"Bagaimana caranya agar bisa kabur dari sini." Gumamnya dalam hati
Zeefanca, sangat berbeda dengan yang lainnya. Dia ingin sekali kabur dan lari dari penjara para musuhnya itu. Banyak hal yang coba dia pikirkan. Tidak lupa pula dia memikirkan apa yang akan terjadi juga.
Mereka hanya berdiam di dalam penjara, walau pun segala kebutuhan mereka terpenuhi. Walau pun terlihat enak hanya sekedar makan dan tidur, tapi Zeefanca tidak hanya memikirkan hal yang di anggap ringan oleh beberapa orang itu.
Zeefanca ingin melihat kembali kota kecil tempat kelahirannya. Bertemu dengan kerabat dan teman-temannya. Beraktifitas seperti orang normal lainnya. Tidak hanya diam dan menerima makanan.
"Saya ingin melihat matahari, sungguh membosankan hidup seperti ini. Lantas, mengapa mereka bisa betah berlama-lama di penjara musuh." Gumamnya lagi
Zeefanca, masih saja terus memikirkan cara agar bisa keluar dari penjara itu. Sampai beberapa mujahidin mulai berdatangan membawakan makanan dan keperluan mereka lainnya.
"Kalian boleh membersihkan badan, bergantian dan jangan berisik." Ucap Ahmed memberikan perintah kepada para sandera
"Ahmed, bolehkah saya berjemur sebentar?" Tanya Leha dengan wajah memohon.
"Hey, adik kecil. Tidakkah bisa memanggil saya dengan sopan?" Sahut Ahmed dengan gaya sok imut yang mampu membuat Leha semakin terpesona olehnya
"Ah iya, maaf kakak. Boleh tidak?" Jawab Leha kembali
"Silahkan, tidak ada waktu lebih dari sepuluh menit." Sahut Ahmed dan langsung pergi begitu saja. Namun berbeda dengan sandera pria yang terlihat begitu akrab dengannya.
"Leha." Zeefanca mengejar Leha dan merangkul bahunya. "Bagaimana mungkin, kamu, bisa tahu jika itu tadi Ahmed?" Tanya Zeefanca dengan rasa penasarannya
"Tentu, saya sudah pernah bilang. Selain Ahmed, ada Qaseem yang selalu kami ingat. Ada Omar yang suka bercanda, dan ada Isa yang suka bercerita." Sahut Leha dengan penuh percaya diri
"Bagaimana caranya?" Tanya Zeefanca lagi
"Sehari-hari kami bertemu, bagaimana tidak faham? Nanti, kamu, juga akan faham dengan sendirinya." Jelasnya
"Oh, oke." Zeefanca melepas rangkulannya di bahu milik Leha. Dan kembali berpikir, bagaimana caranya untuk bisa memahami mereka satu persatu. Dan bagaimana caranya untuk bisa menarik perhatian mereka. Agar misinya bisa terlaksana.
"Hey." Leha menepuk pelan pipi Zeefanca. "Apa yang, kamu, pikirkan? Apakah ada yang, kamu, sukai di antara mereka?" Tanya Leha dengan penuh penasaran
"Hemm, tidak. Hanya penasaran dengan pria yang tadi membangunkan, saya. Sepertinya dia orang yang sama di hari sebelumnya." Sahut Zeefanca yang mencoba mengingat kembali momen beberapa hari sebelumnya.
Seminggu telah berlalu, membuat Zeefanca mulai menghafal suara mereka. Dan Zeefanca merasa, pria itu adalah orang yang sama.
"Yang suka membangunkan di waktu subuh?" Tanya Leha
"Hem, ya. Benar sekali." Ucapnya
"Ah, sudah saya duga. Ada beberapa wanita yang menyukainya disini. Wajar jika, kamu, suka dengannya." Jawab Leha, dengan seolah-olah itu adalah hal yang wajar.
"Siapa dia?" Tanya Zeefanca lagi
Zeefanca berpikir, hanya pria itu yang dia ingat suaranya dan tatapan yang begitu menusuk. Ya, mungkin Zeefanca akan mencoba untuk mencari perhatian kepada pria itu.
"Qaseem. Dialah Qaseem, yang membuat orang lain terpesona. Selain jubir mereka, dan pimpinan tertinggi mereka." Jelas Leha dengan segala pengetahuannya tentang para Mujahidin yang menjadikan dirinya sandera itu.
"Qaseem." Zeefanca mencoba menyebut namanya dengan lembut, tersenyum sinis dengan banyak pemikiran yang akan dia lakukan nantinya.
Tanpa mereka sadari, mereka sudah lama berjemur dan sudah mendapatkan giliran untuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuh mereka agar terlihat lebih segar.
Selesai membersihkan tubuh mereka, Zeefanca dan Leha kembali bercerita banyak hal. Bercerita tentang kehidupan mereka di masa lalu, teman dan kerabat mereka. Tentunya sebelum mereka menjadi sandera.
"Saya pikir, bisa dengan mudah mendekati mereka. Sama halnya dengan pria di negara kita." Ucap Leha seraya menarik nafas dalam
"Kamu, terlihat frustasi. Apakah begitu menyukai, Ahmed?" Tanya Zeefanca
"Ya, tapi tidak tahu jika Ahmed itu apa." Ucapnya lagi
"Apa bagaimana?" Tanya Zeefanca yang tidak memahami ucapan Leha
"Apakah dia itu sudah beristri atau belum." Sahut Leha
Zeefanca membelalakkan matanya."kenapa dengan istri? Tidak harus memiliki kan? Kamu, bisa mendekatinya dan membujuknya. Kalian bisa tidur bersama, bukankah itu mudah?" Jelas Zeefanca yang mengatakan seolah-olah semua itu memanglah mudah
Leha menatap serius wajah Zeefanca. "Kamu, salah mengira mereka ini sama. Mereka tidak sama dengan pria di negara kita. Bisa tidur bersama walau pun tidak memiliki, itu sangat tidak benar. Menyentuh kita saja mereka tidak mau, bagaimana mungkin untuk bisa tidur bersama." Ucap Leha dengan frustasi
"Astaga, benarkah?" Zeefanca masih merasa tidak menyangka, apakah memang benar semua itu. Apakah semua pria itu memang tidak sama? Menurutnya selama ini semua pria itu sama saja. Termasuk pria hidung belang.
"Jika itu mudah, mungkin hidup saya tidak akan se membosankan ini, Zee." Sahut Leha
"Ya, kamu, benar. Setidaknya kita bisa bebas, itu jauh lebih baik." Ucap Zeefanca
Leha hanya mengedikkan bahu, dan melangkah menjauh dari Zeefanca. Merebahkan dirinya, dan berharap bisa mendapatkan apa yang Leha inginkan selama berada di penjara itu.
Jauh berbeda dengan Zeefanca yang berusaha untuk keluar dari penjara itu. Mencoba mencari celah, walau pun tidaklah mudah untuk melakukan itu semua.
Malam sudah mulai larut, satu persatu dari sandera sudah mulai tertidur. Begitu pun dengan Leha, yang sudah tertidur lelap. Zeefanca masih memikirkan untuk mencari celah agar bisa kabur.
"Hey. Bolehkah, saya ke kamar mandi?" Zeefanca mencoba memanggil salah satu mujahidin yang berjaga di penjara itu
Tanpa menjawab dan menatap Zeefanca, Mujahidin itu membukakan pintu dan membiarkan Zeefanca keluar begitu saja.
Zeefanca merasa heran, begitu mudah ternyata untuk mencari celah. Tanpa basa-basi, Zeefanca langsung berlari mencari jalan. Memperhatikan sekelilingnya yang terlihat sunyi itu. Sepertinya memang Zeefanca tidak diawasi oleh mereka.
"Aneh, ternyata mudah sekali. Tahu jika begini mudahnya, dari kemarin saya kabur." Gumamnya seraya memperhatikan sekelilingnya, berharap memang tidak ada orang lain di tempat itu
Tempat yang begitu sunyi dan minim penerangan, semakin jauh melangkah semakin gelap gulita. Zeefanca hanya bisa melihat warna hitamnya kegelapan. Mencoba meraba sesuatu, agar dia bisa tetap melangkah. Sampai beberapa waktu kemudian, Zeefanca dapat melihat remang-remang.
"Astaga, tempat apa ini. Gelap sekali, bagaimana mungkin mereka bisa betah di bangunan seperti ini." Ucapnya sedikit bergumam
Zeefanca mencoba memperhatikan ruangan yang sepertinya adalah terowongan. Mungkin memang itu adalah terowongan, dan kembali Zeefanca mengingat dia datang di tempat itu. Sepertinya itu memang jalan keluarnya.
Saat Zeefanca mulai menjauh dari penerangan. Zeefanca sama sekali tidak mendengar suara langkah kaki, namun ...
"Kembali ke kamar."
Zeefanca tersentak kaget, bisa mendengarkan suara yang dia hafal. Namun tidak dapat melihat sosok dari suara tersebut
"Zeefanca, kembali ke kamar." Ucapnya lagi
Zeefanca kembali terdiam, tidak ada penerangan sama sekali. Dan apakah itu hantu yang berbicara? Zeefanca mulai merasakan merinding di tubuhnya.
Bukannya menuruti ucapan seorang pria itu, Zeefanca malah terus melangkah maju dengan keadaan gelap gulita. Hingga akhirnya ...
"Huaaaa ..." Zeefanca teriak histeris saat merasakan ada yang menarik paksa tangannya
Tap!
Senter menyala tepat di wajahnya, bahkan Zeefanca tidak dapat melihat siapa pria yang menariknya itu.
"Apakah yakin, bisa keluar dari sini?" Ucap pria itu lagi
Zeefanca mencoba membuka matanya, walau pun terasa begitu silau. Mencoba menutupi cahaya dari celah-celah jemarinya.
Zeefanca hafal dengan suara itu, suara yang katanya itu adalah milik Qaseem.
"Qaseem?" Ucapnya lirih
"Apa, kamu, yakin?" Jawabnya dengan santai
"Ya." Sahut Zeefanca dengan kesal
"Kembali ke tempat, mu. Apa tidak takut sendirian di dalam gelap?" Tanya Qaseem dengan suara tegasnya itu
Zeefanca tampak masih berdiam diri, hingga akhirnya Qaseem terpaksa menariknya untuk bisa melangkah dan meninggalkan tempat itu.
"Apakah kalian suka di kasari?" Ucap Qaseem dengan kesal
"Mana ada wanita yang suka dengan itu." Teriak Zeefanca yang berlari kecil karena di tarik paksa oleh Qaseem
"Bukannya kalian tidak boleh menyentuh wanita?" Teriak Zeefanca yang kewalahan mengikuti langkah Qaseem. "Kamu, melanggar ajaran agamamu sendiri, Qaseem!" Tegas Zeefanca
Qaseem terdiam dan mendorong Zeefanca agar lebih dulu melangkah. "Begitu yakin jika saya ini Qaseem?" Ucapnya. "Jalan dan kembali!" Tegasnya lagi
Zeefanca melangkah dengan terpaksa, kali ini rencananya gagal total. "Saya tahu jika itu, kamu." Sahut Zeefanca
"Terserah, kembali dan tidur. Jangan pernah mencoba kabur sebelum kami yang memulangkan kalian." Tegas Qaseem
"Arogan sekali." Ketus Zeefanca
"Apa saya menyakitimu?" Ucap Qaseem dengan heran
"Kasar, dan tidak tahu cara lemah lembut dengan wanita." Ketusnya lagi
"Siapa, kamu?" Tanya Qaseem dengan percaya dirinya
Zeefanca berhenti melangkah dan menatap nyalang kepada Qaseem. Namun, Qaseem seketika mengalihkan pandangannya.
"Kenapa, kamu berpaling? Apakah saya begitu buruk?" Ucap Zeefanca yang semakin kesal dengannya
"Kami di haramkan memandang wanita, menundukkan pandangan itu kewajiban untuk kami." Tegas Qaseem
"Munafik! Lalu kenapa, kamu, menyentuh saya?" Ucap Zeefanca
"Jika tidak, kamu, akan tersesat semakin jauh. Dan saya pastikan, kamu, hanya tinggal nama." Sahut Qaseem seraya mendorong Zeefanca dengan senjata miliknya. Dan seketika itu Zeefanca kembali melangkah dengan perasaan kesal.
Melihat senjata yang begitu canggih, membuat nyali Zeefanca seketika itu ciut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments