Jaevano membuka matanya, terlihatlah sosok gadis yang memiliki wajah cantik tanpa polesan make up sedikitpun, tertidur pulas di dalam pelukannya. "Cantik." Senyuman tipis terbit dari wajahnya. Lama menatap wajah lelap itu, tanpa sadar ia mengecup kening Shasa dengan lembut.
"Apa yang kau lakukan Jaevano?." tanyanya kepada diri sendiri, hal itu ia lakukan tanpa sadar. Dia menghela nafas pelan, lalu melepaskan pelukannya dengan perlahan takut membangunkan sang istri.
Istri?, entahlah sejak kapan ia mengakui itu. Namun yang pasti Jaevano tidak ingin mempermainkan sebuah pernikahan. Setelah mengucapkan ijab kobul maka di situlah ia memikul tanggung jawab baru sebagai seorang suami.
Walaupun akad itu di langsungkan karena tidak kesengajaan, namun pernikahan mereka sudah sah di dalam agama.
Setelah memperbaiki selimut, ia melirik jam menunjukkan pukul empat. Jaevano harus bersiap siap, karena ada urusan yang harus di selesaikan.
*
"Eugh." Shasa menggeliatkan tubuhnya, matanya masih terasa berat. Untuk beberapa saat setelah nyawa terkumpul dia langsung membuka matanya lebar.
"Hoam, jam berapa ini."
Shasa mengucek matanya, rambutnya acak acakan tak lupa wajah bantal menghiasi wajahnya.
"Wadidaw, jam lima pagi. What ini sangat menakjubkan, sungguh kemajuan yang bagus." pekik Shasa heboh melihat angka jam yang menggantung di dinding.
Tentu saja dia sangat antusias, karena Shasa sangat sulit bangun pagi. Ke sekolah saja dia sering terlambat, namun jangan salah walaupun menjadi langganan guru BK, otak Shasa sangat cerdas.
Shasa terkekeh pelan, melirik ke arah samping. Meraba ranjang di sampingnya. "Dingin, kemana pria batu itu?." gumamnya.
Turun dari ranjang, Shasa langsung membereskan tempat tidur yang sangat kusut akibat ulahnya. Setelah selesai, dia langsung menuju kamar mandi seraya bersenandung kecil.
"MAMA, MAMA, MAMA... TOLONGLAH AKU SEDANG BINGUNG...
"KURASAKAN VIRUS CINTA...CINTANYA BATU BERNAFAS." Hiyaaaa
"Hehe, om suami tampan, dingin, batu bernafas namun kaya raya. Vibes nya bukan maen." ucap Shasa terkikik geli, ia berendam di dalam bathtub seraya memainkan busa sabun. Lalu lanjut bernyanyi.
"PAPA, PAPA, PAPA...EH IYA AKU TIDAK PUNYA PAPA!..PAPAKU DI AMBIL PELAKOR...EH AKU MENDERITA!!!." lirik lagu dokter cinta itu, Shasa ubah sesuka hatinya.
"Eh harusnya gue nyanyi, lagu madu tiga gak sih?." pikir Shasa, terkekeh. Lalu dia terus bernyanyi dengan lirik yang di buat buat, suaranya memang tidak bagus namun juga tidak jelek.
Menghabiskan waktu satu jam lebih beberapa menit, Shasa beru keluar dari kamar mandi. "Wah segarnya, mandi pagi sangat menyegarkan ternyata. Harus sering bangun pagi nih."
Shasa menggelengkan kepalanya, lalu berjoget mengikuti trend tik tok baru baru ini. Shasa sudah selesai berpakaian, namun gayanya seperti biasa.
Memakai kaos oblong berwarna cream serta celana training, rambutnya tergerai indah setengah basah.
"Eh kemana si batu bernafas? apa dia sudah bersemedi menjadi batu?." ucapnya konyol.
"Tok tok tok."
"Hais, siapa yang sudah mengetuk pintu sepagi ini." gerutu nya melirik ke arah jam dinding, menunjukan pukul 6 pagi.
"Pletak!."
"Argh." pekik Shasa. Setelah pintu terbuka namun sebuah tangan mendarat di jidatnya.
"Eh maaf Shasa, Eca tidak sengaja." Eca langsung panik, karena tangannya mengetuk kening Shasa. Sebab pintu langsung terbuka otomatis.
"Sstt, hiks hiks jidat mulus seluas samudra punya gue. Sakit, pasti benjol sebesar biji mata." rengek Shasa dramatis.
Eca tercengang, lalu menggelengkan kepala. "Sungguh di luar nurul." batinnya melihat Shasa.
"Apa itu sangat sakit."
"Eh Jubaedah, ini tidak sakit. Iya sakit lah bodoh kau kira keningku ini apa hah."
Sungutnya mengerucutkan bibir. "Hah Jubaedah?." gumam Eca.
"Iya Eca minta maaf, tidak sengaja soalnya." Eca menggaruk kepalanya tak gatal.
"Ah sudah lupakan, kenapa kau ke sini pagi pagi?." Shasa menatap Eca penuh selidik.
"Ah iya, tadinya aku ingin membangunkan mu. Kan biasanya kamu bangun telat terus, bisa bisanya nenek lampir mengamuk ngamuk!.".
Sungutnya kesal, biasanya tiap pagi Ameera akan meraung seperti orang kesetanan.
"Pffftt, hahaha nenek lampir." Shasa tertawa terbahak-bahak, mendengar Eca mengucapkan julukan nenek lampir untuk Ameera. Sangat lucu di telinganya.
"Kenapa kau tertawa?." tanya Eca bingung, aneh pikirnya padahal sama sekali tidak ada yang lucu.
"Eh iya iya, lagian lucu sih tumben kau menyebut nyonya Ameera mu itu menjadi nenek lampir." Shasa membekap mulutnya, menahan tawa agar tidak kembali pecah.
Eca memutar bola matanya jengah, sepertinya dia harus siap menghadapi tingkah absurd Shasa untuk kedepannya.
"Ah sudahlah memang dia cocok di panggil nenek lampir, tumben kamu bangun pagi?." Eca menaikkan alisnya menatap Shasa.
Shasa mengangguk membetulkan ucapan Eca, "Eh mungkin hidayah turun kepadaku untuk bangun pagi." dia tersenyum menampilkan deretan gigi putih.
Eca menghela nafas kasar mendengarnya. "Ah sudahlah tidak penting, ayo cepat temani aku ke meja makan. Perutku sangat lapar minta di isi."
Shasa langsung menarik tangan Eca, yang di tarik hanya bisa pasrah. "Eh iya Ca, kamu lihat nggak batu bernafas?." tanya Shasa memasuk lift, karena dia lagi malas menuruni anak tangga.
"Batu bernafas? maksudmu tuan Jaevano?."
"Hais, iya lihat tidak?."
"Tidak, mungkin dia sudah berangkat kantor." jawab Eca mengangkat bahunya.
"Massa iya berangkat sepagi itu, apa tidak takut ada setan." gumam Shasa bergidik ngeri.
*
Jaevano memijit pangkal hidungnya, pusing melihat kinerja karyawannya yang menurun.
"Ck jika tidak sanggup bekerja, seharusnya jangan bekerja di perusahaan ku." marah Jaevano, menghempaskan berkas di atas meja.
Seperti biasa dia berada di dalam ruangan miliknya di lantai paling atas, lantai yang di larang di naiki untuk karyawan biasa.
"Ini sangat pagi buta, tumben sekali dia sudah berada di kantor!." sungut Dirga kesal. Kenapa tidak dia lagi berkelana di alam mimpi. Jam empat pagi Jaevano memintanya untuk ke kantor.
"Dirga."
"Ah iya, ada apa Vano?."
Jaevano memutar bola matanya jengah, "Ck, kau bereskan semua ini, dan ya bagaimana kerjasama kita dengan perusahaan Chorus Company?".
Dirga mengembuskan nafas lelah, semua pekerjaan limpahkan kepadanya. Padahal bosnya Jaevano, namun dia yang menghandle semuanya.
"Semuanya berjalan dengan lancar tuan." jawab Dirga malas.
"Huh, kapan kau akan menampakkan diri di depan publik?." tanya Dirga, entah ini pertanyaan yang ke berapa.
Namun dia sungguh lelah, jika semua pekerjaan di limpahkan kepadanya, dari mulai menemui klien. Mengatur kerja sama, dan lain sebagainya.
Jaevano terdiam, "Tunggu waktu yang tepat!." sahutnya datar.
Dirga menatap sinis, "Kapan waktu yang tepat?." tanyanya ketus.
"Kau sudah menyelesaikan apa yang aku minta?." tanya Jaevano dengan serius.
"Sudah, orang itu sudah aku temukan. Apa yang harus di lakukan selanjutnya?." Dirga menatap serius ke arah Jaevano, seakan akan lupa dengan rasa kesalnya barusan.
"Aku sendiri yang akan membereskannya." seringainya dengan mata tajam.
_To Be Continue_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Febby Fadila
orang siapa
2024-11-20
0
Yani
Shasa udah punya teman
2024-06-03
1
Nova
nenek lampir ..
sungguh pas julukannya
2024-03-25
2