Episode 8

...Fitting Baju...

Setelah melalui serangkaian proses yang cukup menguras tenaga, akhirnya Zee dan Zico telah selesai mendaftarkan pernikahan. Di dalam dokumen tersebut telah tertulis jika Zee dan Zico telah sah menjadi pasangan suami istri menurut negara.

Semudah inikah yang namanya menikah?

"Sayang? Kenapa? Ada yang pusing, sakit, atau mual?" Sahutan lembut Zico, menyentak lamunan Zee. Perempuan itu sampai dibuat mengerjap beberapa saat.

"Nggak, itu-"

"Habis ini kita lanjut fitting. Kamu capek, nggak?" Zee mendengus sebal dengan ucapan Zico yang semudah itu langsung mengganti kosakata. Seenaknya panggil sayang mentang-mentang Zee telah menjadi istrinya secara tertulis.

Ya Tuhan! Kenapa jadi gini? Setelah sepuluh tahun putus hubungan, kenapa Zee malah berakhir menikah dengan Zico?

"Zee? Muka kamu pucet. Mau pulang ke rumah aja?"

Zee refleks melotot. "Rumah yang mana?"

"Oh, iya, ya. Ke kostan kamu maksudnya,"

Zee mendengus. "Nggak usah. Aku nggak pa-pa. Katanya mau fitting? Sekarang aja."

"Yakin?" Zee mengangguk walau sejujurnya enggan. "Nggak capek?" Zee menggeleng. "Ya udah, ayo!" Dengan sentuhan lembut, Zico menggenggam tangan Zee dan membawanya pergi meninggalkan lokasi pencatatan sipil.

Tepat di belakang Zico, diam-diam Zee memerhatikan punggung tegapnya. Begitu lebar dan kokoh. Tak pernah terbayangkan, Zico yang semasa SMA dulu ia campakkan, kini malah menjadi suaminya sekaligus ayah dari janin yang tengah dikandungnya.

Rasanya seperti sebuah mimpi di siang hari.

"Aku mau parkirin mobil dulu. Inget, jangan ke mana-mana! Kalau sampai kamu keluyuran apalagi hilang, awas aja!" Zico memicingkan mata, berharap membuat Zee menciut dan tidak berani melanggar ucapannya.

Sayangnya, Zee tetaplah Zee. Perempuan itu memilih pura-pura tidak dengar dengan fokus ke mana-mana.

"Zee!" Panggilan Zico dibalas dengusan panjang oleh Zee. Ia masih enggan bersitatap dengan Zico.

"Kalau lo masih berpikir buat melarikan diri, siap-siap aja gue hamilin lo tiap malem!" Mendengar ancaman itu jelas saja membuat Zee memelototi Zico. Wajahnya memerah menahan kesal.

"Mau gue hamilin tiap malem?"

"Iihh, iyaa, nggak ke mana-mana! Bawel banget sih." Zee melipat kedua lengan di depan dada, masih dengan emosi yang memuncak.

"Dasar plin-plan! Tadi ngomongnya 'aku-kamu'. Sok-sokan segala pake manggil sayang. Giliran diem aja balik lagi ke setelan pabrik. Labil." Zee menggerutu ketika Zico hendak berbalik pergi.

Dan, ya. Gerutuan Zee mengakibatkan Zico kembali menghadapnya dengan ekspresi sulit ditebak.

Merasa Zico masih belum juga bergerak, Zee pun mendongak. "Katanya mau markirin mobil? Sana!"

"Ooh, udah berani merintah sekarang?" Salah satu sudut bibir Zico tertarik. Tubuhnya yang tinggi mulai disejajarkan dengan Zee. "Mentang-mentang udah jadi istri." Tersentak, Zee membuang muka.

"Ya udah, gue pulang naik ojek aja." Karena panik, Zico langsung menegakkan posisi. Berdiri menghalangi langkah Zee yang sudah siap melarikan diri.

"Heh, nggak boleh!"

"Tadi katanya nggak suka diperintah? Ya udah, sana minggir! Gue masih punya kaki, punya tangan, punya akal, bisa pulang sendiri tanpa lo!" Mendadak nada suara Zee terdengar garang. Zico yang tadinya hanya ingin menggoda Zee malah berakhir kena semprot.

"Bukan gitu maksud aku, Yang." Zico melunak. Takut Zee benar-benar pulang sendiri karena emosi.

"Terserah!"

Kata keramat telah diluncurkan. Zico jadi bingung harus bagaimana kalau Zee sudah merajuk begini? Zico menyesal telah menggoda Zee yang tengah sensian.

"Yang, jangan marah dong! Bercanda doang. Kita baru aja daftarin nikah, masa iya mau langsung cerai? Udah, ya, ngambeknya. Kita 'kan mau fitting baju. Habis itu 'kan kita masih harus ketemu keluargaku, Yang. Udah, ya, please! Maaf!" Untuk pertama kalinya, Zico takluk di hadapan seseorang. Laki-laki itu menurunkan sedikit egonya, takut jika Zee benar-benar akan pergi meninggalkannya. Sudah cukup sepuluh tahun Zico hidup tanpa Zee. Di kesempatan kali ini, apa pun yang terjadi, Zico tidak akan melepaskan Zee.

"Fitting baju aja sendiri. Gue capek, mau pulang!"

"Sayang capek? Mau aku gendong, hm?" Perangai Zico yang masih gencar membujuk istrinya disaksikan oleh orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka.

Ada yang terkekeh gemas, ada juga yang hanya sekadar melirik. Pasangan muda itu terlihat begitu kentara tengah terlibat dalam perdebatan kecil.

"Sayang, jangan diem aja dong! Aku gendong, ya!?"

"Ck, nggak mau!"

"Terus maunya apa? Pulang aja, nggak usah fitting, gitu?"

"Nggak tahu."

Mampos!

Perempuan adalah makhluk paling sulit dimengerti di muka bumi.

"Yang, jangan ngambek!" Tak ingin menyerah begitu saja, Zico lanjut membujuk Zee dengan segala cara.

Ampun Ya Tuhan! Zico janji nggak akan bikin Zee kesel lagi sampai kayak gini!

"Ihh, nggak tahu, ah! Sana, parkirin mobilnya! Eh, lupa. Nggak suka disuruh. Ya udah, berangkat ke tempat fitting-nya masing-masing. Share alamatnya." Zee masih dengan ego dan rasa kesal yang menggunung. Entahlah. Zee juga tidak tahu kenapa bisa seemosional ini pada Zico.

"Jangan dong, Yang! Iya, aku parkirin dulu mobilnya, ya! Tapi jangan pergi! Kita berangkatnya bareng-bareng. Oke?"

Lagi-lagi Zee mendengus. Hendak menolak dan memberontak lagi, Zee merasa sedikit tidak tega dengan ekspresi melas Zico. Cowok kaku itu baru bisa menjadi manusia hanya saat bersama Zee.

"Ya udah. Ditungguin di sini."

"Janji?" Zico menatap penuh harap. Dengan malas, Zee mengangguk sembari bergumam.

"Nggak akan pulang duluan 'kan?"

"Nggak. Asal jangan lama aja,"

"Nggak akan lama, lima menit. Tungguin sini, ya?"

Zee berdecak malas. "Iyaaa, Zicooo!"

...****...

Sampai di tempat fitting, Zico langsung bergerak lincah menyusuri setiap sudut gaun pengantin untuk dikenakan Zee nanti di hari bahagia mereka. Netranya begitu fokus menelisik dari mulai bentuk, gaya, bahan dan ornamen hiasan yang akan membuat gaun pengantin tersebut terlihat cantik dan memukau di hari H nanti.

Sementara Zee, perempuan itu terus mengekor di belakang. Zee tidak memiliki semangat seperti Zico. Zee hanya ingin pulang dan duduk santai. Apa pula fitting baju tiba-tiba ini?

Padahal Zico bisa saja tidak perlu serepot ini.

"Sayang, yang ini gimana?" Zico menghentikan langkah. Berdiri di hadapan sebuah patung manekin tanpa kepala yang mengenakan gaun pengantin cantik yang lebih ditonjolkan kecantikannya dari bagian pinggang ke bawah. Rok gaunnya sendiri tampak mengembung seperti gaunnya para princess disney. Untuk di bagian atas tampak lumayan menutup dada dan lebih meonjolkan kesan bahu polos.

"Bagus, tapi nggak."

"Mau dicoba dulu?" Pertanyaan Zico, mengundang rasa panik tersendiri. Ingin Zee menolak mentah-mentah namun tak mampu.

Dan, seperti yang dapat ditebak dengan mudah, Zee saat ini tengah mencoba gaun tersebut di ruang ganti. Tak seorang diri, Zee ditemani seorang asisten penjaga toko untuk membantu memakaikan.

Tepat saat tirai terbuka, Zee mulai memperlihatkan gaun yang dia kenakan. Sengaja berpose ringan dengan maksud meminta pendapat Zico.

"Nyaman, nggak?" Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Zico. Sontak Zee menggeleng. "Sempit di bagian perut, huwek!" Spontan Zee membekap mulutnya. Gaun pengantin cantik tersebut terlalu sempit di area perut hingga membuatnya sedikit mual.

Bergegas Zico menghampiri Zee dan menggiringnya untuk melepas gaun. Sebelum itu, Zico menarik tirai terlebih dahulu.

"Yang ini beneran sempit?" Zee mengangguk, masih mencoba bertahan saat perutnya terus memberontak ingin muntah.

"Zico, bantuin lepas! Bikin mual, huwek!"

Beberapa pegawai toko yang melayani dibuat terheran-heran saling tatap. Tidak dengan Zico sebab dirinya tahu kondisi Zee. Setelah menurunkan resleting belakang, barulah Zee dapat bernapas lega. Perutnya tidak lagi merasa pengap.

"Udah mendingan? Mau nyoba yang lain?" Zee bergidik. "Pengen istirahat dulu. Capek!" Adu Zee. Zico menghela napas pasrah sembari mengangguk. Kemudian menyerahkan gaun pengantin yang sempat dicoba Zee pada salah seorang pelayan toko.

"Maaf, Istri Saya lagi hamil. Bisa ambilin yang tadi Saya tunjuk?"

"Tentu, Tuan! Segera Saya ambilkan." Bergegas sang pelayan toko mengambil gaun lain.

Di balik tirai yang masih tertutup, Zee bergumam parau. "Zico, gue nggak mau!"

"Iya, buat nanti. Sekarang pake dulu baju kamu. Kita istirahat dulu." Mendengus, Zee lagi-lagi menurut. Di depan cermin besar di hadapannya, diam-diam Zee bercermin melihat perutnya dari samping.

Dan, masih tampak rata. Sesekali Zee mengusapnya karena penasaran. Tanpa disadari kegiatannya disaksikan oleh Zico yang tidak sengaja mengintip lewat celah tirai. Senyum Zico tercetak melihat gerak-gerik Zee.

"Tuan, ini gaunnya." Pelayan toko yang diminta mengambilkan gaun telah kembali. Fokus Zico pun terpecah. Segera mengambil alih gaun tersebut. "Terima kasih!" Lantas Zico kembali memasuki tirai di mana Zee masih belum mengenakan pakaiannya. Hanya pakaian dalam. Perempuan itu masih belum menyadari kedatangan Zico dan masih setia bermain dengan perut ratanya.

"Zee?" Terkesiap, Zee berbalik. Kedua sudut bibirnya menyungging kaku. Bergegas meraih kembali pakaiannya yang digantung tak jauh dari posisi.

"Gu-gue mau pake baju dulu. Lo keluar, please!"

Satu alis Zico terangkat. "Kenapa?"

Zee menarik napas sembari mengulum bibirnya. Di detik selanjutnya, helaan napas panjang lantas diembuskan. "Zico!" Panggilan manja Zee menarik salah satu sudut bibir Zico.

"Coba ngaca lagi kayak tadi,"

"Ha-hah?!" Lagi-lagi Zee terkesiap saat Zico tiba-tiba memposisikan tubuhnya kembali menghadap cermin. Tepat di belakang, Zico berdiri sembari memeluk perut Zee. Mengusapnya lembut hingga meninggalkan jejak geli tersendiri.

"Zi-zico." Tubuh Zee bergetar menahan desiran aneh. Napasnya tak beraturan. Berharap Zico segera menghentikan tangannya yang masih setia menyentuh perutnya sensual.

"Beberapa bulan lagi calon anak kita bakalan semakin berkembang di sini. Aku nggak sabar nunggu hari itu, Zee."

"Zico, gue mau pake baju. Lepas dulu!"

Terkekeh, satu kecupan manja mendarat di pipi sebelah kiri Zee. "Hm. Gaun yang ini nggak mau dicoba dulu?" Zico memamerkan gaun tadi.

Zee menggeleng sembari mengenakan pakaiannya. Persetan dengan Zico yang masih berada di tempat. Zee sudah tidak peduli. Toh, mereka sudah melalui semuanya. Tak ada yang perlu ditutupi lagi. Ya, walaupun Zee masih sedikit malu sebab lewat pantulan cermin di hadapannya, bola mata Zico begitu fokus pada tubuh Zee.

"Maaf, ya! Pengennya aku buatin gaun khas buat kamu, tapi, waktunya nggak cukup." Zico kembali menghampiri Zee dirasa perempuan itu telah selesai berpakaian.

Diam-diam Zee tersenyum simpul. Wajahnya sedikit menunduk beberapa saat. Selang berapa detik, Zee berbalik menghadap Zico. "Gue yang minta maaf! Padahal lo nggak perlu serepot ini-"

"Zee!" Panggilan peringatan tersebut dibalas reaksi bingung. Helaan napas gusar lantas Zico embuskan. "Panggilannya 'aku-kamu'. Jangan 'lo-gue'."

Zee cemberut. "Geli, tahu!"

Tatapan menyipit Zico membuat Zee menciut dan mendengus. "Iyaaa, aku minta maaf! Harusnya kamu nggak perlu repot-repot."

"Aku nggak repot. Aku pengen memberikan yang terbaik buat Istri Aku."

^^^To be continued...^^^

Edit: Tinggalin jejaknya kakak-kakak sekalian! Like, comment, vote and 5☆:* DILARANG BACA LONCAT-LONCAT BAB!!!

Terpopuler

Comments

Deasy Dahlan

Deasy Dahlan

Zico LO terbaik buat zee

2024-02-04

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!