai perubahan unsur materi tubuh Vio.
"Aaahh..." Vio berteriak ketika ruangan kapsul memancarkan sensasi aneh yang membuatnya terkejut.
Tubuhnya seakan-akan tergoncang dan terombang-ambing, rambut berantakan dan matanya juling sesaat akibat efek perubahan yang terjadi.
Hingga pintu kapsul itu kembali terbuka, dan Vio keluar, terhuyung-huyung, merasakan sensasi pening di kepalanya.
"Arrgghh..." Vio jatuh tergeletak sambil menjulurkan lidah, merasakan efek perubahan yang terjadi pada tubuhnya.
"Hei! Berhentilah bertingkah aneh!" teriak Ayusa, agak kesal melihat reaksi dramatis Vio.
Vio tersadar dari keadaannya, mencoba berdiri. Tubuhnya terasa aneh, seakan ringan tanpa beban, seperti aliran listrik menggantikan aliran darahnya.
Vio mencengkram lengan Ayusa untuk menjaga keseimbangan. "Apa yang kamu lakukan padaku?" desisnya, mata Vio memancarkan rasa heran dan kebingungan yang mendalam.
...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments