Daniel yang mendengar segala ocehan keluar dari mulut Kalaya tanpa henti, hanya bisa menghela napasnya dengan panjang.
Entah apa yang terjadi kepada Kalaya selama ini, hingga membuatnya menaruh pagar yang begitu tinggi untuk setiap orang yang berada di dekatnya. Tak ada yang bisa menembus pagar yang dibuat kokoh oleh Kalaya, membuat Daniel sedikit kesulitan dalam menanganinya.
Daniel yang merasa frustasi menangani Kalaya, pada akhirnya mengambil beberapa obat milik Kalaya dan memasukkannya ke dalam mulut, tanpa sepengetahuan Kalaya.
Sebuah c1uman tanpa peringan yang berasal dari Daniel mendadak mendarat di mulut Kalaya, membuat tubuh Kalaya mendadak kaku ketika bibir miliknya bertaut dengan bibir lembut nan kenyal milik Daniel saat itu.
"Apa yang sebenarnya sedang Pria ini lakukan sekarang?" ucap Kalaya dalam hati bertanya-tanya.
Ketika mulut Kalaya terbuka dan memberikan celah untuknya, dengan sekali gerakan Daniel mendorong masuk setiap obat yang berada di mulutnya, tepat ketika bibir keduanya saling bertautan.
Manik mata Kalaya tentu saja membulat ketika pada akhirnya ia bisa membaca setiap tindakan yang dilakukan oleh Daniel saat ini.
"Minum ini dan telan pilnya!" perintah Daniel dengan nada yang tegas, membuat Kalaya tidak bisa berkutik dan langsung menuruti perkataan Daniel.
"Apa yang..." ucap Kalaya dengan raut wajah yang bingung.
"Sudah ku bilang untuk tenang, apa kata-kata itu saja tidak cukup untuk membuat mu diam?" ucap Daniel dengan nada yang terdengar begitu santai.
"Apa katamu?" ucap Kalaya yang tak mengerti akan perkataan Daniel barusan.
"Sekarang makan dan isi perut kosong mu, setelah itu kamu boleh mengoceh kembali." ucap Daniel sambil menyodorkan sesendok bubur kepada Kalaya.
"Tidak, aku sedang tidak nafsu makan saat ini." ucap Kalaya dengan kesal.
"Baiklah kalau begitu..." ucap Daniel sambil memasukkan sendok tersebut ke dalam mulutnya.
Kalaya yang terkejut akan tingkah Daniel saat ini, tentu saja langsung menatap tak percaya ke arahnya. Dengan raut wajah yang khawatir, Kalaya menutup mulutnya dengan spontan, takut jika Daniel akan kembali memberikannya lewat mulut.
Hal tersebut tentu saja membuat Daniel tersenyum dengan tipis, melihat reflek yang diberikan oleh Kalaya barusan.
"Apa yang kamu lakukan? Aku bahkan hanya sedang mencicipinya, tunggu sebentar... Apa kamu sungguh-sungguh sedang memikirkan hal tersebut? Ayolah aku bahkan tidak segila itu!" ucap Daniel sambil tertawa dengan geli.
"Aku hanya... Berikan kepada ku..." ucap Kalaya sambil menarik mangkuk bubur tersebut dan menahan rasa malu yang menyelimutinya.
Daniel mendekat ke arah Kalaya, ketika gadis itu nampak menunduk sambil menyuapkan bubur tersebut ke dalam bibirnya.
"Apa kamu benar-benar ingin menerimanya dari mulut ku secara langsung? Jika kamu berkata iya mungkin aku akan mempertimbangkannya kembali..." goda Daniel yang lantas membuat manik mata Kalaya membulat dengan seketika.
"Jangan berani-berani untuk melakukannya, meski anda adalah atasan saya, hal tersebut sama sekali tidak lucu!" ucap Kalaya dengan nada penuh penekanan.
Daniel bangkit dari tempat duduknya begitu mendengar kata-kata judes dari Kalaya barusan.
"Setelah mendengar kata-kata mutiara mu itu, aku rasa kamu telah sembuh sepenuhnya. Aku memberimu waktu istirahat, tak perlu khawatir soal perusahaan atau yang lainnya karena aku lah CEO nya." ucap Daniel dengan angkuh sebelum pada akhirnya berlalu pergi keluar dari ruang perawatan tersebut.
"Dasar sombong!" ucap Kalaya dengan nada yang lirih.
***
Siang harinya
Kalaya nampak termenung di atas brankar pasiennya saat itu. Entah apa yang kini singgah di pikirannya, namun yang jelas fakta jika Kalaya tidak bisa membaca isi hati Daniel benar-benar telah mengganggunya.
"Apa yang membuat ku tidak bisa mendengarnya? Apa dia berbeda? Jika memang benar... Apa yang membuatnya berbeda?" ucap Kalaya dengan raut wajah yang serius.
Pikirannya saat ini benar-benar tidak bisa jernih, sakit kepala yang kini ia rasakan sama sekali tidak bisa membuatnya berpikir dengan jernih.
Dipijatnya pelipis miliknya secara perlahan sambil berusaha menjernihkan pikirannya. Sampai kemudian sebuah suara ketukan di pintu ruang perawatannya saat itu, lantas membuyarkan segala lamunan Kalaya saat ini.
"Maaf mengganggu sebentar, saya ditugaskan Tuan muda untuk membereskan segalanya di sini." ucap Fandi dari arah pintu masuk saat itu.
"Apakah aku sudah bisa pulang?" ucap Kalaya dengan raut wajah yang sumringah.
"Seharusnya belum, karena kamu terus mendesak pihak dokter maupun Tuan untuk melakukan rawat jalan, maka Tuan telah memutuskan solusi yang tepat untuk keduanya yaitu..." ucap Fandi namun terpotong dengan perkataan Kalaya barusan.
"Baiklah kalau begitu, aku bahkan sudah tidak sabar menyapa ranjang empuk milik ku yang hangat. Aku akan pulang..." ucap Kalaya sambil bangkit dari tempatnya.
"Tunggu sebentar, kamu tidak bisa pergi sendirian." ucap Fandi sambil berusaha untuk menahan tangan Kalaya.
"Tak perlu khawatir karena aku tahu jalan untuk pulang ke Rumah ku sendiri." jawab Kalaya dengan santai.
"Bukan ke Rumah mu, melainkan ke suatu tempat yang ditunjuk oleh Tuan secara langsung. Jika anda menolak maka anda tidak punya pilihan lain selain menetap dan menjalankan perawatan di Rumah sakit hingga sembuh total." ucap Fandi yang tentu saja mengejutkan Kalaya saat itu.
"Apa katamu?" pekik Kalaya dengan raut wajah yang terkejut.
"Maaf, saya hanya menjalankan perintah... Mari ikut saya!" ucap Fandi sambil mengarahkan Kalaya untuk mengikuti jalannya.
"Tapi..."
***
Sebuah Apartment di pusat ibukota
Langkah kaki Kalaya perlahan-lahan mulai masuk mengikuti langkah kaki Fandi memasuki sebuah Apartment dengan lingkup yang cukup besar.
Sebenarnya Kalaya bukanlah tipe seseorang yang menuruti perkataan orang lain. Hanya saja Kalaya yang tidak bisa mendengar isi hati milik Daniel, lantas membuatnya begitu penasaran dengan sosok Pria tersebut.
"Jika ada sesuatu yang kamu perlukan, kamu bisa menghubungi saya, saya permisi..." ucap Fandi sebelum pada akhirnya berlalu pergi dari sana.
Setelah kepergian Fandi, suasana mendadak menjadi hening. Kalaya melangkahkan kakinya secara perlahan semakin masuk dan melihat setiap inci ruangan tersebut.
Tidak ada yang spesial dari Apartment tersebut, selain beberapa berkas kerja yang terletak sedikit berserakan di area sudut ruangan.
Kalaya mengernyit ketika mendapati beberapa desain perhiasan dan juga baju berada di sana. Sehingga membuat Kalaya terus membawa langkah kakinya masuk dan menyusuri area Apartment tersebut.
"Apa dia pernah tinggal di sini? Mengapa banyak sekali desain berserakan? Jika memang benar.. Lalu Mansion waktu itu?" ucap Kalaya yang seakan-akan bertanya-tanya pada diri sendiri.
Kalaya mengedarkan pandangannya ke area sekitar dengan seksama. Sampai kemudian sebuah suara pintu kamar mandi yang terbuka, lantas mengejutkan Kalaya dengan seketika.
Criet....
"Aaaaaaaaaa" teriak Kalaya dengan spontan.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments