Adil?

“Saya sangat menyesal melahirkan anak seperti kamu!”

Kata-kata itu meluncur dari mulut ibunya, menghantam hati Hana seperti belati yang menusuk tanpa ampun. Gadis itu hanya bisa terdiam, tak sanggup melawan atau membalas. Air matanya mengalir deras, jatuh ke lantai dingin tempat tubuhnya tergeletak lemah tak berdaya.

Seluruh tubuh Hana terasa sakit, setiap inci kulitnya perih, terutama pada bagian yang penuh lebam. Namun, rasa sakit fisik itu tidak seberapa dibandingkan luka di hatinya. Dengan sisa tenaga, ia mencoba bangkit. Perlahan, tangannya yang gemetar menopang tubuhnya agar bisa terangkat dari lantai. Langkahnya goyah, tetapi ia memaksa diri berjalan menuju kamar yang hanya beberapa meter dari tempatnya berdiri.

“Aku harus beres-beres rumah... tapi ganti baju dulu,” batinnya, mencoba mengalihkan pikiran dari rasa sakit.

Di dalam kamar, Hana melepas seragam sekolahnya yang lusuh dan menggantinya dengan pakaian santai. Setelah selesai, ia segera mengambil sapu yang sebelumnya digunakan untuk memukulnya. Ironisnya, alat yang menyakiti dirinya kini menjadi benda yang ia gunakan untuk membersihkan rumah.

Hana memulai dari dalam rumah, menyapu setiap sudut ruangan dengan gerakan lambat namun tekun. Setelah memastikan semuanya bersih, ia melanjutkan pekerjaannya ke halaman depan. Di sana, ia sibuk menyapu dedaunan kering yang berserakan, hingga tiba-tiba pandangannya menangkap sosok wanita bergaun merah keluar dari sebuah rumah besar di ujung jalan. Wanita itu melangkah mendekat sambil tersenyum ramah.

“Hana, Mama kamu ada di rumah?” tanya wanita itu, Wati, tetangga mereka.

Hana menghentikan sapuannya, menoleh ke arah suara. “Iya, Tante. Ada,” jawabnya pelan.

“Oh, Tante mau ke rumah kamu. Bilangin ya ke Mama,” ujar Wati sambil mengangguk kecil.

“Iya, Tante. Nanti aku kasih tahu,” balas Hana dengan senyum tipis, meski raut wajahnya masih menyiratkan kelelahan. Setelah itu, ia kembali menyapu sejenak sebelum memutuskan masuk ke dalam rumah untuk menyampaikan pesan. Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh gagang pintu, suara “Ceklek!” terdengar. Ibunya, Helda, membuka pintu lebih dulu.

“Eh, Mama mau ke mana?” tanya Hana dengan nada ragu, berusaha memecah keheningan. Namun, ibunya hanya menatapnya dengan dingin, wajahnya memancarkan ketidaksukaan yang tidak ia sembunyikan.

“Ma, Tante Wati tadi bilang mau ke sini,” ujar Hana, sambil melirik ke arah Wati yang berdiri di halaman.

“Assalamu’alaikum, Bu Helda!” sapa Wati dari kejauhan, melambaikan tangan dengan ramah.

“Wa’alaikumsalam, Bu Wati. Udah lama di sini?” jawab Helda, akhirnya memaksakan senyum kecil sambil berjalan menghampiri tetangganya.

Sebelum pergi, Helda sempat menoleh ke arah Hana. “Siapin minum buat Bu Wati,” katanya singkat. Hana mengangguk patuh, lalu bergegas menuju dapur.

“Baru sampai kemarin sore. Bu Helda gimana kabarnya? Baik, kan?” tanya Wati sambil memeluk Helda dengan hangat, gaya khas ibu-ibu yang akrab.

“Alhamdulillah, saya baik. Bu Wati sendiri gimana?” balas Helda dengan nada ramah, meski raut wajahnya tetap dingin.

“Saya juga baik, Bu. Alhamdulillah,” jawab Wati sambil tersenyum.

Helda mengangguk kecil. “Ayo masuk, Bu,” ajaknya sambil memutar gagang pintu.

Di ruang tamu, Hana sudah menyiapkan makanan ringan di atas meja. Tidak lama kemudian, ia datang membawa dua gelas teh hangat untuk ibunya dan Wati.

“Ini tehnya, Tante,” kata Hana dengan sopan sambil meletakkan gelas di hadapan Wati.

Wati tersenyum lembut. “Wah, rajin banget kamu, Hana. Cantik dan pintar pula. Cocok nih jadi calon menantu!” ujarnya dengan nada bercanda.

Helda tersenyum tipis. “Hana memang anak yang rajin, pintar juga di sekolah. Dia juga selalu bantu saya bersih-bersih rumah,” katanya, seolah bangga.

Namun, bagi Hana, pujian itu terdengar hampa. Ia tahu betul kata-kata ibunya tidak mencerminkan kenyataan. Sambil berdiri di sudut ruangan, Hana hanya bisa diam, menelan rasa getir yang menyelimuti hatinya.

"Hm, paket lengkap banget, dong, kalau gitu. Bersyukur banget ya, punya anak seperti Hana," ujar Wati sambil tersenyum hangat.

Helda tersenyum kecil, lalu menjawab dengan nada sedikit malu, "Iya, haha. Hana memang selalu bantuin saya kalau beres-beres rumah."

"Oh, pantes tadi saya lihat Hana lagi nyapu halaman rumah. Rajin banget ya, Bu Helda. Mirip banget sama ibunya, nih," sahut Wati, sambil menepuk tangan Helda dengan akrab.

Helda terkekeh kecil. "Hahaha, iya, dia memang nurun sifat rajin dari saya, Bu."

Wati mengalihkan pandangannya ke arah Hana yang berdiri tak jauh dari mereka. "Eh, Hana, duduk sini, dong. Masak dari tadi kamu berdiri terus? Capek, kan? Ayo, duduk," katanya sambil menepuk sofa di sebelahnya.

"E-em, iya, Tante," jawab Hana pelan, lalu duduk di sisi Wati dengan gerakan kaku.

"Nah, gitu, dong," kata Wati dengan senyum lebar. "Ngomong-ngomong, saya ke sini mau ngajak Bu Helda jalan-jalan hari Minggu nanti. Anak-anaknya Bu Helda juga boleh ikut semua. Kita bakal seru-seruan bareng. Bu Helda mau, kan? Saya juga udah ngajak Bu Reni. Kita bakal pakai tiga mobil, jadi pasti muat."

Helda terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. "Wah, terima kasih, Bu Wati, sudah repot-repot ngajak kami. Tapi… suami saya lagi pergi, Bu."

"Ah, gak apa-apa kalau suaminya gak ikut. Sekali-sekali kita para istri pergi senang-senang sendiri. Bu Helda gak usah khawatir, semua makanan dan keperluan biar saya yang urus. Jadi, ayo ikut, ya, Bu?" pinta Wati dengan nada memohon, disertai tawa kecil.

Helda melirik Hana yang duduk di sebelah Wati. "Hana gimana? Mau ikut gak?" tanyanya sambil menatap putrinya.

Hana menunduk sedikit, lalu menjawab pelan, "E-em, terserah Mama aja."

Helda menghela napas ringan. "Baiklah, kalau Bu Wati maksa," katanya dengan nada bercanda, melirik Wati sambil tersenyum.

"Hahaha, siap, Bu! Pas banget, jadi muat di mobil nanti," jawab Wati dengan wajah ceria.

"Kalau boleh tahu, ada acara apa, Bu, sampai ngajak banyak orang?" tanya Helda penasaran.

"Oh, ini, Bu. Suami saya baru menang proyek besar dengan kliennya, jadi kami mau merayakannya. Kebetulan, anak saya juga ulang tahun. Dia maunya dirayain dengan jalan-jalan bareng keluarga dan teman dekat. Ya sudah, sekalian ajak tetangga juga biar makin ramai," jelas Wati dengan senyum bangga.

"Oh, selamat ya, Bu. Saya turut senang mendengarnya," ujar Helda sambil tersenyum tulus.

"Terima kasih, Bu Helda. Saya juga senang kalau bisa berbagi kebahagiaan dengan tetangga," jawab Wati.

Helda mengangguk. "Makasih juga sudah ngajak kami. Saya benar-benar bersyukur punya tetangga seperti Bu Wati."

"Iya, sama-sama, Bu. Kan sudah sunah Rasul juga untuk berbagi kebahagiaan," balas Wati dengan senyum tulus yang mengukir wajahnya.

"Betul, Bu. Memang itu yang seharusnya kita lakukan," jawab Helda dengan anggukan kecil.

Wati tertawa kecil, lalu melanjutkan, "Bulan lalu, anak pertama saya ulang tahun. Tapi dia gak mau dirayain, mintanya dibeliin motor. Nah, sekarang giliran anak perempuan saya yang ulang tahun. Dia maunya jalan-jalan, tapi harus rame-rame. Anak-anak zaman sekarang, ya, maunya aneh-aneh."

Helda ikut tertawa. "Hahaha, sabar aja, Bu. Anak-anak zaman sekarang memang begitu."

"Iya, Bu. Tapi saya dan suami harus nurutin kemauan mereka. Kalau enggak, nanti mereka bilang kami gak adil," ujar Wati sambil menggeleng kecil.

Helda tersenyum. "Iya, benar, Bu. Saya juga selalu berusaha adil ke anak-anak. Kalau enggak, pasti ada yang cemburu. Padahal, sebagai orang tua, kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk mereka."

"Iya, hahaha. Kadang lucu juga, ya, anak-anak zaman sekarang. Padahal, dulu kita..." ucapan Wati tiba-tiba terdengar samar di telinga Hana. Ia hanya duduk diam, mendengarkan obrolan ibunya tanpa banyak bicara.

"Adil?" batin Hana. Kata itu berputar-putar di kepalanya, terasa begitu asing dan menyakitkan.

Terpopuler

Comments

Metana

Metana

jari tengah gk yah buat ibu/NosePick/

2025-03-19

1

Syari Andrian

Syari Andrian

mulutnya si helda, lagaknya paling adil sama anak... pengen 👊👊

2025-02-03

2

lihat semua
Episodes
1 Apa aku ada?
2 Penyesalan
3 Adil?
4 Tolong Aku Tuhan
5 Isi Hati
6 Hana Bahagia
7 Pengorbanan
8 Hana Meninggal?
9 Alea Xena Edgarsyah
10 Wolvey
11 Seorang teman?
12 Sahabat
13 Semuanya tak semudah itu
14 Maaf menjalin ikatan yang baru
15 Ketua baru The Wolvey
16 Musuh baru Xena
17 Firesvart
18 Xena marah?
19 Xena menantang The Vorez
20 Xena Vs Jesse
21 Berkumpulnya kembali anggota "The Wolvey"
22 The Wolvey vs The Vorez
23 Sebuah Nama, Dua Takdir
24 Balapan Kemenangan
25 Kehangatan dan Kasih Sayang
26 Antara Kenangan dan Wajah Baru
27 Kejadian saat itu
28 Jiwa Yang Terluka
29 Jejak Kenangan
30 Jejak Air Mata
31 Goresan Merah
32 Menuju Dunia Baru Xena
33 Luka yang menganga
34 Rintihan jiwa Hana yang terluka
35 Anatomi Sebuah Luka
36 Trauma Masa Lalu
37 Keluarga Baru, Kebahagiaan Baru
38 Wisata Perahu
39 Mereka Wolvey?
40 Pelukan Hangat
41 Wolvey and Xena
42 Suara dari Masa Lalu
43 Anak yang terlupakan
44 Edgarsyah dan Keluarga Kecilnya
45 The Wolvey is Back
46 Bentrok
47 Bentrok II
48 The Manipulator
49 Maaf yang Tak Perlu
50 Ruang...
51 Malam...
52 Alasan sebenarnya...
53 Drama Sekolah
54 Mata yang bisa membaca semuanya
55 Flashback - Kekuasaan
56 Flashback - Hadiah-Ancaman
57 Flashback - Undangan
58 Flashback - Sekolah Mereka dan Mimpiku
59 Flashback - Hina!
60 Flashback - Sampah Dunia
61 Flashback - Ancaman yang membungkam
62 Flashback - Senyum yang mengancam
63 Flashback - Kekejaman Sesungguhnya
64 Satu Bantuan
65 Tak Terjangkau
66 Launan Lagu
67 Resonansi Luka - Jurang Dalam Kepalaku
68 Luka yang Terlupakan
69 Masa Lalu Xena
70 Rahasia yang Dijaga
71 Bantuan Xena
72 Merajuk
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Apa aku ada?
2
Penyesalan
3
Adil?
4
Tolong Aku Tuhan
5
Isi Hati
6
Hana Bahagia
7
Pengorbanan
8
Hana Meninggal?
9
Alea Xena Edgarsyah
10
Wolvey
11
Seorang teman?
12
Sahabat
13
Semuanya tak semudah itu
14
Maaf menjalin ikatan yang baru
15
Ketua baru The Wolvey
16
Musuh baru Xena
17
Firesvart
18
Xena marah?
19
Xena menantang The Vorez
20
Xena Vs Jesse
21
Berkumpulnya kembali anggota "The Wolvey"
22
The Wolvey vs The Vorez
23
Sebuah Nama, Dua Takdir
24
Balapan Kemenangan
25
Kehangatan dan Kasih Sayang
26
Antara Kenangan dan Wajah Baru
27
Kejadian saat itu
28
Jiwa Yang Terluka
29
Jejak Kenangan
30
Jejak Air Mata
31
Goresan Merah
32
Menuju Dunia Baru Xena
33
Luka yang menganga
34
Rintihan jiwa Hana yang terluka
35
Anatomi Sebuah Luka
36
Trauma Masa Lalu
37
Keluarga Baru, Kebahagiaan Baru
38
Wisata Perahu
39
Mereka Wolvey?
40
Pelukan Hangat
41
Wolvey and Xena
42
Suara dari Masa Lalu
43
Anak yang terlupakan
44
Edgarsyah dan Keluarga Kecilnya
45
The Wolvey is Back
46
Bentrok
47
Bentrok II
48
The Manipulator
49
Maaf yang Tak Perlu
50
Ruang...
51
Malam...
52
Alasan sebenarnya...
53
Drama Sekolah
54
Mata yang bisa membaca semuanya
55
Flashback - Kekuasaan
56
Flashback - Hadiah-Ancaman
57
Flashback - Undangan
58
Flashback - Sekolah Mereka dan Mimpiku
59
Flashback - Hina!
60
Flashback - Sampah Dunia
61
Flashback - Ancaman yang membungkam
62
Flashback - Senyum yang mengancam
63
Flashback - Kekejaman Sesungguhnya
64
Satu Bantuan
65
Tak Terjangkau
66
Launan Lagu
67
Resonansi Luka - Jurang Dalam Kepalaku
68
Luka yang Terlupakan
69
Masa Lalu Xena
70
Rahasia yang Dijaga
71
Bantuan Xena
72
Merajuk

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!