...Godaan Mantan...
...Zee...
...Zico...
Zee cemberut sesampainya mereka di depan pintu gerbang kamar kost-kostannya. Ketika Zee turun, Zico ternyata ikut turun. Netra tajamnya menatap sekeliling lingkungan kost-kostan yang terlihat begitu sepi.
"Pada sepi gini. Kalau ada maling gimana?" Zico melirik Zee yang tengah mengobrak-abrik tasnya. Mencari letak kunci gerbang sebab satpam yang biasanya menjaga masih izin cuti.
"Nggak ada barang berharga. Dan lagi, siapa juga yang mau maling kalau di seberang ada tempat ATM?" Perhatian Zico mulai menjelajah. Ketika netranya menangkap tempat ATM yang diucapkan Zee, Zico akhirnya paham.
"Daripada bobol kost-kostan mending bobol ATM, gitu maksudnya?" Zee mengangguk, tanpa disadari kedua sudut bibirnya tertarik membentuk lengkungan manis.
Sedangkan di sisi lain, Zico tengah terkekeh geli. Senyuman Zee beberapa detik lalu begitu manis hingga membuat Zico tidak kuat untuk terus menatap wajahnya.
Curang banget!
Helaan napas panjang Zee kembali menarik perhatian Zico. "Walaupun lo nyebelin, makasih udah nganterin pulang. Kalau gitu gue-"
"Kok, ditutup?" Ekspresi Zico berganti panik. Jelas saja Zee yang kurang paham artian ucapannya menoleh dengan ekspresi bingung.
"Maksudnya?"
"Ini kenapa gerbangnya ditutup?"
"Kalau dibuka nanti ada orang asing yang keluar masuk, dong?"
Zico menghela napas pasrah. "Lo nggak mau ngajakin gue masuk dulu, gitu?"
Bola mata Zee melotot. "Nggak!" Tegasnya. Bergegas Zee menutup pintu gerbang, namun telah lebih dulu ditahan oleh Zico. "Zico, lo apa-apaan sih? Lepasin, nggak! Kalau nanti rusak gimana?"
"Gue ganti!" Tekan Zico, hingga akhirnya berhasil melewati gerbang tersebut dengan sekali gerakan.
Sialan!
"Di mana kamar kostan lo?"
"Nyenyenye!" Terlanjur kesal, Zee memilih melenggang lebih dulu. Tentunya setelah sempat mengunci kembali pintu gerbang.
Tibalah di lantai dua, letak di mana kamar kostnya berada, Zee lagi-lagi memberengut. Dengan gerakan kasar dirinya memasukan kunci kamar ke dalam lubang pintu. Memutarnya beberapa saat hingga pintu tersebut terbuka.
Di luar dugaan, Zico masuk lebih dulu tanpa berbasa-basi, seolah kamar kost tersebut adalah miliknya. Tentu saja hal itu memancing amarah Zee. Apalagi ketika Zico masuk ke kamar kostnya tanpa melepas sepatu.
"Zicooo!" Sahutan panjang kelewat melengking Zee menarik perhatian Zico. Satu alisnya terangkat saat Zee tampak berjalan gontai ke arahnya. Ketika posisi Zee telah berada tepat di hadapan Zico, tepukan pedas mendarat di lengannya.
"Anj*r! Sakit, Zee! Kenapa lagi, sih?"
"Kenapa lagi lo bilang?" Zee terkekeh sarkas. "Mohon maaf sebelumnya ini bukan rumah mewah Anda, Tuan Muda Zico! Dengan berat hati Saya mengatakan, tolong lepas dulu sepatunya sebelum Saya usir Anda keluar dari kamar Saya!"
Zico mengerjap tak percaya. Walau demikian, Zico tetap menurut. Ketika sepatunya telah sepenuhnya dilepas, barulah Zico kembali. Tak lupa menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Hehe.
"Habis ini mau ngapain?" Zico menduduki tempat tidur Zee lalu lanjut merebahkan diri. Sungguh, perangai Zico sudah seperti penghuni rumah saja!
"Gue mau mandi!" Zee refleks membekap mulutnya. Ketika dirinya menoleh pada Zico, laki-laki itu tengah tersenyum misterius. Gelagatnya yang bangkit dari tempat tidur seraya melepas ikatan dasi serta jasnya, membuat Zee spontan menelan ludah.
"Ma-maksud gue tuh-"
"Punya handuk dua?" Zico bergerak maju sembari melepas satu persatu kancing kemejanya.
Tidaaakkk!
"Zi-zico, maksud gue tuh, gu-gue mau mandi, tapi bukan berarti itu!" Zee kewalahan apalagi ketika Zico semakin gencar berjalan mendekatinya. Membuat Zee terpojok di dinding dengan tidak berdaya.
"Ayo, katanya mau mandi? Kenapa malah diem?"
"Zico, gue moh- Aakh! ZICO!? Lo mau ngapain?" Kedua lengan Zee spontan dikalungkan di leher Zico saat laki-laki itu berhasil mengangkat tubuhnya dari depan. Sehingga posisi dada Zee berhadapan langsung dengan dagu Zico.
Mama tolooonggg!
"Kita udah tidur bareng bahkan lebih. Mandi bareng kayaknya nggak ada masalah. Gimana menurut lo, Zee?"
Bulu kuduk Zee meremang. Ucapan Zico dengan nada rendah diiringi sepasang kaki jenjang yang melangkah memasuki kamar mandi kian membuat Zee gelagapan.
Tuhan, Zee takuttt!
"Zi-zico, please!" Zee semakin kelabakan ketika keduanya telah sampai di dalam kamar mandi.
Perlahan namun pasti, Zico menurunkan Zee. Tanpa berbalik sedikit pun, Zico bergerak mengunci pintu kamar mandi. Seringaian mengerikan yang Zico perlihatkan dibalas reaksi ketakutan oleh Zee.
"Zic- hmph!" Berengsek lo Zico!
...****...
"Zico, ini udah jam berapa? Lo mendingan pulang, gih! Lo tuh nggak punya kerjaan banget, ya? Mentang-mentang bapak lo CEO?" Pukul lima sore tertera gamblang di sebuah jam dinding di kamar kostan Zee.
"Kalau gue pulang, lo kangen nggak?" Di tempat tidur Zee yang kini dikuasai Zico, laki-laki itu tersenyum penuh arti. Pakaian yang dikenakannya berupa kaos kebesaran milik Zee yang terlihat pas dikenakan di tubuh Zico. Untuk celananya sendiri Zico memilih memakai kembali celananya yang tadi.
"Nggak usah kepedean. Siapa juga yang bakal kangen?" Zee mendengus sebal di sofa single. Inginnya sih, Zee ikut merebahkan diri di tempat tidur. Namun, Zee tidak ingin bernasib apes sebab Zico pasti akan kembali modus seperti ketika tadi di kamar mandi.
Arghhh! Memikirkannya saja membuat Zee ingin mencemplungkan diri ke dalam empang!
Kenapaaaa dirinya mau saja tadi? Selain kesenangan sesaat, lagi-lagi penyesalan yang lebih dominan Zee dapatkan.
"Zee, Zee. Padahal baru aja kita ngelakuin itu. Susah banget tinggal jujur doang,"
"Berisik! Mendingan lo pulang." Tegas Zee, sedikit pun tidak berniat menatap ke arah lawan bicaranya.
Zico menghela napas sembari bangun dari tempat tidur. Menghampiri Zee kemudian berjongkok di hadapannya. "Zee?" Panggil Zico. Mau tidak mau Zee menoleh. Bibirnya cemberut dengan tatapan yang menyorot malas.
"Kita balikan, ya?" Zee berdecih. "Nggak. Kita nggak mungkin-"
"Kenapa nggak mungkin? Gue masih cinta sama lo, Zee. Begitupun lo." Zee melotot refleks terbangun dari sofa. "Siapa yang bilang gitu? Gue nggak-" Zee seketika melotot saat ingatan malam tahun baru di mana ia sempat mengatakan 'sulit melupakan Zico sekalipun waktu telah berlalu sepuluh tahun' memasuki kepala.
Argh, sial! Kenapa baru teringat sekarang? Apa-apaan dengan mulutnya waktu itu?
"Zee?" Zee tersentak saat Zico menyentuh permukaan tangannya dengan begitu lembut. Hampir saja Zee terkecoh dan mengiyakan, jika saja ingatan sepuluh tahun lalu tidak segera melintasi pikirannya.
"Maaf, Zico! Gue nggak bisa. Ada pun yang udah terjadi di antara kita, mendingan kita sama-sama lupain itu. Ya?"
...****...
Sejak kejadian minggu lalu, Zee jadi sering melamun. Perginya Zico setelah Zee menolak untuk membangun hubungan lagi seperti dulu nyatanya membuat Zee merasa sedikit menyesal. Tanpa mengatakan apa-apa, Zico melenggang setelah mendengarkan penolakan Zee. Ekspresinya begitu murung. Tidak ada rona semangat seperti yang sempat terpatri sebelumnya.
Lagi. Zee merasa bersalah pada Zico.
Jujur saja, Zee masih belum bisa melupakan Zico. Hanya saja Zee terlalu sadar diri.
Zico itu bagaikan sebuah bintang yang bersinar terang jauh di angkasa. Sulit untuk digapai, sekalipun bila terjatuh ke bumi, Zee tetap tidak bisa menjangkaunya.
Mau disesali ribuan kali pun, Zee dan Zico tetap tidak cocok. Jadi lebih baik Zee yang mundur. Lupakan apa yang pernah terjadi di antara mereka waktu malam tahun baru maupun kala minggu lalu.
Di pagi yang cukup dingin dan berembun di bulan januari ini, Zee merasa tidak enak badan. Kepalanya berat dan tubuhnya sedikit menggigil. Entah karena faktor cuaca yang dominan hujan disertai angin sehingga membuatnya demikian.
Padahal pagi ini Zee masih memiliki jadwal mengajar di jam delapan pagi. Jika harus izin tidak masuk sepertinya tidak baik. Kasihan anak-anak didiknya. Baru juga beberapa pertemuan setelah libur tahun baru, masa sudah harus tidak belajar lagi?
"Harusnya tadi nggak usah mandi. Hatchi!" Gerutu Zee seraya memakai jaket. Dirasa tak ada lagi yang ketinggalan, Zee keluar dari kamar kost. Menguncinya rapat-rapat lalu turun ke bawah.
Sampailah Zee di depan gerbang kostan yang masih tertutup rapat, sebuah mobil hitam mengkilat yang cukup familier tampak terparkir menghalangi gerbang. Sempat bertanya-tanya, Zee memilih tak peduli saat kepalanya terasa semakin berat. Tergesa Zee membuka kunci gerbang lalu menutupnya kembali saat Zee berhasil keluar.
"Zee!" Panggilan halus itu menyentak Zee. Spontan kepalanya menoleh dan telah mendapati sosok Zico.
Astaga, Zee kira Zico sudah menyerah!
"Zico, lo ngapain ke sini? Hatchi!" Mendengar suara bersin Zee ditambah penampilannya yang terlihat lemah, bergegas Zico menghampiri Zee. Punggung tangannya di tempelkan di dahi bahkan di leher Zee.
"Panas. Lo sakit?"
Zee menggeleng lemah. Wajahnya pucat dengan sorot mata yang tampak sayu. "Cuman flu, nanti juga baikan. Gue harus ngajar, gue duluan-"
"Kita ke rumah sakit, ya?" Selaan Zico membuat kening Zee mengernyit. "Apaan, sih? Flu doang sama pusing dikit. Gue udah minum obat, kok. Udah, minggir, gue mau naik angkot. Gue masih harus kerja!"
"Zee badan lo panas. Lo nggak mungkin bisa ngajar dalam keadaan kayak gini! Udah, nurut sama gue, kita ke rumah sakit sekarang!" Zico menarik paksa Zee masuk ke mobil. Baru saja membuka pintu mobil, aroma bau dari pengharum mobil yang menyengat memasuki indera penciuman Zee. Mendadak perutnya mual sampai rasanya ingin sekali memuntahkan sesuatu.
"Kenapa diem? Ayo, masuk!"
"Nggak, nggak! Mobil lo bau, huwek!" Terlanjur tak bisa ditahan, Zee berlari mencari lahan kosong. Sarapan paginya yang berupa beberapa lembar roti tawar harus dimuntahkan.
"Zee?" Panik, Zico nenghampiri Zee dan menahan tubuhnya. Walaupun Zico merasa sedikit jijik melihat Zee yang mengeluarkan isi perutnya, Zico tidak bisa meninggalkan Zee begitu saja. Perempuan itu terlihat benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan.
"Udah mualnya, hm? Ke rumah sakit, ya?" Dalam keadaan begini, masih sempat-sempatnya Zee menggeleng. "Astaga, Zee! Lo baru aja muntah! Nurut, nggak!"
"Nggak mau masuk mobil lo, mobil lo bauuu! Kok, lo nggak ngerti, sih? Gue sampe muntah gini juga gara-gara bau mobil lo, Zico!"
Zico mengernyit bingung. "Yang bener aja lo! Mobil mahal gitu lo katain bau. Nyari alesan tuh yang bagus dikit, kek. Lo pikir gue akan percaya? Udah, nurut!" Zee kembali menggeleng bahkan meronta saat Zico menariknya paksa.
"Zee!" Peringat Zico. Kesabarannya di ujung tanduk saat ini.
"Nggak mau! Kok, lo jahat sih sama gue? Mobil lo tuh bau, ngerti nggak? Minimal lepas dulu pengharumnya, kek! Sama jangan pake AC!"
"Ck, ribet!" Walaupun Zico berkata demikian, laki-laki itu tetap menurut. Mengeluarkan pengharum mobil dan didekatkan pada Zee. Sontak Zee kembali mual namun tidak sampai kembali muntah.
"ZICO! Lo tuh kenapa sih seneng banget bikin gue menderita? Udah dibilangin bau masih aja nggak percaya!"
"Cek doang, Zee, kali aja lo salah. Udah, nih. Buruan masuk!"
^^^To be continued...^^^
Edit: Tinggalin jejaknya kakak-kakak sekalian! Like, comment, vote and 5☆:* DILARANG BACA LONCAT-LONCAT BAB!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Deasy Dahlan
Hah... Zee LO hamil anak zibco...
2024-02-04
1
Farida Wahyuni
hamil tu si zee nya.
2024-01-09
1
bulu jetek juki
zico juniornya udh jdi itu/Facepalm/
2023-12-13
2