🏵️
🏵️
Hari ini berlalu dengan normal sepertinya. Kelas berakhir pukul 5 sore. Alena membereskan alat tulis yang tergeletak di meja, memasukkan nya kedalam tas yang sering dia bawa. Kemudian berhambur keluar dari ruang kelas seperti yang lainnya.
Vania mengikutinya dari belakang sambil berceloteh riang seperti biasa. Sampai di parkiran jalannya terhenti karena seseorang yang dikenalinya tengah duduk di bagian depan mobil hitam kesayangan.
Bertumpu pada dua tangan di belakang. Rambut hitamnya yang mulai panjang berkibar tertiup angin. Cahaya matahari bagaikan memantul dari sosoknya.
Hardi menatap Alena dengan senyum samar. Ingin menyapa tapi dia tahu Alena akan protes. Ingat kata-kata Alena soal tak ingin ada interaksi antara mereka di kampus. Bahkan hanya sapaan sekalipun. Gadis itu tak ingin menimbulkan kecurigaan diantara orang-orang di kampus.
Seperti ini buat aku sudah cukup. Tidak usah mencolok. Katanya pada satu hari dalam pertemuan mereka.
Alena merasakan jantungnya berdetak kencang. Hatinya seakan melonjak bahagia. Dia ingin berlari menghambur ke pelukan pria di depannya agar dia tahu tentang kerinduan yang menyesakkan dadanya beberapa hari ini.
Tiga hari yang berat. Menjalani hidup tanpa kehadiran sosok Hardi di kampus. Membuat Alena kehilangan separuh semangatnya. Tiga hari tanpa berkomunikasi karena dia tahu tak ada kesempatan bagi Hardi untuk melakukan itu, bahkan hanya untuk mengirimkan pesan sekalipun. Alena bahkan tak berani mengirimkan pesan terlebih dahulu.
Sekuat tenaga gadis itu menahan diri dari amukan rindu di dalam dadanya.
Sementara Hardi tetap dengan posisinya menatap gadis yang juga dia rindukan setengah mati.
Tiga hari yang juga sama beratnya karena menahan rindu. Ditambah menahan diri dari sekedar berkirim pesan. Rindu itu makin membuncah manakala sosok yang dia rindukan ada di hadapannya, namun tak mampu dia sentuh.
"Aku naik angkot deh, Van." Alena ketika Vania sudah menyiapkan motor matic nya untuk segera pulang.
"Ngga apa-apa. Masih sempet kok aku nganterin kamu sampai rumah." Vania menawarkan.
"Nggak usah. Nanti Tante nunggu lama, kasian." Alena menegaskan.
"Yakin?"
"Yakin." Alena mengangguk.
"Yaudah kalau gitu. Aku duluan, ya"
"Hu'um ..." Alena kembali mengangguk sambil tersenyum.
Vania pun berlalu dari hadapan nya.
Alena bergegas keluar dari area kampus. Sengaja melewati Hardi yang dengan sabar menanti kesempatan bagi dirinya untuk menyapa.
Tepat di Halte bis yang beberapa blok jauhnya dari kampus , Alena duduk menunggu. Berharap si pemilik hati datang pada dirinya.
Selang tak berapa lama, Mercedes Benz hitam tiba dan berhenti tepat di depan Alena. Kaca pintu penumpangnya terbuka. Tampak sosok yang Alena rindukan itu tengah merunduk menanti dirinya untuk menghampiri. Hardi hanya mengangguk.
Alena tersenyum. Bangkit dari tempatnya semula, kemudian masuk kedalam mobil milik sang pujaan hati.
Baru saja duduk di kursi penumpang, tiba-tiba tubuh mungilnya itu di tarik hingga terbenam di pelukan Hardi. Wangi maskulin seketika menguar di indera penciuman Alena. Aroma yang dia rindukan setengah mati dalam tiga hari terakhir ini.
"Kangen!!" bisik Hardi di telinga Alena.
Alena tak merespon. Hanya membenamkan kepalanya di dada bidang itu. Hardi mencium puncak kepala Alena, menghirup aroma rambut gadis itu yang juga teramat dia rindukan.
Beberapa detik kemudian terdengar isakan. Pundak Alena terlihat naik turun tak beraturan. Wajah Hardi memucat. Didorongnya tubuh gadis itu dari pelukannya. Memegang kedua bahunya. Hardi sedikit menunduk karena Alena pun tengah menunduk menyembunyikan wajah basah nya.
"Kamu menangis?" tanyanya,
Alena hanya terisak. Mencoba mengusap airmata yang membasahi pipi nya.
Hardi menyingkirkan tangan kurus itu, menggantinya dengan tangannya sendiri, mengusap kedua mata sembab dan pipi merah Alena yang basah oleh airmata.
"Aku ... kangen." bisikan lolos dari bibir mungil Alena.
Hardi tersenyum.
"Rasanya sakit, Kak." bisiknya lagi.
Hardi mendekatkan wajahnya, meraup wajah Alena dan menempelkan kening mereka berdua. Merasakan aliran hangat yang menjalar ke seluruh tubuh keduanya.
Hardi kembali tersenyum. Memejamkan matanya. Kemudian terkekeh.
"Kamu kira aku nggak? Tadi aku hampir berlari menghampiri kamu kalau nggak ingat yang kamu bilang soal interaksi di kampus."
Keduanya terkekeh.
Alena mengucek matanya, namun tangannya disingkirkan oleh Hardi. Pria itu mengecup keningnya lembut. Turun ke kedua mata, kemudian beralih ke bibir mungil itu. Mengecup nya lama seakan tak ingin terlepas.
Tersadar, Alena mendorong dada bidang tempat tadi dia tersedu. Melepaskan tautan bibir mereka berdua.
"Kakak, ih ..." keluhnya.
"Apa?" Hardi terkekeh.
"Ini dijalan!" rengeknya, menggemaskan.
"Terus kalau nggak di jalan boleh?" menggoda Alena.
"Euh??"
"Maunya dimana? Dirumah?" goda nya lagi. Membuat Alena salah tingkah dengan wajah yang memerah.
"Kakak!!" memukul dada Hardi lemah.
Pria itu tergelak.
*
*
Setelah memastikan sabuk pengaman yang melilit tubuh Alena terpasang dengan benar, Hardi pun melakukan hal yang sama pada dirinya. Kemudian dia melajukan mobilnya.
Tepat di sebuah kafe mereka berhenti. Memutuskan untuk makan bersama.
Mereka memilih tempat duduk di pojok ruangan yang agak terisolasi dari pengunjung lainnya. Tepatnya Alena yang memilihnya, lagi. Hardi sudah faham dengan keinginan itu. Dia membiarkan saja gadis itu memilih sesuka hatinya, asalkan dia nyaman.
Dua spageti bolognes dan dua orange jus mendarat dengan manis di meja mereka. Alena bertepuk riang kala makanan itu terhidang di hadapannya. Persis seperti balita yang berhasil mendapatkan permen kesukaannya.
Hardi tersenyum melihat tingkah lucu gadis itu. Mengusap belakang kepala Alena dengan sayangnya.
Mereka pun makan dengan lahap di selingi canda tawa riang.
"Kak Lasya nggak pulang emang?" Alena membuka pembicaraan saat makanan di piring hampir habis.
"Ck!!" Hardi berdecak dan mengalihkan pandangan nya ke wajah Alena.
"Kenapa?" Alena dengan polosnya.
"Apa yang aku bilang soal membicarakan Lasya waktu kita lagi berdua seperti ini?" Hardi menghentikan kegiatan makan nya, dengan wajah sebal menatap Alena.
"Ee ... jangan"
"Jangan apa?"
"Jangan bicara soal kak Lasya kalau kita lagi berdua." katanya, agak gugup dengan raut wajah serius Hardi.
"Nah itu tau."
Alena hanya terkekeh.
"Tapi di ulang-ulang melulu!" sambung Hardi, melanjutkan kegiatan makannya.
"Aku kan cuma nanya."
"Hmm ..."
"Nggak mau jawab ya udah. Ngga usah ngambek, kan!" Alena mengerucutkan bibirnya.
Hardi kembali menghentikan acara makannya, menyesap minuman di hadapan nya, kemudian mengelap mulutnya dengan tisyu. Mendorong piring yang isinya belum sepenuhnya habis ke tengah meja. Selera makannya hilang. Kemudian menoleh ke arah Alena yang sedang mengaduk-aduk makanan miliknya yang baru separuh di lahapnya.
"Lasya nggak pulang. Dia masih di Jakarta. Training modeling nya belum selesai. Kemungkinan baru pulang minggu depan. Dan aku nanti yang akan menjemput dia lagi ke Jakarta." Hardi menjelaskan panjang lebar.
Alena masih menunduk.
"Ayo makan lagi. Aku udah jawab kan. Aku juga nggak ngambek." katanya lagi masih memperhatikan gadis itu.
Alena masih mengaduk makanan di depannya.
Hardi yang merasa gemas kemudian merebut garpu di tangan Alena, membuat gadis itu terkejut dan menoleh ke arahnya. Menggulung spageti dengan garpu, dan mengangkat nya terarah ke mulut Alena yang tertutup rapat. Bermaksud menyuapi gadis itu.
"Ayo makan!!" perintah nya.
Alena menggeleng, "udah kenyang" katanya.
"Makan!" perintahnya lagi.
Alena kembali menggeleng sambil tersenyum.
"Cepat makan! Kalau nggak nanti aku cium disini, didepan semua orang!!" Hardi mengancam.
Wajah Alena memucat.
Tertegun sebentar.
Hardi mulai menggerakkan kepalanya, mendekatkan wajahnya ke wajah Alena. Kedua bola mata gadis itu membulat menyadari sesuatu. Secepat kilat dia meraih garpu di genggaman Hardi, kemudian memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Udah ... nggak usah cium-cium lagi!!" katanya dengan canggung.
Hardi menyeringai kemudian memundurkan lagi wajahnya dari Alena.
"Menurut gitu kan manis." katanya, puas.
"Habiskan! Kamu butuh energi yang banyak nanti." katanya lagi, ambigu.
"Hah?! Maksud kakak??" kembali tertegun.
"Berhenti? Mau aku cium disini?" Kembali mengancam.
Alena bergidig, segera melahap makanan di piring hingga tandas tak bersisa. Meneguk orange jus hingga hanya bongkahan esnya saja yang tersisa. Mengelap mulutnya dengan tisyu, baru berhenti.
"Udah. He ..." katanya, mengalihkan matanya ke arah Hardi.
"Pinter." mengacak puncak kepala gadis itu hingga rambutnya sedikit berantakan.
Alena mendengus kemudian merapikan rambut hitamnya dengan tangan. Menyelipkan yang terburai ke belakang telinga.
Setelah perut terisi, merekapun keluar dari kafe. Mobil kembali melaju membelah jalanan malam itu.
Dahi Alena berkerut. Mobil ini melaju ke arah yang tak biasanya.
"Kita mau kemana?" tubuhnya condong ke depan, menyelidik ke luar kaca.
"Ke apartemen dulu sebentar." ekspresi Hardi datar.
"Mau apa?" Alena agak terkejut.
Hardi hanya tersenyum.
Pikiran aneh muncul di kepala Alena. Mau apa kesana? Apa yang mau dia lakukan? Oh ... tolong!!
*
*
Bersambung ...
Makasih yang udah mampir . Like komen sama vote nya please ☺️☺️☺️ I love you 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
rinny
nah beberkan dari sini AQ baru ingat kalau aq sudah pernah baca novel kak fit yg ini.
2022-03-06
1
Zidan Abzar
Baru nemu ini thor....😊
2022-01-19
1
Pesek Gitank
mau ngapin tu
2021-11-14
0