"Pak antar saya ke alamat ini." ujar Shasa kepada supir taksi.
"Siap neng!."
Shasa mengangguk pelan, lalu dia menyandarkan tubuhnya sembari melihat ke luar kaca. Gadis itu menghela nafas pelan, wajahnya terlihat tenang setenang lautan namun isi kepalanya berantakan.
"Apapun yang akan terjadi nanti, aku akan menerimanya tanpa protes. Karena aku sudah sangat lelah." gumamnya pelan.
"Aku menantikan hal itu!." batinnya tersenyum miring dengan wajah dingin.
*
"Kemana anak itu belum pulang pulang." Maria mendengus kesal, karena anak tirinya belum pulang semalaman.
Sebentar lagi suaminya akan pulang ke rumah habis dinas dari luar kota, jika dia mengetahui bahwa Shasa belum pulang, maka dia juga akan terkena semprotnya.
"Mama kenapa sih, sedari tadi mondar mandir?." tanya Mauren memutar bola matanya jengah melihat kelakuan ibunya yang terlihat khawatir.
"Ck, kamu tidak tahu. Jika anak sialan itu tidak kembali ke rumah, mama akan terkena semprot juga dengan papamu itu!." gertak Maria kesal.
Mauren melirik mamanya malas "Hah, jadi mama takut? khawatir begitu?. Ya elah mama, buat apa mikirin anak sialan tidak tau diri itu. Nanti kalau papa nanya bilang aja dia habis main sama banyak cowok secara bergilir. Terus dia yang kena siksa bisa jadi di usir sekalian. Kan enak jika dia pergi jauh dari pandangan kita."
ucap Mauren enteng, dia masih kesal di hina dan di permalukan oleh Shasa tadi malam.
Maria terdiam sejenak menyaring kata kata Mauren "Iya juga yah, jika Shasa anak pembawa sial itu pergi. Maka tidak akan ada penghalang untuk mengambil warisan!." batinnya sembari tersenyum.
"Iya iya, kamu benar. Mama sudah lama menantikan ini, nanti kamu provokasi supaya Shasa bisa di usir."
Maria menantikan Shasa pergi dari rumah ini, karena dia sangat membenci gadis itu yang mirip sekali dengan ibunya.
Maria punya dendam pribadi dengan ibu Shasa, sebab dia sudah lama mengincar Baskoro namun Bella datang menghancurkan segalanya.
"Tenang saja, oh iya ma sekarang Samuel akan menjadi milikku seutuhnya. Karena hubungannya dengan Shasa sudah berakhir." Mauren tersenyum senang karena bisa mengambil apapun yang Shasa sukai.
"Wow benarkah? haha aku rasa anak itu sudah menangis tersedu sedu karena kekasihnya kau rebut. Anak mama memang pintar." puji Maria, sehingga membuat Mauren terbang melayang di atas awan.
"Haha iya lah, sekarang kita tunggu saja akhir dari Shasa."
"Hem" jawab Maria singkat.
"Ma, itu suara mobil papa kan?." tanya Mauren. Mendengar suara mobil dari luar.
"Iya iya benar, cepat kita sambut papa kamu." ajak Maria kepada anaknya, lalu mereka berdua bergegas keluar menyambut kedatangan Baskoro.
"Papa sudah pulang!." tanya Maria basa basi, tersenyum menghampiri suaminya.
"Hem" jawab Baskoro, yang baru saja keluar dari mobil dia merasa lelah karena jadwal pekerjaannya yang sangat padat.
"Dimana Shasa?." tanya Baskoro karena tidak melihat batang hidung anak kandungnya itu. Kedua wanita yang berbeda umur itu memutar bola matanya malas, karena bukan menanyakan kabar mereka melainkan gadis pembawa sial itu yang di tanyakan.
"Hm papa, Shasa belum pulang semalaman!." ucap Mauren dengan raut wajah sedih.
"Iya pa, mama juga tidak tau kemana anak itu belum pulang pulang!." timpal Maria seraya melirik Mauren.
"Apa belum pulang?." bentak Baskoro menghentikan langkahnya untuk memasuki rumah. Dia menatap tajam kedua wanita yang berada di hadapannya. Maria merenggut kesal karena dia di bentak.
"Mana mama tau pa, dia kemana." ujar Maria memelas.
"Tadi malam kami merayakan pesta kelulusan, tapi Shasa pergi bersama laki laki. Mungkin mereka masih menginap di hotel, pa!." ucap Mauren mulai mengompori.
"Kurang ajar, beraninya anak itu. Semakin lama semakin liar." geram Baskoro mengepalkan kedua tangannya.
"Benar itu pa, di kasih hati minta jantung. Mending papa hukum saja dia biar jera!." jawab Maria menambahkan.
Shasa baru tiba di rumah dua lantai bernuansa klasik modern, dia langsung menaikan sudut bibirnya melihat ketiga orang yang telah menyambut kedatangannya di teras rumah.
"Wow, apakah mereka sedang menungguku? ." gumam Shasa, dia memasuki gerbang dengan santai dan wajah tenang.
"Lihat itu Shasa pulang." Mauren menunjuk Shasa yang memasuki gerbang.
Baskoro langsung menatap Shasa tajam dari kejauhan, emosinya langsung naik ke ubun ubun. Entah apa yang membuatnya sangat marah dan membenci anak kandungnya sendiri.
"Kalian menungguku?." ucap Shasa tenang.
"Dari mana saja kamu Shasa." bentak Baskoro, menatap tajam sang anak.
Siapapun yang melihatnya mungkin akan ketakutan. Namun tidak untuk Shasa karena dia sudah terbiasa dengan tatapan itu.
Shasa terdiam sejenak dengan wajah datar "Dari hotel!." ucapnya memberanikan menatap mata, lelaki yang di panggilnya ayah. Cih ayah, ayah mana yang menyakiti darah dagingnya sendiri.
Maria dan Mauren saling berpandangan mendengar jawaban itu, seketika kedua ibu dan anak itu langsung mengembangkan senyuman.
"Kau... berani beraninya kau melakukan hal menjijikan itu. Sudah berapa banyak lelaki yang kau tiduri ha. Dasar anak tak tau diri, pembawa sial. Apa kamu ingin mempermalukan keluarga." bentak baskoro langsung mencengkram rambut Shasa.
"Argh sakit sialan, kulit kepalaku akan lepas." pekiknya di dalam hati menahan sakit di kepalanya. Namun wajahnya masih tampak datar.
"Apa kau tuli Shasa!." bentaknya lagi. Karena kesal gadis itu tidak berteriak atau memohon ampun, Baskoro langsung mendorong Shasa dengan kuat sehingga tubuh gadis itu terjengkang kebelakang.
Baskoro langsung melepaskan ikat pinggangnya.
"Ctassss" dasar anak tidak tau diri.
"Ctasss" Anak pembawa sial.
"Ctasss" kau selalu merusak nama baik keluarga. Shasa terdiam punggungnya seakan mati rasa, dia tidak meringis sedikitpun karena sudah terbiasa dengan cambukan itu. Walaupun dia merasakan darah telah mengalir di punggungnya.
"Haha, rasakan itu." batin Mauren merasa senang melihat Shasa yang di siksa. Dia sangat kesal dan iri dengan Shasa karena banyak pria yang menyukai gadis itu.
Begitupun dengan Maria dia menantikan Baskoro mengusir Shasa dari rumah ini.
"Ctasss" setelah puas, dengan napas tersengal-sengal pria paruh baya itu melemparkan ikat pinggangnya ke sembarang arah. Lalu dia menendang tubuh kurus gadis itu dengan kuat.
Biadap sekali, ayah mana yang rela menyakiti darah dagingnya sendiri?.
"Sudah puas?." Shasa menatap ayahnya dingin.
Muak, sangat muak karena inilah makanannya sehari hari. Tiada satu hari pun dia lepas dari siksaan, karena ada saja hal yang membuat dirinya mendapatkan samsak dan pelampiasan kemarahan baskoro.
Ayahnya sendiri, sungguh Shasa sangat membenci lelaki itu. "Apa kau sudah merasa hebat hah!." bentak Baskoro mencengkram dagu Shasa dengan kuat.
"Kenapa kau tidak membunuhku saja, brengsek." pekik Shasa di depan Baskoro. Mendengar itu Baskoro langsung naik pitak.
"Plak plak" lelaki paruh baya itu langsung menampar kedua pipi Shasa, sehingga pipi mulus itu memerah menampakkan cap lima jari. Shasa terdiam dengan wajah tertunduk, rambut menutupi wajahnya.
"Sakit sialan." pekiknya di dalam hati.
Nafasnya memburu, ingin sekali dia menendang tubuh bangka tua itu. Namun Shasa masih menahannya agar emosinya tidak meledak ledak.
"Beraninya kamu berteriak di depan wajahku." bentak Baskoro menendang kaki Shasa yang masih bersimpuh.
"Diamlah bangka tua, sudah bau tanah. Mati saja kau." geram Shasa menatap tajam.
Baskoro sangat emosi mendengar itu, dia langsung menyeret Shasa. "Pergi saja kau dari rumah ini, dasar anak tidak tau diri, jangan kau menginjakkan kakimu ke rumah ini lagi."
"Tanpa kau minta aku juga akan pergi sendiri."
_To Be Continue_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Febby Fadila
ya allah ayah macam apa seperti itu 😭😭😭
2024-11-20
0
Ramlah Kuku
seorang ayah tdk beradap
2024-10-06
3
Yani
Baskiro ayah yang tidak punya perasaan dan hati
2024-06-03
0