Wajah cantik alami Adista terlihat sendu menatap wajah suaminya yang tidak ingin berlalu dari tempat itu sebelum melihat dirinya pergi dari tempat tersebut.
"Jika kamu tidak menghargai aku sebagai istrimu tidak apa. Tapi gunakan nuranimu untuk melihat bayi ini sebagai seorang manusia sedetik saja, Panji," ucap Adis berurai airmata.
"Pergi.... pergiii.....!" usir Panji dengan mata melotot sambil mendorong tubuh istrinya itu.
"Kau tidak lebih dari seorang iblis. Kau bukan manusia lagi, Panji. Terkutuklah kau....!" pekik Adis di tengah derasnya hujan.
Adis berlari kecil sambil mencari tempat untuk berlindung. Wajah datar Panji tidak melihat sedikitpun ke arah Adis yang berjalan cepat ke halte bus untuk berlindung.
Asisten Rendi begitu geram dengan tingkah bosnya. Beruntunglah ia sudah diam-diam memesan taksi online untuk Adis saat sang bos berdebat dengan Adis.
Tidak lama taksi online itu menghampiri Adis di halte itu karena hanya dia yang menggendong bayinya diantara orang-orang yang sengaja berteduh di halte bus itu.
"Permisi mbak...! Apakah mbak yang bernama Adis.
"Iya benar."
"Saya di minta untuk mengantar mbak pulang," ucap sang sopir.
"Saya tidak memesan taksi bang."
"Ini atas nama bapak Rendi," ucap sang sopir.
"Rendi...?" berpikir sesaat lalu baru ingat itu nama asisten suaminya.
"Kenapa orang itu tiba-tiba baik padaku?" lamun Adis nampak cemberut.
"Mbak. Kasihan bayinya kedinginan," ucap sang sopir lagi membujuk Adis agar bisa naik taksinya.
"Baiklah pak. Terimakasih banyak." Adis beranjak dari tempat duduknya sambil menenteng tas bayinya namun diambil sama sang sopir.
"Di dalam saja ganti baju bayinya mbak."
"Baik."
Sang sopir membuka pintu mobil untuk Adis. Lalu menutupnya dengan cepat agar tidak kecipratan hujan.
Adis buru-buru ganti baju bayinya. Tak lupa ia membalur tubuh bayinya dengan minyak telon agar tetap hangat. Setelah menyelimuti bayinya, Adis kebingungan sendiri untuk menyusui bayinya karena bajunya juga basah. Tidak ada susu formula untuk bayinya karena Adis ingin memberikan ASI untuk bayinya.
"Mbak. Rumahnya yang mana ya..?" tanya sang sopir begitu sudah memasuki area tempat tinggal Adis.
"Rumah saya di gang pak. Tidak apa, saya turun di sini saja pak."
"Tapi kasihan bayinya basah lagi nanti. Kalau mau pakai payung saya saja mbak. Ambil saja untuk mbak...!" tawar sopir taksi itu tulus.
"Ya Allah pak. Terimakasih banyak. Semoga Allah melimpahkan banyak rejeki untuk bapak hari ini," ucap Adis lalu turun dari mobil taksi dibantu oleh sopir taksi itu.
"Kasihan sekali wanita itu. Tapi, kenapa suaminya malah menyuruhnya naik taksi? Kenapa tidak diantar pulang? Ah, terserahlah...itu urusan orang.
Kenapa saya jadi kepo seperti ibu-ibu kekurangan sirih," gumam sang sopir sambil membawa lagi mobilnya dan menunggu order berikutnya.
Di dalam kamar kontrakannya yang sempit, Adis meniduri putranya yang kelaparan hingga menyusuinya begitu kencang.
"Pelan-pelan sayang....! Kamu lapar ya?" desis Adis kembali menangis.
Bagaimana putranya tidak sakit kalau buat makan saja mereka harus irit.
"Mama akan cari duit yang banyak untuk mengobati penyakitmu. Insya Allah, semoga Allah membuka pintu rejeki yang halal untuk kita," lirih Adis lalu bangkit dari tempat tidurnya karena belum sholat ashar.
Adis mengambil ponselnya dan mencas ponselnya. Ia lalu ke kamar mandi untuk bersuci.
Beberapa menit kemudian, Adis mencurahkan isi hatinya di dalam sujud panjangnya.
"Ya Allah. Bukankah setiap kesulitan ada kemudahan seperti janjimu dalam ayat cintamu. Maka berikanlah kemudahan itu untuk aku dan putraku. Aku hanya punya dia ya Allah." Doa tulus Adis sambil menghiba pada Robb-nya.
Adis merapikan perangkat sholatnya lalu mendampingi lagi putranya yang nampak pulas. Adis mengenang lagi kisah pertemuannya dengan Panji setahun yang lalu.
Flash back
Wajah lelah Camilla Adista terlihat jelas di kelopak mata indahnya usai bertugas sebagai perawat di salah satu klinik yang ada di kota Bandung.
Ia menghentikan motornya dan hendak membuka kunci gembok pagarnya. Ketika pagar sudah terbuka, Adis memasuki motornya ke teras rumah kontrakannya itu.
Karena awalnya gelap, ia tidak tahu jika saat ini ada seorang pria yang tidur di balai bambu miliknya yang ada di teras. Ketika cahaya motornya menerangi teras rumahnya betapa kagetnya Adis menyadari ada orang tertidur di teras rumahnya itu.
"Astaghfirullah halaziiim...!" pekik Adis menyadarkan dirinya untuk memastikan kalau dia tidak salah lihat atau sedang halusinasi karena kelelahan.
Adis segera membuka pintu rumahnya untuk menyalakan lampu teras agar bisa melihat jelas wajah pria itu. Ia kembali keluar untuk membangunkan pria itu dan mengusirnya pergi. Karena pria itu tidurnya telungkup membuat wajahnya tidak terlihat jelas oleh Adis.
"Abang...bang...! Tolong jangan tidur di sini...!" pinta Adis sambil mengguncang badannya pria tampan itu yang bernama Satria Panji Anggara.
Pria yang biasa di sapa Panji ini hanya menggumam dalam lelapnya lalu membalikkan tubuhnya telentang hingga memperlihatkan wajah tampannya yang tak terurus.
"Ya Allah. Kenapa dia bisa berada di sini? Padahal pagar rumah ini tinggi juga," keluh Adista.
"Apakah aku harus melapor pak RT saja atau menyiram wajah pria ini dengan air agar dia bangun?" menimang-nimang keputusan yang harus ia ambil.
Baru saja Adis mau mengambil air, tiba-tiba Panji menarik tubuhnya hingga ia jatuh dalam pelukan lelaki itu. Dengan segenap tenaga yang ada, Adista berontak agar terlepas dari pelukan Panji yang memang sedang fly karena baru memakai narkoba.
"Lepaskan....! Lepas...!" pekik Adista namun tubuhnya didekap begitu kuat oleh Panji hingga ketangkap basah oleh bapak-bapak yang ronda.
"Hei... kalian..! Apa yang kalian lakukan di sini, hah?!" pekik salah satu bapak-bapak membuat Adista dan Panji sama-sama tercengang.
"Tolong jangan salah paham pak. Kami tidak melakukan apapun. Aku juga baru lihat pria ini...-"
"Ala...tidak mungkin...! Kalian berdua harus dibawa ke rumah pak RT untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kalian."
"Iya pak. Aku akan menikahinya. Aku menyukai gadis ini," ucap Panji yang lagi dalam keadaan teler.
"Sepertinya orang ini adalah pemadat. Ya Allah, masa aku harus menikah dengan pria yang tidak jelas ini." tubuh Adis bergidik ngeri.
Keduanya digelandang di rumah pak RT yang memang tidak jauh dari kontrakannya Adis. Keduanya sudah duduk di depan pak RT. Tubuh Adis gemetar ketakutan. Ia menjelaskan apa adanya pada pak RT yang terlihat sangat bijaksana menyelesaikan masalahnya.
"Nak, Adis. Bapak percaya kepadamu. Tapi, kalian tertangkap basah sedang berpelukan. Kalian tetap harus dinikahkan agar terhindar dari fitnah," imbuh pak RT membuat Adis pasrah karena ia tidak punya keluarga untuk bisa berbagi. Dia sendiri adalah seorang gadis yatim piatu.
"Bagaimana nak Panji. Apakah kamu bersedia menikahi nak Adis?"
"Mau pak...!"
"Tapi, saya tidak kenal dia pak."
"Nak Panji adalah keponakannya tuan Erland. Dia di sini sedang berlibur. Mungkin dia sudah memperhatikan kamu setiap hari. Makanya dia nekat tidur di teras rumahmu," jelas pak RT yang kenal baik dengan pak Erland.
Namun mereka tidak bisa menganggu pak Erland karena saat ini pak Erland sedang di rawat di rumah sakit.
"Ya Allah. Kenapa aku seperti maling yang ketangkap basah terus masuk penjara," gerutu Adis membatin.
Tiga hari kemudian, Adis dan Panji menikah secara siri. Pak Erland menyerahkan keponakannya itu di urus oleh pak RT dan pak RW. Pernikahan itu tidak boleh tercium oleh media karena Panji adalah anak Sultan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
꧁♥𝑨𝒇𝒚𝒂~𝑻𝒂𝒏™✯꧂
Panji yg zolim terhadap istri dan anaknya..tnggu karmanya panji... penyesalan sllu dtg terlambat...
2023-12-27
1
Far~ hidayu❤️😘🇵🇸
mezolimi isterinya sendiri tunggu aja azab dari author
2023-12-07
1
suti markonah
terkutuk lah orang seperti panji itu...pengen tak getok tu pala biar ga oleng gitu..
2023-12-07
4