Alena telah menyadari bahwa ia telah melakukan sebuah kesalahan yang sangat serius.
“Coba kau tebak, di mana dua bunga voting kita sekarang?” Ucap Alena pada Ami.
“Bukankah nyonya yang membawanya?, tunggu, jangan bilang nyonya adalah orang yang bernyali besar itu?” Ucap Ami dengan wajah takut.
Alena lalu memasang wajah yang lemas dan mengangguk, sementara itu, Ami yang menyadari bahwa masalah besar telah mengancam nyonyanya, langsung menyuruh Alena untuk segera pergi meninggalkan rumah itu, karena ia tau bahwa tuan muda Rai tidak akan melepaskan Alena dengan mudah.
Alena yang sedikit cemas menjelaskan kepada Ami kalau sebenarnya ia telah salah paham, ia mengira bahwa Rai adalah salah satu peserta pada malam itu karena memakai kemeja putih seperti peserta lainnya.
Alena begitu panik dan ketakutan ia memakan banyak buah yang ada di depannya untuk menenangkan fikirannya agar bisa berfikir dengan jernih, Ami yang melihat itu merasa sangat heran.
“Apakah Rai selalu kejam kepada semua orang? Dan tidak ada pengecualian?” Tanya Alena pada Ami.
“Pengecualian hanya ada untuk orang yang di cintai tuan.” Ucap Ami pada Alena
(Pengecualian untuk orang yang dia cintai?. Lalu bagaimana dengan orang yang mencintai dirinya?, Jika tidak ada pengecualian, apakah ada sedikit toleransi?, Jika tidak ada toleransi, setidaknya dia tidak akan menganggapku sebagai musuh kan?) ucap alena dalam hati sambil terus mencari jalan keluar.
“Ami aku punya ide!, dan kau harus membantuku untuk melakukan sesuatu.” Ucap Alena pada Ami.
Sementara itu, Rai telah sampai di depan pintu rumah keluarga Luwis, ia membuka pintu begitu keras, kemudian masuk dengan sangat marah dan aura yang ingin membunuh, Rai berjalan menuju kamar pengantinnya dengan alena tetapi ketika ia ingin masuk, langkahnya terhenti oleh suara Alena yang sedang berbicara dengan Ami.
“Nyonya muda maafkan aku, kau memintaku untuk menyuruh seorang pembuat teh membawakan teh kepada tuan muda, namun aku tidak menemukan tuan muda di sana.” Ucap Ami pada Alena.
“Ini bukan salahmu, dia tidak ada di sana.” Ucap Alena menenagkan Ami.
“Namun, aku masih tidak mengerti, jelas jelas kau yang ingin membawakan teh untuk tuan muda, tapi kenapa kau malah menyuruhku bilang bahwa itu adalah teh dari orang rumah?. Bahkan jika tuan muda tidak ada di sana, aku bisa menyampaikan kepada menajer club untuk menyampaikan kekhawatiranmu pada tuan muda.” Ucap Ami lagi pada Alena
“Dia sudah salah paham denganku, aku takut kekhawatiranku hanya membuat dia semakin tidak nyaman, aku hanya ingin memberikan teh kepadanya untuk menghilangkan rasa mabuknya dan tidak penting dia tahu siapa yang memberikannya.” Ucap Alena pada Ami.
“Nyonya muda, semua orang selalu mengatakan bahwa kau sedang memanfaatkan tuan muda dengan kandunganmu. Namun, kenapa aku merasa kau malah berhati hati dan seperti tidak memanfaatkan situasi ini, aku malah melihatnya lebih seperti kau sedang menyukai tuan muda.” Ucap Ami
Sementara itu Rai masih berdiam di depan pintu kamar Alena dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua, ia sedikit terkejut dangan ucapan Ami yang mengatakan bahwa Alena menyukainya, ia tidak percaya dan kembali mendengarkan pembicaraan Ami dan Alena.
“Aku sebenarnya sudah mengenalnya sejak lama, dulu waktu masih kecil saat aku belajar menggambar, aku melihat sebuah lukisan di internet yang berjudul anak pertama, aku sangat tertarik pada lukisan itu dan aku pikir, orang yang melukisnya pasti adalah orang yang hebat dan menarik, jadi aku meminta orang tuaku untuk mengajariku, lalu mereka berkata kalau lukisan itu di lukis oleh putra sulung keluarga Luwis dan dia juga masih kecil saat itu, kemudian aku meminta lagi pada keluargaku untuk menikah dengannya.” Ucap Alena sambil tersenyum pada Ami.
Rai yang mendengar perkataan Alena merasa ada yang salah dengan wanita ini, bagaimana mungkin ada seorang wanita yang menyukai seorang pria hanya dari sebuah lukisan tanpa ia melihat wajah dan asal usul keluarganya. Setelah mendengarkan pembicaraan Alena dan Ami, Rai kemudian membuka pintu dengan kasar dan membuat Ami terkejut sampai ketakutan, ia kemudian menyuruh Ami untuk segera keluar dari kamar itu, Ami yang melihat tuan Rai yang begitu marah segera pergi meninggalkan kamar Alena, sedangkan Alena tetap duduk dengan tenang di kursinya sambil terus berpura pura buta dan berpura pura tidak mengetahui apapun. Rai kemudian berjalan mendekati Alena sambil memagang wajah Alena ia berkata.
“Aku ingin berbicara baik baik dengan penggemarku.”Ucap Rai dengan wajah yang dingin.
“Coba katakan, mengapa lukisan itu membuatmu ingin menikah denganku?” Ucap Rai sambil melonggarkan dasinya.
“Aku hanya berpikir kalau lukisan itu sangat menarik.” Jawab Alena sedikit ketakutan.
“Apakah kau belum pernah melihat bebek bertelur?” Tanya Rai lagi kepada Alena.
“Pernah, namun yang ada di lukisan itu lebih istimewa, pandangan pertama yang di lihat oleh bebek kecil di dalam cangkang pada lukisan itu adalah matahari yang terbit di pantai, aku seperti mendengar suara pecahan telur itu di sebuah sudut ruangan, dan di dalam lukisan itu, cangkang bebek yang pecah menjadi pusat perhatiannya, tapi maksud sebenarnya pada lukisan itu, menggambarkan seorang bayi yang baru lahir, itulah sebabnya saya sangat tertarik dengan lukisan itu.” Jawab Alena dengan tenang, sambil tersenyum saat menjelaskan pandangannya terhadap lukisan yang di buat oleh Rai.
Melihat Alena berbicara tentang lukisan itu dengan wajah tenang dan senyum yang terus tepancar di wajahnya, membuat hati Rai tidak karuan sehingga hal itu membuatnya semakin marah dan malah mengira bahwa Alena hanya sedang berpura pura agar dia bisa menarik perhatiannya, Rai kemudian mengambil pisau buah yang berada di meja dekat tempat duduk Alena dan mengarahkan pisau tersebut ke wajah Alena bahkan ingin menusuk mata Alena untuk mengetahui apakah Alena benar benar buta atau hanya berpura pura saja, tapi ketika pisau itu di arahkan tepat di depan mata Alena, Alena tampak begitu tenang dan hanya tersenyum sambil terus membicarakan tentang lukisan itu dan berpura pura sedang tidak terjadi apa apa. Rai kemudian melempar pisau itu kelantai dan berkata di dalam hati.
(Cihhhh, dia memang buta, pelaku di club malam itu memang bukan dia). Ucapnya dalam hati.
Alena yang mendengar suara pisau yang di lemparkan Rai ke lantai, pura pura tidak tau apa apa dan bertanya.
“Suara apa itu?” Ucapnya ketakutan.
Rai tidak mempedulikan pertanyaan Alena. Dan sambil memegang wajah Alena dengan kasar, ia berkata.
“Apa kau menyukaiku hanya karena lukisan?” Ucap Rai sambil membelai wajah Alena dengan kasar.
“Ya, aku menyukaimu, aku menyukai dirimu yang menggambar lukisan itu tapi aku juga tau bahwa aku tidak pantas.” Ucap Alena dengan tangan yang ingin menyentuh wajah Rai, Alena juga berkata bahwa Rai mungkin tidak akan percaya kepadanya bahwa bukan dia yang merencanakan penipuan itu, Alena juga berkata bahwa ia sadar diri, kalau Rai adalah putra dari seorang bangsawan sedangkan ia hanyalah seorang wanita yang buta, ia juga mengatakan bahwa ia serius ketika ia mengatakan tidak menginginkan anak yang ada di kandungannya ini, dan ingin menggugurkannya agar tidak merepotkan Rai, ia memang menyukai Rai tetapi ia sama sekali tidak pernah berfikir untuk berniat buruk pada Rai, Alena juga mengatakan bahwa setelah perjanjian kontrak itu selesai, ia akan pergi dan tidak akan pernah datang untuk menemui Rai lagi. Alena mengatakan itu sambil menunduk sedih dan menarik kembali tangannya yang ingin menyentuh wajah Rai.
Rai yang mendengar ucapan Alena sempat terpaku tetapi ia masih tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Alena. Untuk meyakinkan Rai, Alena berpura pura menangis dan meneteskan air matanya agar Rai bisa percaya padanya, hal itu membuat hati Rai sedikit goyah dan kemudian mencium bibir Alena dengan sedikit kasar, Alena hanya terkejut dengan ciuman yang di daratkan Rai pada bibirnya, ia tidak bisa menolak jadi ia hanya bisa membalas ciuman itu.
...BERSAMBUNG........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments