Bab 18. Tak Semenakutkan Itu

Anindya berbalik badan, tanpa sengaja rambutnya yang panjang tersibak disusul oleh senyumnya yang mengembang sempurna menatap pria yang sedang berdiri tegak dengan wajah datar tepat di belakangnya.

Praduganya yang meleset membuatnya tidak jadi kecewa lantaran ternyata Arsatya menepati ucapannya.

Namun, berbeda. Melihat Anindya yang terlihat bahagia dengan senyum puasnya, Arsatya langsung membuang muka. Bukan karena kesal melihat ekspresi ceria di wajah cantik itu, tetapi senyuman Anindya begitu mengganggu.

Entah apa yang menyebabkan Arsatya tidak bisa menatap wanita itu lebih lama atau dia akan merasa tidak nyaman berlama-lama bertatapan dengan pemilik netra berbulu mata lentik itu.

“Cepat turun!” perintahnya tanpa menunggu Anindya yang sedang mendekat.

Arsatya berjalan mendahului, dia menuju ke ruangan keluarga. Namun, Anindya tidak setuju seharusnya bukan di sana.

“Ke ruang makan saja,” ajaknya yang tidak mendapat penolakan dari Arsatya karena memang itu hal kecil yang tidak perlu disanggah oleh pria itu.

“Bicara apa?” ucap Arsatya yang memulai saat keduanya sudah berada di meja makan dan dia langsung menarik kursinya.

“Sebentar, tadi Anin buat fuyunghai udang. Semoga masih enak,” jawab Anindya yang lantas membuka lemari penyimpanan makanan dan menarik piring berisi fuyunghai buatannya.

“Aku sudah makan,” kata Arsatya memutuskan bahkan sebelum Anindya menawarkan.

“Kapan? Maksudku, Mas belum makan malam, kan? Temani aku makan malam,” kata Anindya bukan lagi menawarkan, tetapi permintaan.

“Kamu baru makan malam? Semalam ini?” tanya Arsatya sejenak ia melihat ke dinding yang menunjukkan pukul setengah dua belas malam.

Anindya mengangguk, “Iya, baru sempat.”

“Baru sempat? Kenapa bisa? Tidak baik makan malam di jam segini, tidak usah!” tegas pria itu melarang. Kalau pun bukan seorang dokter pun, semua orang akan berpikir dua kali untuk menikmati makan malam di waktu menjelang tengah malam seperti itu.

“Tapi, aku lapar,” lirihnya sendu. Rela tidak rela jika urung menikmati fuyunghai buatannya. Padahal, itu sudah sangat menggoda di matanya.

“Ya sudah, makanlah. Jangan sampai tidak makan, tapi tidak untuk diulangi besok lagi,” cicit Arsatya. Percaya tidak percaya, Anindya tersenyum setelah mendengar persetujuan itu, tidak tahu karena diizinkan makan atau merasa ada sedikit perhatian di sana.

“Kamu juga makan, Mas. Aku yakin pasti kamu juga belum makan, kan? Ayolah, mubazir ‘kan kalau tidak dihabiskan,” ujar Anindya. Namun, Arsatya tetap menggeleng, tangannya malah menjangkau teko berisi air putih di dekatnya.

Tidak peduli pada penolakan itu, dia tetap menyajikan potongan fuyunghai di atas piring dan meletakkannya di hadapan pria itu. Malah, dia lantas menyiramkan saus di atas piring itu.

“Kau tidak dengar apa kataku sebelumnya?” herannya Arsatya yang lagi-lagi seperti tidak didengar saat Anindya terus melakukan apa yang menurutnya benar.

Tentu, bukan Anindya jika dia tidak memaksa.

Bukan Arsatya jika ucapannya diingkari sendiri. Dua orang yang teguh dalam pendiriannya.

“Ayo, cepat. Mau bicara apa?” tanya Arsatya setelah meneguk segelas air putih dari gelasnya.

Anindya bungkam, dia santai menikmati makanannya dengan menatap pria di depannya yang tidak pernah menatapnya dengan benar, “Tidak, sebelum Mas memakan masakanku,” kukuh wanita itu.

“Nggak, nanti bisa gemuk. Rawan penyakit,” ujarnya sama sekali tidak menyentuh makanan di depannya.

“Mas tahu tidak adab di meja makan? Susah payah aku menyajikan, mudahnya kamu menolaknya. Sejak kecil kita diajarkan supaya tidak boleh mengecewakan orang yang sudah membuatkan makanan, terlebih ini masakan–” ceramah Anindya.

“Iya, diamlah. Tidak usah cosplay jadi ustazah,” ucapnya nyinyir pada sang istri. Segera ditariknya piring itu mendekat dan mengambil garpu yang Anindya sodorkan.

Melihat seseorang di hadapannya yang lahap menikmati makanan hasil buatannya, Anindya merasa bangga saat pria itu tidak ragu saat menikmati suap demi suapnya. Sampai di akhir ia mengganti garpunya dengan sendok untuk menuntaskan suapan terakhir beserta dengan sausnya dengan posisi piring yang dimiringkan, habis tak bersisa.

Anindya terkekeh melihat orang yang sangat puas menikmati makanannya. Padahal, dia yang semula ogah-ogahan, kini malah terlihat kurang sampai mencari di bawah piringnya.

“Hehehe, ehem!” kekehan Anindya surut seketika saat dia yang tengah diperhatikan sadar dan menatap sekilas dengan judes padanya.

“Maaf. Bagaimana, enak, tidak?” ujar Anindya menjajakan pendapat.

“Tidak, tapi adabnya memang begitu,” alibinya.

Mengakui masakan itu enak? Tentu saja tidak mungkin karena dia menjunjung tinggi rasa gengsi.

Namun, matanya sesekali melihat pada piring Anindya yang masih tersisa separuh. Anindya membusungkan dadanya, “Kenapa? Mas mau aku buatkan lagi? Apa tidak rawan penyakit?” ujar Anindya menyindir.

Sekarang, Anindya mulai terbiasa dan dia merasa tidak semenakutkan itu berhadapan langsung dengan sang kakak ipar yang selama ini tampangnya garang nan mengerikan.

“Siapa yang memasak ini?”

“Aku, Anindya. Kenapa, enak ‘kan?” tanya wanita itu yang sudah sangat percaya diri dengan mengangkat tangannya untuk menyangga dagunya siap menerima pujian.

“Oh. Kalau Bi Ani yang memasak, maka besok dia tidak akan bekerja di sini lagi. Makanan ini tidak sehat, kolesterol tinggi, too oily,” ujarnya berkomentar seraya mengelap bibirnya dengan selembar tisu dan memperlihatkan seberapa banyak minyak yang menempel pada tisu itu.

Anindya sontak menarik mundur tubuhnya lesu, komentar baik yang dia harapkan sama sekali tidak ada yang keluar dari mulut pria itu.

Tanpa ada kata-kata lagi, keduanya diam. Anindya dengan wajah datar mengambil piring kotor itu untuk kemudian dicuci di wastafel.

“Taruh saja di sana, besok Bi Ani yang akan mencucinya. Istirahatlah,” ucap Arsatya.

Merasa jika wanita itu berubah ekspresi menjadi murung, entah mungkin sebab komentarnya pada masakannya. Jujur saja, pria itu merasa tidak enak hati, “Nin?” panggilnya melembut.

“Hem?” balasnya tanpa menoleh.

“Tadi telurnya lumayan, tapi jangan terlalu keseringan makan seperti itu dan tidak baik makan terlalu malam. Risiko tinggi terkena diabetes dan penyakit lainnya. Setelah ini jangan langsung tidur, tunggu beberapa saat atau nanti bisa terkena gerd,” ujar Arsatya persis seperti dokter yang sedang menceramahi pasiennya.

Wanita itu tersenyum setelah mendengar kata ‘lumayan’, meski setelahnya mendapat peringatan panjang lebar tentang bahayanya. “Iya, pak dokter,” jawab Anindya setelahnya.

Bahkan, kini mereka terlupa apa yang sebenarnya akan dilakukan di maja makan itu. Arsatya sadar, jika dia sudah terlalu banyak bicara. Tanpa aba-aba dia ingin segera pergi dari tempat itu, tetapi kemudian Anindya yang tersadar dengan tujuan awalnya memanggilnya.

“Mas, tunggu! Jadi, aku dibolehin pergi bimbingan tidak? Aku harap kamu tidak mengatakan jika itu mendadak,” ujar Anindya sebelum suaminya pergi dari ruang makan.

“Kemarin kamu sudah memberitahuku,” jawab Arsatya dengan kerutan di dahinya.

Anindya cemberut, “Iya, tapi kamu belum mengatakan boleh atau tidaknya.”

“Menurutmu?”

“Tidak tahu, sebab kamu belum menjawabnya,” ujar Anindya.

“Kamu yang tidak pernah bertanya sebelumnya, hanya memberitahu saja.”

“Oh iya juga,” kata hati Anindya mengakui

Anindya tersenyum, “Oh, jadi harus ada kalimat tanya dulu, nih? Baiklah. Yang terhormat, Bapak Arsatya Pramana, apakah Anda mengizinkan saya pergi ke Jogja untuk melakukan bimbingan pada lusa mendatang?” Anindya bertanya dengan menangkupkan kedua telapak tangannya, berujar secara formal selayaknya tutur bahasa yang paling agung untuk meminta izin supaya tidak ada lagi penolakan.

“Hem,” jawabnya singkat tanpa ekspresi. Lantas, berlalu pergi.

“Mas Satya, ada lagi!” Pekik Anindya sebelum pria itu melangkah lebih jauh.

“Anak kamu sudah bisa tengkurap sejak kemarin!” teriak Anindya yang ingin sekali memberikan kabar perkembangan si kembar pada ayahnya itu.

Kali ini Arsatya tidak memberikan sautan apapun, hanya saja pada bibirnya tercetak senyum simpul dengan penuh kebahagiaan saat mendengarnya.

“Terima kasih,” bibirnya bergerak sunyi, sesunyi embusan napasnya. Entah, berterima kasih pada siapa dan untuk apa. Hanya kata itu yang spontan terucap dari bibirnya.

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Wah si kembar udh bisa tengkurap..makin lucu pastinya

2023-12-25

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab 1. Saat Takdir Berbicara
3 Bab 2. Menyusui Pertama Kali
4 Bab 3. Si Paling Repot
5 Bab 4. Sang Pawang
6 Bab 5. Satu Tujuan
7 Bab 6. Yang Dibutuhkan
8 Bab 7. Menikah
9 Bab 8. Pasca Menikah
10 Bab 9. Kehilangan
11 Bab 10. Pria Merana
12 Bab 11. Tak Sengaja Diingatkan
13 Bab 12. Memulai
14 Bab 13. Mengusir Ranti
15 Bab 14. Keadaan Telah Mengubahnya
16 Bab 15. Kesabaran Teruji
17 Bab 16. Sosok yang Berbeda
18 Bab 17. Win Win Solution
19 Bab 18. Tak Semenakutkan Itu
20 Bab 19. Tiada Yang Salah
21 Bab 20. Tamu Pria
22 Bab 21. Masih Ada Urusan
23 Bab 22. Merawat Luka
24 Bab 23. Misteri Sup Sus Anti
25 Bab 24. Buku Harian Amelia
26 Bab 25. Tergantikan
27 Bab 26. Salah Nama
28 Bab 27. [Flash Back] Suara Hati Arsatya
29 Bab 28. Lancang
30 Bab 29. Mengadu
31 Bab 30. Pergi
32 Bab 31. Biar Merasakan
33 Bab 32. Bukan Pengasuh
34 Bab 33. Nyaman
35 Bab 34. Pesona Anindya
36 Bab 35. ACC
37 Bab 36. Circle
38 Bab 37. Viral
39 Bab 38. Ada Apa Dengannya
40 Bab 39. Menyerah
41 Bab 40. Siapa Aku Di Hidupmu
42 Bab 41. Merakit Ulang
43 Bab 42. Hari Baru
44 Bab 43. Karina
45 Bab 44. Memulai
46 Bab 45. Bukan Sekarang
47 Bab 46. Melepas Pergi
48 Bab 47. Tamu Tak Diundang
49 Bab 48. Ansha yang Malang
50 Bab 49. Jangan Pergi
51 Bab 50. Mereka Lebih Penting
52 Bab 51. Ujian
53 Bab 52. Tidak Marah
54 Bab 53. Dunia (Belum) Hancur
55 Bab 54. Dia Pelakunya
56 Bab 55. Ganjaran
57 Bab 56. Dibatasi
58 Bab 57. Tidak Perlu Tahu
59 Bab 58. Menantang
60 Pengumuman
61 Bab 59. Sebuah Janji
62 Bab 60. Pinjam Seratus
63 Bab 61. Tidak Usah Peduli
64 Bab 62. Hari Wisuda
65 Bab 63. Hari Wisuda 2
66 Bab 64. Tidak Bisa
67 Bab 65. Galau
68 Promosi : Jadikan Aku Satu-Satunya
69 Bab 66. Buat Aku Percaya
70 Bab 67. No (Child) More
71 Bab 68. Menemui Ansha
72 Bab 69. Dua Jenazah
73 Bab 70. Apalagi Lagi yang Akan Diambil
74 Pengumuman
75 Bab 71. Ikhlas
76 Bab 72. Nyaris Sempurna
77 Bab 73. Co-Assistant
78 Bab 74. Hamil
79 Bab 75. Kejutan
80 Bab 76. Ingatkah Janji Itu
81 Bab 77. Biarkan Kami Hidup
82 Bab 78. Pilih Satu
83 Bab 79. Sagita
84 Bab 80. Beri Satu Kesempatan
85 Bab 81. Pagi yang Indah
86 Bab 82. Pelaku Tertangkap
87 Bab 83. Insecure
88 Bab 84. Baby Boy
89 Bab 85. Aqiqah
90 Dari Author
91 Epilog
92 GIMME YOUR LOVE
93 Promosi : Sebatas Rumah Singgah
Episodes

Updated 93 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1. Saat Takdir Berbicara
3
Bab 2. Menyusui Pertama Kali
4
Bab 3. Si Paling Repot
5
Bab 4. Sang Pawang
6
Bab 5. Satu Tujuan
7
Bab 6. Yang Dibutuhkan
8
Bab 7. Menikah
9
Bab 8. Pasca Menikah
10
Bab 9. Kehilangan
11
Bab 10. Pria Merana
12
Bab 11. Tak Sengaja Diingatkan
13
Bab 12. Memulai
14
Bab 13. Mengusir Ranti
15
Bab 14. Keadaan Telah Mengubahnya
16
Bab 15. Kesabaran Teruji
17
Bab 16. Sosok yang Berbeda
18
Bab 17. Win Win Solution
19
Bab 18. Tak Semenakutkan Itu
20
Bab 19. Tiada Yang Salah
21
Bab 20. Tamu Pria
22
Bab 21. Masih Ada Urusan
23
Bab 22. Merawat Luka
24
Bab 23. Misteri Sup Sus Anti
25
Bab 24. Buku Harian Amelia
26
Bab 25. Tergantikan
27
Bab 26. Salah Nama
28
Bab 27. [Flash Back] Suara Hati Arsatya
29
Bab 28. Lancang
30
Bab 29. Mengadu
31
Bab 30. Pergi
32
Bab 31. Biar Merasakan
33
Bab 32. Bukan Pengasuh
34
Bab 33. Nyaman
35
Bab 34. Pesona Anindya
36
Bab 35. ACC
37
Bab 36. Circle
38
Bab 37. Viral
39
Bab 38. Ada Apa Dengannya
40
Bab 39. Menyerah
41
Bab 40. Siapa Aku Di Hidupmu
42
Bab 41. Merakit Ulang
43
Bab 42. Hari Baru
44
Bab 43. Karina
45
Bab 44. Memulai
46
Bab 45. Bukan Sekarang
47
Bab 46. Melepas Pergi
48
Bab 47. Tamu Tak Diundang
49
Bab 48. Ansha yang Malang
50
Bab 49. Jangan Pergi
51
Bab 50. Mereka Lebih Penting
52
Bab 51. Ujian
53
Bab 52. Tidak Marah
54
Bab 53. Dunia (Belum) Hancur
55
Bab 54. Dia Pelakunya
56
Bab 55. Ganjaran
57
Bab 56. Dibatasi
58
Bab 57. Tidak Perlu Tahu
59
Bab 58. Menantang
60
Pengumuman
61
Bab 59. Sebuah Janji
62
Bab 60. Pinjam Seratus
63
Bab 61. Tidak Usah Peduli
64
Bab 62. Hari Wisuda
65
Bab 63. Hari Wisuda 2
66
Bab 64. Tidak Bisa
67
Bab 65. Galau
68
Promosi : Jadikan Aku Satu-Satunya
69
Bab 66. Buat Aku Percaya
70
Bab 67. No (Child) More
71
Bab 68. Menemui Ansha
72
Bab 69. Dua Jenazah
73
Bab 70. Apalagi Lagi yang Akan Diambil
74
Pengumuman
75
Bab 71. Ikhlas
76
Bab 72. Nyaris Sempurna
77
Bab 73. Co-Assistant
78
Bab 74. Hamil
79
Bab 75. Kejutan
80
Bab 76. Ingatkah Janji Itu
81
Bab 77. Biarkan Kami Hidup
82
Bab 78. Pilih Satu
83
Bab 79. Sagita
84
Bab 80. Beri Satu Kesempatan
85
Bab 81. Pagi yang Indah
86
Bab 82. Pelaku Tertangkap
87
Bab 83. Insecure
88
Bab 84. Baby Boy
89
Bab 85. Aqiqah
90
Dari Author
91
Epilog
92
GIMME YOUR LOVE
93
Promosi : Sebatas Rumah Singgah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!