Ruang kamar
Kalaya nampak terdiam di sudut ruangan tersebut dengan raut wajah yang datar. Pikirannya saat ini benar-benar hanya terisi dengan Daniel. Pria tersebut sangat membuat Kalaya penasaran, entah takdir apa yang membuat Kalaya mendadak terhubung dengannya. Tapi yang jelas ada sesuatu yang tidak Kalaya ketahui tentang Daniel maupun juga dirinya.
Kalaya menghembuskan napasnya dengan kasar dan mulai mengambil posisi rebahan. Sambil menatap ke arah langit-langit kamarnya, Kalaya nampak merenung sejenak.
"Apa yang membuat ku tidak bisa mendengar suara hati Daniel? Apa yang sebenarnya terjadi? Akhhh mengapa semakin dipikirkan malah menjadi semakin rumit tanpa arah tujuan?" ucap Kalaya dengan nada yang menggerutu.
Kalaya bangkit dari posisinya dan membenarkan rambutnya sejenak.
"Sepertinya aku benar-benar harus mencari tahu segalanya. Apapun yang akan aku temukan nantinya, aku harap bukan sebuah masalah yang besar." ucap Kalaya dengan raut wajah yang yakin.
***
Mansion utama
Dengan langkah kaki yang besar, Daniel terlihat terus membawa langkah kakinya menuju ke tempat dimana Saga biasa bersantai.
Terlihat jelas raut wajah menegang milik Daniel saat itu, membuatnya sama sekali tak ingin berdiskusi tentang hal apapun juga saat ini.
"Apa maksud Kakek sebenarnya?" ucap Daniel secara langsung, membuat Saga yang mendengar perkataan Daniel lantas mengernyit dengan raut wajah yang bingung.
"Ada apa ini? Bukankah jika bertanya dengan orang yang lebih tua kamu harus berbicara lebih sopan? Setidaknya hargai Kakek Daniel!" ucap Saga sambil bangkit dari tempat duduknya.
"Aku sedang tidak berniat untuk bercanda, apa yang Kakek lakukan benar-benar tidak bisa ku mengerti dari sudut pandangan manapun juga." ucap Daniel dengan kesal.
"Tentang apa ini? Tidakkah seharusnya kamu memberitahu Kakek clue nya?" ucap Saga kembali bertanya.
"Haris dan HA Company! Bukankah dua nama itu terdengar sangat tidak asing? Katakan sebenarnya tentang niat Kakek, sebelum aku mengetahuinya sendiri!" ucap Daniel dengan tegas.
Mendengar dua nama itu disebut membuat Saga tersenyum dengan tipis. Ditatapnya raut wajah Daniel yang nampak begitu tegang saat ini, kemudian menghela napasnya dengan panjang.
"Sepertinya Kakek sudah ketahuan rupanya, baiklah kalau begitu mari kita luruskan segalanya. Kakek ingin kamu bergabung dengan perusahaan induk." ucap Saga namun kali ini dengan raut wajah yang serius.
"Kek cobalah untuk mengerti, bukankah perusahaan induk sudah dijalankan oleh Kak Eno? Lalu untuk apalagi aku di sana? Apa Kakek ingin mengundang perseteruan diantara kami berdua?" ucap Daniel yang tak mengerti sedikitpun tentang perkataan Saga barusan.
"Sekarang waktunya kamu kembali, lupakan kejadian di masa lalu dan mari menatap masa depan yang lebih cerah." ucap Saga sambil menepuk bahu cucunya dengan pelan.
Daniel yang mendapati hal tersebut lantas menggeser tubuhnya pelan, seakan sebagai sebuah isyarat jika ia tak setuju dengan perkataan Saga barusan.
"Sudah cukup Kakek mengacaukan proyek milik ku, apa Kakek ingin membuat ku bangkrut atau apa? Bukankah sudah ku katakan berulang kali, jika aku sama sekali tidak tertarik dengan Perusahaan induk. Kak Eno lebih berhak daripada aku." ucap Daniel kembali namun kali ini dengan nada yang lebih tegas.
"Meski dia bukan pewaris sah keluarga Darren? Apa kamu akan tetap menyerahkannya?" ucap Saga yang ikut tersulit emosi.
"Kakek!" pekik Daniel yang seakan tidak ingin mendengar perkataan Saga barusan.
"Hentikan! Sudah cukup! Aku sama sekali tidak ingin membahas hal ini. Sebaiknya aku pergi, aku rasa pembicaraan kali ini tidak akan menemukan titik terang." ucap Daniel sebelum pada akhirnya melangkahkan kakinya berlalu pergi dari sana.
"Kamu harus pikirkan baik-baik keputusan ini, Kakek melakukan semua ini demi kebaikan mu!" teriak Saga yang melihat kepergian cucunya saat itu.
***
Danau
Mobil yang dikendarai oleh Daniel sebelumnya, nampak terparkir tepat di tepi danau malam itu. Daniel yang pikirannya sedang penuh, lantas terlihat menatap ke arah danau dan bersandar di kap mobilnya.
"Apa sebenarnya mau Kakek?" ucap Daniel dengan nada yang terdengar begitu lirih.
.
.
.
.
Beberapa tahun silam
Seorang bocah 10 tahunan nampak berlarian dengan raut wajah sumringah menuju ke arah mansion belakang. Dipegangnya sebuah pesawat kertas buatannya saat itu dengan erat dan berhenti tepat di belakang seorang remaja dengan kisaran usia 15 tahunan.
"Lihatlah Kak apa yang ku buat.. Bukan kah ini nampak sangat indah, jika aku besar nanti aku ingin mengendarai ini bersama dengan Ka..." ucap Daniel namun terpotong ketika melihat jika Eno menggeser pesawat kertasnya hingga jatuh.
"Jangan mengganggu ku! Apakah kamu tidak lihat aku sedang belajar? Aku benar-benar sangat sibuk! Pergi sana ...." ucap Eno dengan nada yang kasar.
"Ayolah kita main sebentar... Sebentar saja... Ayo Kak..." ucap Daniel yang seakan merasa acuh dengan sikap Eno barusan.
Eno yang mendapati Daniel terus menariknya tanpa henti, lantas langsung menarik tangannya dengan kasar dan membuat Daniel tersungkur cukup keras.
"Aku tidak ada waktu untuk bermain-main dengan mu, putra kesayangan Kakek seperti mu pasti tidak akan mengerti bagaimana perasaan ku, agar bisa membuat Kakek melihat ku sedikit saja!" ucap Eno dengan nada yang ketus, sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana meninggalkan Daniel yang menatap kepergian Eno dengan mata berkaca-kaca.
Daniel yang merasa tak dianggap oleh Kakaknya, lantas terlihat bangkit dengan raut wajah yang sayu, tanpa sadar jika ternyata setiap hal yang terjadi di sana rupanya disaksikan oleh Saga.
.
.
Ruang keluarga
Dengan perasaan yang kecewa Daniel nampak berjalan dengan langkah gontai menuju ke arah ruang tengah. Disaat langkah kakinya hampir mendekat ke arah ruang keluarga, samar-samar ia mendengar sebuah percakapan yang seharusnya tidak ia ketahui saat itu.
"Didik Eno dengan benar, jika kamu masih mau ia berada di Rumah ini. Aku tidak suka tingkahnya yang sangat kasar kepada Daniel. Dia pikir dia siapa ha? Apa membawanya ke Rumah ini dan memberikan segalanya kepada dia, sama sekali tidak cukup? Lalu apa lagi yang dia inginkan?" ucap sebuah suara yang Daniel yakin jika itu adalah Kakeknya.
"Pa.. Jangan mengatakan hal tersebut, bagaimana jika Eno mendengarnya? Dia pasti akan sakit hati." ucap Vallen dengan nada yang tercekat.
"Apa maksud Kakek sebenarnya?" ucap Daniel kecil dengan raut wajah yang bertanya-tanya.
Flashback off
***
Sementara itu di salah satu bandara yang terletak di Ibukota, sebuah pesawat pribadi nampak mendarat dengan mulus di sana. Seorang Pria tinggi tegap, nampak mulai melangkahkan kakinya turun dan menemui seseorang yang telah menantinya di bawah saat itu.
"Selamat datang kembali Tuan Eno..." ucap sebuah suara yang lantas membuat Eno tersenyum dengan tipis menatap ke arahnya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments