Ciuman Paksa.
Di basemen sebuah gedung apartemen Dirga menghentikan mobilnya. Ia tengah menunggu seseorang. Siapa lagi jika bukan Rosalin.
Sang gadis tengah berjalan menghampirinya. Ia mengenakan dress warna lylac, dipadu dengan sling bag warna hitam senada dengan sepatu hak tinggi yang sangat cantik di kakinya yang jenjang.
“Sudah lama menunggu?” tanya Rosalin seraya membuka pintu mobil.
“Tidak, aku baru sampai. Kita mau makan di mana?” tawar Dirga. Iya tidak bisa menghindar lagi bagaimanapun ia harus bertemu dengan Rosalin untuk mengobati rasa rindunya. Kejadian di malam itu tidak boleh membuatnya merasa canggung, ia hanya harus belajar menerima. Ya, menerima jika gadis yang ia cintai bercinta dengan pria lain.
“Di kafe biasa,” jawabnya seraya menyunggingkan senyum.
“Ok,” sahutnya. Dirga menyalakan mesin mobil lalu mengemudikannya keluar dari basemen.
Sepanjang perjalanan Dirga lebih sering diam. Entah mengapa ia lebih fokus dan penasaran dengan alamat gadis yang bernama Tiara itu. Bukan hanya itu, beberapa kali Dirga menggigit bibir bawahnya karena ciuman itu sangat berkesan. Ya ciuman pertamanya. Itu adalah kali pertama seorang Dirga Xavier Abraham, menginginkan ciuman dengan seorang gadis.
Sebelumnya, belum pernah sama sekali.
Termasuk dengan Rosalin. Dirga terlalu gugup mungkin satu-satunya kontak fisik yang pernah ia lakukan adalah menggandeng tangan gadis itu. Namun, sungguh itu tidak berdampak dan tidak berpengaruh sama sekali untuk Rosalin.
Dirga menghentikan mobilnya di area parkir cafe tempat mereka biasa bertemu.
“Ayo turun kita sudah sampai jangan bengong terus,” ujar Dirga.
“Okay,” sahut Rosalin.
Mereka berdua berjalan memasuki cafe dan memilih tempat duduk di ujung yang sudah di reservasi oleh Dirga terlebih dahulu.
“Bagaimana kabarmu?” tanya Rosalin ketika mereka berdua sudah duduk berhadapan.
“Kabarku baik, bagaimana denganmu?” Dirga mencoba membuang jauh-jauh ingatan saat melihat Rosalin bercinta dengan pria lain.
“Baik,” jawabnya berbohong.
Hening.
Pesanan mencoba merangkai kata untuk meminta maaf soal kejadian tempo hari. Dia hanya merasa bersalah pada Dirga.
“Mengenai kejadian di malam itu, aku minta maaf,” ucap Rosalin.
“Kenapa minta maaf, itu hakmu. Kamu bebas bercinta dengan siapa saja,” sahut Dirga.
“Tapi kamu? Kamu—.” Rosalin menghentikan ucapannya. Semua terasa berat untuknya.
“Kenapa dengan aku?” Dirga berusaha acuh, meski sebenarnya tidak demikian.
“Dirga Xavier Abraham, Apa kamu tidak pernah mencintaiku sama sekali? Apa di hubungan persahabatan kita sejak kecil kamu tidak pernah menyimpan rasa cinta untukku? Aku yang terlalu baper atau bagaimana! Aku merasa selama ini kamu mencintaiku? Aku merasa selama ini kamu peduli padaku? Aku merasa selama ini aku menjadi salah satu orang terpenting di hidupmu? Apa kamu tidak memiliki rasa cinta untukku?” cerca Rosalin.
Dirga terdiam.
Perasaan cinta itu, tidak mungkin mengakuinya sekarang. Percuma, karena dia belum sembuh. Bukannya menjawab pertanyaan dari Rosalin, Dirga ingin sekali menyentuh tangan lawan bicaranya.
Mungkinkah akan bereaksi sama seperti saat ia bersentuhan dengan Tiara? Kalau ia, mungkin dia sudah sembuh. Dan— akan mengutarakan perasaannya sekarang juga.
Dirga mengulurkan tangan, lalu meraih punggung tangan Rosalin. Dia gugup juga penasaran yang berpadu menjadi satu. Namun, hingga 10 detik ia menghitung dalam hati. Tubuh yang tidak bereaksi apapun. Biasa saja. Ia tidak merasa bergairah dan ingin bercinta seperti ketika ia bersentuhan dengan Tiara.
Memikirkan Tiara membuat Dirga tidak sabar ingin segera bertemu dengan gadis itu.
Ponsel milik pria itu bergetar ada sebuah pesan dari sekretarisnya.
Tommy : [ Tuan Di mana? ]
Dirga : [ Ada Apa? ]
Tommy : [ Kita temui Tiara sekarang? ]
Dirga : [ Ok ]
“Dirga, kamu enggak jawab pertanyaanku?” tanya Rosalin.
“Emm, maaf tadi Tommy chat aku,” jawab Dirga.
Rosalin mengulum senyum. Sepertinya Dirga memang tidak memiliki rasa cinta untuknya. Lantas apa maksud pria itu? Selama ini Dirga sudah sangat perhatian. Selalu ada waktu untuknya selalu memastikan dia dalam keadaan baik-baik saja. Selalu memastikan dirinya makan dengan enak bekerja dengan baik dan bertemu dengan orang-orang yang baik. Wajar kan kalau Rosalin mengira Dirga mencintainya?
“Ayo di makan, setelah itu aku antar kamu pulang,” kata Dirga.
“Apa kamu marah karena malam itu? Apa kamu—?”
“Tidak, aku tidak marah! Tidak ada alasan untuk marah kan?” balasnya dengan ekspresi yang tidak terbaca.
Rosalin menganggukkan kepala. Tidak mampu berkata-kata. Tidak mungkin ia memaksa Dirga mencintainya. Mungkin benar, ia yang hanya baper saja. Wajar, semua wanita pasti akan merasa spesial jika diperlakukan sebaik dan seperhatian itu oleh Dirga.
Rosalin meraih french Fries dan mencoba mengunyahnya. Menelan meski ia tidak berselera makan.
Kejadian selanjutnya menjadi sangat datar. Dirga tidak fokus lagi dengan Rosalin. Ia menjadi sangat tidak sabar ingin bertemu dengan Tiara.
Selesai menghabiskan makan malam Dirga mengantar Rosalin kembali ke apartemen.
“Besok masih libur?” tanya Dirga.
“Ya, besok masih libur dan lusa aku ke Bali. Ada pekerjaan di sana,” jawab perempuan itu.
“Oh Ok. Sekarang kamu naik dan istirahat ya. Kalau ada apa-apa, bisa telefon aku,” tawar Dirga seperti biasa.
“Kamu jangan terlalu perhatian Dirga! Nanti aku salah mengartikannya,” sahutnya. Rosalin turun dari mobil. “Makasih ya.”
“Ya.”
Rosalin melambaikan tangan dan melangkah menuju lift. Sementara itu, Dirga segera menelefon Tommy.
“Halo,” sapanya di seberang telepon.
“Dimana?”
“Di apartemen, Tuan!”
“Aku ke sana sekarang!”
“Ok.”
Panggilan telepon berakhir. Dirga segera melajukan kendaraan roda empatnya ke apartemen Tommy.
~~
“Jadi yang mana rumahnya?” tanya Dirga seraya mengamati deretan rumah kontrakan di seberang jalan.
“Kurang tahu,” jawab Tommy.
“Apa rencananya?” Dirga terus mengawasi jalan berharap bertemu dengan Tiara. Cuaca gerimis dan jalanan sepi. Apa lagi jalan menuju tempat tinggal Tiara. Sunyi.
“Ngobrol baik-baik dengan Tiara, dia mungkin butuh uang. Kita bisa tawarkan sejumlah uang agar dia bersedia tidur dengan Tuan Dirga,” jelas Tommy.
“Kalau dia enggak mau gimana?”
“Buat dia mau,” jawab Tommy.
“Kalau dia tidak mau, aku akan langsung membawanya! Malam ini aku ingin bercinta dengannya!”
Tommy tidak merespons.
Dan tiba-tiba ia melihat seorang gadis yang setengah berlari untuk menghindari gerimis.
“Tuan, bukankah itu Tiara?”
Bukannya menjawab Dirga segera keluar dari mobil dan menghampiri gadis itu.
“Bapak ngapain di sini!” seru Tiara ketika melihat pria asing yang siang tadi menciumnya berdiri di hadapannya. “Bapak penguntit ya! Awas ya, aku laporin bapak ke polisi!” Tiara meninggikan suaranya. Berharap ada seseorang yang datang dan menolongnya.
Dirga tidak menjawab. Ia terus melangkah maju dan membuat Tiara bergerak mundur. Kini gadis itu tidak bisa berkutik lagi karena terhalang dinding.
“Jangan mendekat, aku akan berteriak kalau bapak mendekat!” seru Tiara.
Namun, seorang Dirga tidak akan menurutinya. Ia terus bergerak mendekat dan mencium gadis itu dengan rakus.
To be Continue....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Cornelia Pujiastuti
Gak benar ini si Dirga ..namanya perkosa orang ..
2024-05-23
1