Zavandria.
Mendengar nama salah satu kerajaan di Benua Zalevine itu, kebanyakan orang pasti akan langsung terpikirkan dengan; laki-laki sangat diagungkan sedangkan perempuan ditindas sedemikian rupa. Pemerkosaan atau pelecehan terhadap perempuan sangat lumrah di Zavandria. Oleh karena itu, Zavandria dikenal sebagai surganya para laki-laki brengsek yang ingin memperlakukan perempuan sesuka hati mereka.
Raja mereka sendiri tak ada bedanya. Ia memiliki banyak selir dan kekasih. Para perempuan yang menolaknya akan langsung dihukum berat.
Zavandria sendiri tidak kaya akan sumber daya alam. Pendapatan terbesarnya berasal dari pajak judi, penjualan dan pembelian perempuan, dan penjualan senjata, seperti; pedang, tombak, panah, trisula dan sebagainya.
"Cassitovia berniat merebut Benua Lusio." Seorang laki-laki paruh baya yang tengah duduk di singgasana mewah berucap. Matanya menatap tajam seorang pemuda yang berdiri tak jauh di hadapannya. "Kau harus lebih dulu mendapatkannya, Pangeran."
Sosok yang dipanggil Pangeran itu mendengus pelan.
"Itu adalah syarat sebelum kau dinobatkan sebagai Raja Zavandria selanjutnya." Richard, laki-laki yang duduk di singgasana, menambahkan perkataannya. "Kau tidak akan dinobatkan menjadi Raja selagi belum menguasai sedikit pun wilayah di Benua Lusio."
Decakan kesal lolos dari bibir pemuda di hadapannya. "Kau tidak diberikan syarat apa pun saat dinobatkan menjadi Raja."
Richard menghela napas, berusaha menahan amarah yang tiba-tiba menggelora di dalam dirinya. "Hanya syarat itu yang aku minta kau penuhi," ujarnya. "Kau tidak perlu menikah dengan siapa pun. Kau juga bebas menentukan keputusanmu sendiri saat kau menjadi Raja nanti, aku tidak akan ikut campur."
Mendengar itu, seulas senyuman terbit di bibir pemuda itu. "Kau memang tau apa yang aku inginkan," katanya. "Baiklah. Aku akan langsung berangkat hari ini."
Setelahnya, pemuda itu berlalu begitu saja; tanpa membungkuk hormat seperti yang biasa orang lain lakukan pada Raja. Ia membawa serta beberapa prajurit untuk ikut dengannya ke Benua Lusio.
Perjalanan melintasi laut berlangsung selama hampir 12 jam. Begitu tiba, ia langsung pergi ke kerajaan yang ada di bagian Utara Benua Lusio yaitu; kerajaan Leoparta. Melakukan negosiasi sejenak, lalu membunuh sang Raja dan keluarganya tanpa rasa kasihan sedikit pun.
"Kerajaan ini sudah menjadi milikku," ucapnya sembari mengelap percikan darah di wajahnya yang berasal dari tubuh sang Raja Leoparta.
***
"Ja-jangan mendekat!" Seorang perempuan menjerit ketakutan dengan tubuh bergetar hebat. Dengan langkah terseok-seok ia berlari di lorong kerajaan yang penuh dengan mayat dan darah di mana-mana. Bau anyir sangat menyengat di setiap langkah. Ia membalikkan tubuh saat mendapati jalan buntu; terhalang tembok. Matanya bergetar melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi berjalan mendekat ke arahnya sembari tersenyum; menyeramkan. "Kenapa kau membunuh keluargaku, sialan?!"
Sosok itu tertawa sarkas. "Kau pikir kenapa, hm?" katanya. "Tapi akan kujawab dengan senang hati." Ia berhenti berjalan ketika tepat berada di depan perempuan yang tadi berlari ketakutan. "Ayahmu sudah menolak kerja sama denganku. Kau tau? Aku harus menguasai Lusio sebelum dinobatkan menjadi Raja. Karena wilayah kerajaanmu berada di Utara, maka aku mendatanginya lebih dulu. Bukankah aku sangat sopan karena tidak melewatkan kerajaan kecil ini?"
"Kau ... monster, bajingan!"
Sosok itu kembali tertawa. "Namaku Aland, bukan bajingan." Ia semakin memojokkan perempuan itu. "Dan aku adalah manusia terakhir yang akan kau lihat sebelum kematianmu."
Darah merembes keluar dari perut perempuan itu tatkala pedang tertancap. Tak hanya satu kali, pedang itu ditarik dan ditusukkan kembali hingga perut perempuan itu terkoyak.
"Ka-kau ... a-akan menerima a-akibatnya, sialan!"
Sosok itu---Aland tersenyum miring melihat tubuh perempuan yang ia bunuh tergeletak ke lantai begitu saja. Tanpa perasaan ia menendang wajah korbannya. "Kau lebih cantik saat seperti ini."
Setelahnya, ia berlalu pergi dari istana Leoparta yang sudah tidak berpenghuni. Raja dan keluarganya telah dihabisi. Begitu pun dengan pelayan dan prajurit juga para Menteri. "Bakar istana ini!" titahnya yang langsung dilaksanakan oleh prajuritnya.
"Itulah akibatnya jika tidak menerima tawaranku." Aland berdiri di gerbang Istana Leoparta. Menyaksikan bagaimana lahapnya api memakan seluruh bagian istana dan isinya. Suara panik dari rakyat yang turut menyaksikan hal itu seolah menjadi melodi yang indah, hingga bibir Aland tersenyum dibuatnya. "Menyenangkan sekali."
Ia berbalik, menatap rakyat Leoparta yang berbondong-bondong menyaksikan istana dibakar.
"Pangeran kami akan berbicara!" Panglima Zavandria yang dibawa oleh Aland berseru dengan suara kencang. Matanya menatap rakyat dengan tatapan tajam. "Dengarkan dengan baik atau kami akan membunuh kalian tanpa ampun."
Seketika seluruh perhatian terpusat pada Aland.
"Raja kalian sudah mati." Aland memindai ekspresi yang ditampilkan rakyat. Terkejut, tentu saja. Namun, ada juga yang menampilkan ekspresi sedih, marah, takut dan lainnya. Aland tersenyum. "Jika kalian patuh padaku, maka hidup kalian akan aman."
Seorang pria paruh baya maju selangkah. "Bagaimana bisa kami patuh pada orang yang sudah membunuh Raja kami?"
Sepersekian detik, tubuh paruh baya itu sudah tergeletak di tanah dengan darah mengalir dari perutnya. Aland membunuh pria itu di hadapan rakyat lain. "Ini adalah akibatnya jika ada yang mempertanyakan kehendakku."
Yang Aland lakukan selanjutnya adalah pergi menggunakan kuda yang ia dapat dari istana Leoparta. Berniat untuk beristirahat sejenak karena langit mulai gelap, pun tubuhnya yang perlahan lelah. "Aku harus menjadi Raja," tekadnya. "Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikanku."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments