Keesokan harinya, tepat pukul empat sore Laura tiba di rumah Bryan. Hari ini, Bryan memesan agar Laura datang agak sore dengan alasan jika teman kencannya akan datang lebih malam dari biasanya jadi dia tidak mau bunga-bunga dekorasi yang sudah dia pesan layu saat teman kencannya tiba.
“Selamat sore, Pak Bryan memesan dekorasi untuk kamarnya dari Secret Garden,” ucap Laura pada pelayan yang membukakan pintu untuknya.
“Silakan masuk, Nona. Tuan sudah memberitahukan kalau Anda akan datang,” ucap pelayan rumah Bryan, kemudian sedikit menyingkir dari pintu untuk memberikan ruang bagi Laura supaya bisa lewat.
“Apakah Pak Bryan ada di rumah?” tanya Laura. Jujur saja, Laura merasa kurang nyaman kalau dia harus bekerja sambil diawasi. Apalagi, dia tahu sekali kalau Bryan bukan sedang mengawasi pekerjaan Laura melainkan tengah memerhatikan gerak-gerik tubuh Laura.
“Ah, tidak ada, Nona. Dia belum pulang,” jawab pelayan. “Anda langsung saja masuk ke kamar Pak Bryan dan mendekorasi kamar seperti waktu itu. Aku akan kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaanku.”
Laura menganggukkan kepalanya. Gadis bisa sedikit bernapas lega sekarang sebab Bryan tidak ada di rumah. Itu artinya, dia tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana cara mengontrol dirinya sendiri yang selalu merasa terintimidasi oleh tatapan Bryan.
Laura lantas pergi ke kamar Bryan dan melakukan pekerjaannya dengan tenang. Gadis itu bahkan bersenandung kecil sambil mengerjakan pekerjaannya. Hatinya yang terasa riang membuat pekerjaannya terasa jauh lebih ringan. Tanpa kehadiran Bryan yang selalu membuatnya merasa gugup, Laura bisa dengan sangat cepat menyelesaikan pekerjaannya.
Saking fokusnya melakukan pekerjaan, Laura sampai tidak sadar kalau saat ini ada seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu kamar dan memerhatikannya dalam diam.
Orang itu adalah Bryan. Dia baru saja pulang dari kantor ketika melihat Laura tengah mendekorasi kamarnya. Pria itu menyandarkan tubuhnya di ambang pintu seraya menggulung lengan panjang kemejanya sampai ke siku. Tak lupa dia juga melepaskan dasi dan membuka dua kancing teratas kemejanya supaya tidak merasa gerah. Melihat Laura lagi-lagi membuat tubuhnya terasa panas karena gairah.
“Apakah kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?” tanya Bryan tatkala ia melihat Laura tengah mengemasi barang-barangnya.
Laura yang mendengar pertanyaan tersebut terkesiap lantas menoleh. Matanya membelalak lebar saat melihat Bryan sudah berdiri tidak jauh darinya.
“Anda sudah pulang rupanya,” ucap Laura berusaha tenang.
“Tidak perlu terlalu formal. Aku bukan atasanmu,” ucap Bryan.
“Tapi, secara teknis Anda adalah atasanku karena Anda customer di tempatku bekerja, Pak,” balas Laura.
Bryan memutar bola matanya. “Sudah kubilang jangan terlalu formal. Panggil saja aku Bryan. Aku terlalu muda untuk dipanggil dengan sebutan ‘Pak’,” protes Bryan.
Laura menganggukkan kepalanya. “Baiklah, Pa—maksudku Bryan,” jawab Laura.
“Kau sudah akan pulang?” tanya Bryan.
Laura mengangguk. “Ya. Aku sudah selesai mendekor kamarmu. Pekerjaanku sudah selesai,” balas Laura.
“Tinggallah untuk makan malam bersama denganku,” ucap Bryan, membuat Laura terkejut bukan main mendengarnya.
“K-kau mengajakku makan malam?” tanya Laura tidak percaya.
“Ya. Aku juga sudah meminta izin kepada Lola. Apakah kau mau untuk makan malam denganku malam ini?” tanya Bryan.
Laura bimbang. Sebenarnya dia ingin berkata tidak, namun mengingat kalau hal tersebut bisa menyinggung perasaan Bryan, maka akhirnya dia menyetujui permintaan Bryan.
“Baiklah,” jawab Laura sambil mengangguk.
“Oke. Kalau begitu aku akan membersihkan diri dulu. Kau bisa menungguku di ruang makan,” ucap Bryan.
Bryan pun masuk ke dalam kamarnya sementara Laura keluar dari kamar. Gadis itu memilih untuk menunggu Bryan di ruang tamu. Tak enak jika dia menunggu Bryan di ruang makan seperti yang Bryan katakan.
Beberapa menit kemudian, Bryan akhirnya keluar dari kamar dan menghampiri Laura. Bryan pun mengajak Laura ke ruang makan untuk makan malam bersamanya.
Mulut Laura ternganga saat melihat banyaknya jenis masakan yang disiapkan di meja makan. Dia pun menoleh ke arah Bryan. “Apakah akan ada tamu yang datang?” tanyanya bingung.
“Tidak. Aku tidak tahu apakah kau suka makanan jenis ikan, daging, atau vegetarian. Jadi, aku meminta koki di rumahku untuk memasak berbagai jenis masakan,” jelas Bryan cuek. “Duduklah.”
Laura menarik kursi kemudian mendaratkan pantatnya di kursi. “Kau tidak perlu repot-repot seperti ini. Apa pun yang ada di meja makan pasti akan aku makan. Aku bukan tipe orang yang suka memilih-milih makanan,” ucap Laura, merasa tidak enak dengan Bryan.
“Aku tidak merasa repot sama sekali, Laura,” ucap Bryan.
Mereka pun mulai makan malam bersama. Sepanjang makan malam, Bryan tak bisa mengalihkan pandangannya dari Laura. Kini, dia semakin yakin kalau dia menginginkan gadis itu. Tapi, sekarang dia harus mencari tahu dulu apakah status Laura.
“Laura, apakah kau sudah punya kekasih?” tanya Bryan.
Laura sontak menoleh ke arah Bryan. “Tidak,” jawabnya singkat.
“Kenapa? Gadis cantik seperti dirimu pasti banyak disukai oleh pria,” ucap Bryan.
“Aku memang sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa-siapa,” balas Laura.
Selama makan malam, Bryan berusaha mencari tahu tentang Laura. Namun, mendengar tanggapan Laura yang seolah tidak mau menceritakan tentang kehidupan pribadinya Bryan lantas berpikir kalau Laura tidak tertarik untuk menjadi teman kencannya.
Semenjak malam itu, Bryan pun menjaga jarak dari Laura karena menurutnya Laura adalah wanita baik-baik.
Beberapa hari pun berlalu. Kini, saatnya Laura menerima gaji pertamanya. Gadis itu tersenyum senang saat melihat uang yang baru saja diberikan oleh Lola kepadanya.
Meski dulu dia hidup berkecukupan, dia selalu bekerja di perusahaan orang tuanya jadi dia merasa kalau dia tidak bisa menghargai apa yang dia punya. Sementara kali ini, dia benar-benar bekerja keras untuk mendapatkan gaji sehingga dia merasa lebih bersyukur.
“Reyna, hari ini aku mendapatkan gaji pertamaku. Aku ingin mentraktirmu untuk makan di kafe seberang jalan. Apakah kau mau?” ajak Laura pada putri Lola yang sudah mulai akrab dengannya.
Reyna dengan antusias mengangguk. “Tentu saja aku mau, Laura,” jawabnya senang.
Mereka pun pergi ke kafe yang tidak terlalu jauh dari Secret Garden. Di sana mereka mulai mengobrol dan membicarakan tentang ulang tahun Secret Garden.
“Laura, Secret Garden sebentar lagi akan merayakan ulang tahun ke dua puluh. Kau bisa datang, ‘kan?” tanya Reyna.
“Apakah di pesta itu akan ada pria setampan Mario Casas?” gurau Laura, membuat Reyna tertawa. Selama sebulan bekerja dengan Laura, Reyna juga tahu kalau Laura sangat mengidolakan Mario Casas.
“Mungkin. Siapa tahu, bukan?” balas Reyna sambil mengedikkan bahunya. “Jadi, apakah kau akan datang?”
“Tentu saja aku akan datang, Reyna. Lagi pula, aku merasa sangat bersyukur bisa bekerja di Secret Garden,” ucap Laura.
“Baiklah. Haruskah kita pergi ke salon bersama nantinya?” tanya Reyna.
“Kenapa tidak?” balas Laura sambil terkekeh.
***
Hai kakak semuanya. Terima kasih untuk yang sudah membaca ceritaku. Maaf kalau masih banyak kekurangan dalam ceritaku baik dari alur atau penulisan. Kalau bisa aku mau minta tolong bantu like atau tinggalkan jejak kalian setelah membaca bab yang aku up kak. Dukungan kalian sangat penting buatku. Karena apa? Agar aku tahu kalau ada yang membaca dan menunggu kelanjutan ceritaku, agar aku semakin semangat menulis sebab ada yang menunggu kelanjutannya. Terima kasih atas pengertiannya kak, semoga kalian sehat dan bahagia selalu. Aamiin....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments