Seminggu ini Hardi dan Alena sering menghabiskan waktu bersama sepulang kuliah. Kadang mengerjakan tugas kuliah bersama di apartemen Hardi. Berdiskusi, bertukar pikiran walaupun jurusan yang mereka tempuh berbeda.
Hardi yang menempuh jurusan arsitektur sementara Alena mengambil jurusan bahasa. Bertolak belakang memang, tapi tak menjadikan mereka berdua berjauhan. Malah semakin dekat setiap harinya. Walaupun menjalani hubungan rahasia tanpa siapapun yang mengetahui, walau sahabat mereka sekalipun.
Entah kenapa hal semacam ini malah terasa nyaman.
"Besok kakak jemput kak Lasya, ya?" Alena yang tengah memasak makan siang mereka, kebetulan hari sabtu ini jadwal kuliah keduanya kosong.
"Hmm ..." Hardi hanya bergumam, sibuk dengan tugas nya.
Alena terkekeh geli karena sesuatu terlintas di pikirannya. Hardi menghentikan kegiatannya kemudian menoleh heran.
"Ada yang lucu?" katanya mendongakkan kepalanya ke arah dapur.
"Aku kok berasa lucu ya," terkekeh lagi, "Hari ini kakak sama aku, eh besok udah sama kak Lasya lagi. Udah macam istri tua sama istri muda.. haha.. Kita kayak lagi main poligami-poligami an. Hahah ..." tertawa hingga kepalanya tertarik ke belakang.
Hardi tertegun. Mencerna ocehan Alena. Dia sudah mulai terbiasa dengan sindiran-sindiran halus yang sering di lontarkan gadis mungil itu. Hanya menggendikkan bahu, kemudian melanjutkan kegiatannya lagi, mengerjakan tugas kuliah nya.
"Voilla!! Mari makan!!" Alena mendaratkan dua piring nasi goreng di meja makan tempat Hardi mengerjakan tugas.
Secepat kilat mereka membereskan alat tulis yang berserakan. Kemudian mulai makan.
"Aku kalau cuaca dingin begini maunya makan terus." Alena melahap nasi goreng buatannya.
"Ya makan. Ribet amat."
Alena hanya tersenyum.
"Aku kalau cuaca dingin maunya selimutan terus. hehe ... " balas tersenyum sambil menaikkan kedua alisnya.
"Kakak ihhh ..."
"Apa?"
"Kakak akhir-akhir ini mesum terus, ngomongnya suka nyerempet-nyerempet!" Alena kesal.
"Mesum apanya?"
"Itu tadi bilangnya gitu" Alena cemberut.
"Mesumnya dimana?"
"Tau ah ..." bangkit dari kursi, minum kemudian menyimpan piring yang sudah kosong ke bak cuci.
"Lah, ini anak suka nggak jelas?!" keluh Hardi.
"Udah, jangan ngmong terus. Cepetan makannya, terus beresin tugas kuliahnya. Abis itu antar aku pulang." Alena mulai memerintah.
"Lah, masih siang ini. Mau pulang aja?" Hardi protes. Alena tak menjawab.
"Aku dari pagi ya udah disini, terus mau sampai jam berapa?"
"Ya temenin aku sampai beres lah." Hardi yang menghampiri Alena, kemudian menyerahkan piring yang juga sudah kosong kepada Alena untuk di cuci.
"Ck ... lama!"
"Hellehh ..." Hardi bergumam. Meraih gelas di rak kemudian menuangkan air dari kran dispenser hingga gelas terisi penuh, meminumnya dengan sekali tegukan.
Hardi menyandarkan tubuh tinggi nya di kulkas di belakang Alena. Melipat kedua tangannya di dada. Memandangi bagian belakang gadis itu.
"Kamu kurus," gumamnya dengan pandangan tak lepas dari punggung Alena yang terus bergerak mengikuti gerakkan tangannya yang sibuk membersihkan peralatan masak ya dia pakai barusan.
"Nggak. Emang sebesar ini dari dulu. Aku paling kecil, padahal kakakku tiga-tiganya tinggi."
"Iya kamu kurus. Kadang aku takut meremukkan badan kamu kalau kita lagi pelukan."
"Ya makannya jangan sering-sering peluk." Alena dengan suara datar.
Namun hal itu malah membuat Hardi tertarik menghampirinya. Dengan senyum menyeringai, dia memeluk Alena dari belakang, membuat gadis itu terkejut, menjatuhkan benda yang sedang di pegangnya ke dalam bak cuci.
Kedua tangan Hardi melingkar di perut Alena sementara dada bidangnya merapat di punggung gadis itu. Dia harus agak menundukan badan tingginya agar dapat mensejajari tubuh Alena yang hanya setinggi dada nya.
"Aku nggak bisa!" bisiknya di telinga Alena, membuat gadis itu merinding.
Hardi menempel di punggung gadis itu. Tangan yang melingkar di perutnya makin erat. Ujung hidung mancung nya menyusuri bagian belakang telinga hingga ke tengkuk, membuat Alena salah tingkah.
Sesuatu terasa menyengat, seperti ada aliran listrik yang menjalar di seluruh tubuhnya. Membuat dia menegang seketika. Namun otaknya masih mampu berpikir jernih.
Alena berusaha melepaskan lengan yang sedang melingkar di tubuhnya, mencoba melepaskan diri.
"Aku masih nyuci ini!!" bisiknya dengan napas yang agak serak, menahan godaan dari belakangnya.
"Nggak apa-apa, terusin aja sampai beres." Hardi meneruskan kegiatannya. Mengecup belakang telinga Alena, tubuh gadis itu semakin menegang. Mencoba menggeliat untuk menghindar, tetapi pelukan itu makin erat mengurung tubuh kecil Alena.
"Kak!" Alena dengan napas memburu.
"Hmm ... " Hardi yang masih sibuk dengan kegiatannya.
"Can you stop it?" Alena menggumam.
"No! I can't." terus berbuat lebih jauh.
Secepat kilat Hardi membalikkan tubuh Alena hingga mereka kini berhadapan. Ditatapnya wajah gadis itu yang kini merah merona. Tampak dadanya yang naik turun dengan napas yang agak memburu, sama seperti dirinya.
"Aku nggak bisa berhenti sekarang." ucap Hardi setengah berbisik.
Alena mendongak, balik menatap kedalam mata coklat yang mulai sayu itu. Matanya berkedip pelan.
Sedetik kemudian Hardi menunduk. Mengecup bibir mungil itu dengan lembut. Menyesapnya perlahan.
Alena memejamkan matanya, meremat kaus yang melapisi dada bidang itu agak kencang, meninggalkan bekas kerutan disana.
Sejenak Hardi menghentikan ciumannya, menatap wajah tirus Alena yang juga tengah menatapnya dengan mata sayu.
Matanya bergerak lincah memindai wajah di depannya. Seperti memikirkan sesuatu, kemudian tersenyum lembut.
Disentuhnya bibir basah yang memerah akibat sesapannya tadi. Kemudian diulanginya lagi. Mengecup, menyesap dan ******* bibir lembut Alena.
Alena sepertinya mulai terbiasa dengan hal itu. Walaupun otaknya menolak, hatinya berkata tidak, namun tubuhnya bereaksi sebaliknya. Tak ada perlawanan berarti dari dirinya. Hanya diam dan menikmati sentuhan itu, sesekali membalasnya.
Ciuman itu berlangsung lebih lama dari biasanya. Lebih intens.
Kesadaran mulai menghilang dari pikiran keduanya. Tangan mereka mulai menggapai ke segala arah. Menyusuri setiap lekuk tubuh masing-masing. Saling menyentuh, saling merasakan.
Dengan mudah, dalam sekali gerakan Hardi mengangkat tubuh mungil Alena ke pinggiran bak cuci piring, hingga gadis itu terduduk di sana tanpa melepaskan pagutan di bibir mereka.
Tubuh jangkung Hardi merangsek masuk diantara kedua kaki Alena yang terbuka.
Ciuman berlangsung makin panas. Menelusuri kening, leher, dan pundak Alena. Mencium aroma tubuh gadis itu dengan seksama, menyimpannya dalam memori alam bawa sadarnya.
Sementara Alena mengalungkan kedua tangan nya di leher pria tinggi itu. Memeluknya dengan posesif seakan takut terlepas.
"Kak?!" Alena coba menjauhkan wajahnya dari cumbuan Hardi. Menggeleng pelan.
Hardi menatapnya dengan mata sayu dan napas memburu. Tersenyum, kemudian mengangguk. Melanjutkan cumbuan yang sempat terhenti beberapa detik yang lalu.
Bersambung ...
Makasih udah mampir. Jangan lupa like koment sama vote nya pliss..biar aku makin semangat lanjutin cerita nya... I love you😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Phoenix VR
alaram berbunyi 🚨
2022-02-10
1
neli nurullailah
jd ikut ktawa😁
2022-01-28
1
Liiee
bahaya bahaya😌😑
2021-12-18
0