Bab 4

"Carikan apartemen, aku akan pinda!" perintah Eldar pada sang asisten.

"Baik tuan"

"Tadi malam tuan Edward menghubungi anda, tapi katanya anda tidak menjawab" lanjut sang asisten.

"Nanti aku akan menghubunginya, lebih baik kau pergi dan carikan aku apartemen!" tekan Eldar. Asisten itu pamit pada Eldar.

Eldar menuju ranjang dimana Diandra masih terbaring.

"Tuan, kondisi nona demamnya belum reda, apa tidak sebaiknya nona di infus" saran ART itu. Eldar menghela nafas berat.

"Kau pergilah!"

"Baik tuan" ART itu berderap pergi dari kamar tersebut. Eldar membanting tubuhnya di sofa lalu dia menghubungi Edward.

"Ada apa dad?" tanya Eldar.

"Daddy tenang saja, Eldar akan urus semua" lanjut Eldar lalu mematikan sambungan telfonnya. Eldar menatap Diandra yang masih terbaring lemah.

"Kamu ini seorang dokter, tapi kamu ini sangat lemah" kata Eldar menatap Diandra. Dengan sigap Eldar mengambil selang infus dan mulai menyuntikkan pada pergelangan tangan Diandra. Sempat Diandra mengeram sejenak, kemudian terlelap lagi.

Tok.. Tok..

"Masuk!" pinta Eldar. Pintu terbuka, asisten Eldar mendekat dia bilang jika sudah menyiapkan apartemen untuk Eldar.

"Siapkan mobil, kita bawah dia pindah sekarang juga!" pinta Eldar. Dengan sigap asisten berderap pergi menyiapkan apa yang di perintah Eldar. ART membantu Eldar menyiapkan barang-barang yang di butuhkan.

Sedangkan di rumah sakit Riki bertanya pada Yesi tentang Diandra.

"Sus, apa dokter Diandra sudah masuk?"

"Belum, dokter Dian cutinya lama pak kata direktur" papar Yesi.

"Oh, terima kasih!" pamit Riki pada Yesi. Riki kembali ke ruang pergantian sift untuk bersiap pulang.

"Mas Riki," panggil seorang gadis yang memakai seragam perawat saat Riki berjalan di lobi rumah sakit. Riki menoleh ke arah gadis itu.

"Mas Riki di undang papa nanti malam ada tasyakuran di rumah" papar gadis itu tersenyum lembut.

"Maaf, tapi jam berapa?" tanya Riki pada gadis itu.

"Habis magrib mas acaranya" balas gadis itu. Riki menghela nafas berat dia masih terdiam.

"Mas, papa sangat mengharap kehadiran mu mas" terang gadis itu.

"Tapi aku ada acara sama anak-anak" tolak Riki.

"Acara sama anak-anak itu lebih penting kah, atau kamu memikirkan dokter Diandra?" sarkas gadis itu.

"Apa maksudmu?" Riki menatap gadis itu dengan tajam.

"Benar kan mas, mas selalu memikirkan dokter Diandra, kamu tahu kan mas kita itu sudah di jodohkan" ungkap gadis itu pada Riki. Riki menatap jengah pada gadis di depannya. Riki memilih pergi meninggalkan gadis itu.

'Mas, kurang apa aku mas?' lirih gadis itu menatap nanar kepergian Riki.

Eldar membaringkan tubuh Diandra di ranjang, sedangkan ART itu dengan setia menjaga Diandra di dalam kamar, sedangkan Eldar berderap pergi ke kamar yang lain, tubuhnya terasa pegal, dia ingin membaringkan sejenak tubuhnya di ranjang. Sayangnya Eldar tidak bisa beristirahat dengan tenang, karena mendapat panggilan dari ART yang menjaga Diandra.

"Ada apa?"

"Nona mengejang tuan, karena panasnya belum turun"

Eldar segera berderap menuju kamar Diandra. Eldar segera melonggarkan pakaian Diandra dia memiringkan tubuh Diandra.

"Tinggalkan kami, jangan ada yang mengganggu!" titah Eldar pada ART.

"Baik tuan" kata ART itu berderap meninggalkan Eldar dan Diandra.

"Kenapa kau sangat menyusahkan" gerutu Eldar mengunci pintu kamar.

"Ibu," lirih Diandra. Eldar melirik Diandra yang mengigau.

"Ana takut sendirian Bu, hiks" racau Diandra. Eldar menghela nafas berat, di hampiri nya Diandra, suhu badannya masih panas, Diandra mulai kejang lagi. Dengan sigap Eldar melepas baju yang di pakai Diandra hanya menyisakan pakaian dalam yang menempel di tubuh Diandra. Bagi Eldar pemandangan seperti ini sudah sering dia lihat, tapi kenapa saat melihat Diandra seperti ini dia harus menahan hasrat dalam dirinya.

"Aku harus mengontrol, dia sedang sakit" gumannya sendiri. Diandra terus meracau, Eldar menggenggam tangan Diandra, seketika Diandra terdiam, dia kembali tertidur. Eldar memilih tidur di samping Diandra. Tanpa sadar Diandra mempererat genggaman tangannya pada Eldar. Mata Eldar begitu mengantuk sampai dia ikut terlelap di samping Diandra sampai pagi menjelang.

Diandra membuka mata perlahan, dia mencoba menggerakkan tangannya yang keram karena masih tersambung dengan infus, sedangkan yang kiri masih di genggam erat oleh seseorang. Diandra mencoba melepaskan melihat di sampingnya. Mata Diandra membola mendapati Eldar tidur di sampingnya apalagi tangan mereka menyatu. Diandra segera menarik paksa tangannya dari genggaman Eldar. Sontak membuat Eldar membuka mata. Diandra mendapati tubuhnya yang hanya memakai dalaman saja. Untuk ke dua kalinya Diandra bagai di sambar petir mendapati dirinya tidur dengan pria asing yang bukan mahramnya.

"Astagfirullah hal adhim" suara Diandra tercekat. Eldar menatap Diandra yang sedang terisak.

"Baguslah, kamu sudah sadar" kata Eldar mencoba bangun dari tidurnya.

"Kenapa kau melakukan ini?" lirih Diandra pada Eldar saat Eldar beranjak dari ranjang.

"Karena kau membutuhkan semua itu" jawab datar Eldar memasuki kamar mandi. Diandra menatap tubuhnya nyalang. Sebisa mungkin dulu dia sangat menjaga kehormatannya dengan menutup aurat dan menghindari kata pacaran karena Diandra hanya ingin memberikan tubuh dan cintanya hanya untuk suaminya.

"Kenapa takdir begitu kejam padaku" lirih Diandra terisak. Eldar keluar dari kamar mandi dia melihat Diandra yang masih terisak.

"Aku akan menyuruh bibi mengantar makanan, beristirahatlah!" Eldar melangkah hendak meninggalkan Diandra. Diandra mengambil baju di sisi ranjang, dia ingin memakainya tapi kesusahan. Eldar menghentikan langkahnya dia hendak membantu Diandra memakaikan baju.

"Pergi!" kata Diandra. Eldar tak bergeming.

"Pergi!" tegas Diandra tapi tak di hiraukan oleh Eldar dengan tenang Eldar mulai memakaikan baju pada Diandra. Diandra hendak memberontak tapi percuma. Hanya deraian air mata yang keluar dari mata indah nya.

"Kenapa kau melakukan ini, apa salahku?" Isak Diandra.

"Menurutlah, jika itu kau lakukan aku tak akan menyakitimu" ucap datar Eldar. Diandra tersenyum kecut.

"Bukan kau yang salah, tapi kakakmu" sarkas Eldar. Diandra menatap Eldar penuh tanya.

"K-ka-kak"

"Kakakmu telah mengusik apa yang menjadi milikku" Eldar melihat Diandra begitu terpukul. Diandra berfikir keras, dia selama ini tidak pernah bertemu dengan kakaknya, sebisa mungkin dia berusaha untuk mewujudkan kehidupannya dengan baik, dia berjuang mendapatkan beasiswa agar dapat menjadi seorang yang bisa berguna untuk orang lain, hanya itulah impiannya. Tapi sekarang impian itu tercekam akan sebuah kenyataan pahit, hidupnya seakan hancur dia mendapati kenyataan yang begitu pahit menjadi sasaran pembalasan apa yang telah di lakukan oleh kakaknya.

"Kenapa harus aku?" lirih Diandra.

"Karena kamu adiknya" datar Eldar.

"Bahkan adik yang tak pernah di anggap" Diandra terus terisak. Meratapi kehidupannya yang miris.

"Haruskah aku bersabar dan ikhlas?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!