🌻
🌻
Dering ponsel sejenak mengalihkan perhatian Vania dari makanan di hadapannya.
[Aku pergi dulu. Ada urusan] dari Alena.
Kening Vania berkerut. Tumben?
[Kemana?] send.
[Nanti aku cerita]
Hmm ...Bergumam, menaruh ponsel di meja, kemudian kembali melahap makanan di depannya.
Tak berapa lama Vania telah menyelesaikan acara makannya. Dia merapikan meja, mengecek barang kemudian bangkit bermaksud pergi dari sana.
Seketika dia menatap sepasang kekasih yang tengah bercengkerama persis terhalang dua meja di belakangnya. Vania pun menarik napasnya jengah, memutar bola matanya sambil menggeleng.
Pantesan dia gak balik lagi. Taunya ada ini. Ck!! Ampun deh!! Batinnya, kemudian berlalu.
*
*
*
Alena sampai di atap gedung seperti biasa. Rasanya dia perlu menenangkan diri.
Angin berhembus kencang. Udara cerah, cenderung panas. Namun disini sepi sekali.
Alena berdiri merapat ke tembok setinggi dadanya di pinggir atap. Menyandarkan tubuh kecilnya, menelungkupkan kedua tangannya kemudian menenggelamkan wajahnya diantara tangan itu.
Hening. Hanya napasnya yang terdengar. Dan gemuruh angin yang menerpa tubuhnya. Rambut sepinggangnya berkibar kesana kemari tertiup angin.
Mungkin cuma aku yang ke gr an. Ck!! Betapa lemah nya diri ini!!
Alena menertawakan dirinya sendiri.
Dering ponsel menyadarkannya dari lamunan. Terlihat beberapa pesan dari Vania.
[Kamu dimana. Sebentar lagi masuk]
[Iya. Aku kesana sekarang]
Alena mundur, kemudian berbalik. Namun seketika mematung saat matanya bersirobok dengan sosok yang tengah berjalan ke arahnya.
Lihat!! Bahkan cara jalannya pun membuat aku gugup. Oh ... bagaimana dia bisa se mempesona itu!! Kuatlah wahai hati!! Jangan lemah begini!
Hardi mengayun langkahnya santai. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah lengkungan senyum yang menawan. Alena harus mengerjap berkali-kali sekedar untuk menyadarkan dirinya sendiri.
Hardi kini sampai tepat di hadapannya. Dengan senyum yang masih menghiasi wajah tampannya.
"Sepertinya kita harus bikin jadwal ketemuan disini" Hardi memulai obrolan.
"Ck! biar apa?" Alena, ketus.
"Ya biar bisa sama-sama." dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.
Alena memutar bola matanya, jengah.
"Aku suka sendirian. Lebih sepi. Silahkan kakak atur jadwal kakak sendiri!" katanya, sambil menggeser langkah, bermaksud melewati Hardi.
Hardi mengerutkan keningnya. Kenapa dia ketus begitu?
Segera tangannya meraih lengan Alena yang hampir melewatinya. Membuat langkah gadis itu terhenti tepat di samping Hardi. Dia menoleh, memiringkan kepalanya.
"Kemana?"
"Sebentar lagi aku masuk." Alena berusaha menarik tangannya.
"Masih ada waktu sepuluh menit." Hardi menatap jam di pergelangan tangannya.
"Nggak apa-apa. Biar aku bisa santai di kelas." masih berusaha melepaskan diri.
"Tinggalah sebentar lagi." pinta Hardi agak berbisik.
Alena menoleh, "kenapa?"
Hardi kembali tersenyum. "Aku kangen!"
Alena tertegun, kemudian tergelak.
"Hah! Omong kosong apa itu?!" membuat Hardi kembali mengerutkan dahi.
"Kakak jangan bilang sesuatu yang aneh. Yang bikin aku berharap. Hati aku lagi lemah sekarang." Alena berusaha keras menatap wajah tampan di sampingnya.
"Maksud kamu?"
Alena menarik napas, bersiap mengeluarkan isi hatinya. "Kakak bilang kangen, sementara setengah jam yang lalu kakak masih bersama kak Lasya."
Hardi menghembuskan napasnya pelan.
"Jangan membuat aku punya harapan lebih. Nanti aku yang sakit."
"Aku ..."
Senyum kembali terbit di sudut bibir Hardi ketika dia menyadari sesuatu.
"Kamu lagi cemburu." katanya sedikit terkekeh.
"Hah, aa ... apa? Cemburu apaan?" Alena tergagap.
Hardi kembali terkekeh. Perlahan menarik lengan gadis itu agar mengikutinya menuju kursi semen di depan sana. Alena terpaksa mengikuti langkah pria di hadapannya dengan masih tergagap.
Hardi duduk kemudian menarik Alena untuk ikut duduk di sampingnya. Gadis itupun terpaksa mengikuti karena lengannya tak mampu terlepas dari cengkeraman Hardi.
Dia terus tersenyum sambil menatap wajah Alena. Membuat gadis itu salah tingkah dengan wajah merona.
Alena masih menarik-narik lengannya, berusaha melepaskan diri.
"Ck!! Diam kenapa?!" Hardi protes.
"Aku ada kelas sebentar lagi ini!" keluh Alena.
"Iya sebentar. lima menit aja.Aku kangen!" Hardi merengek.
"Heleh ... sama kak Lasya aja sana kanen-kangenan nya!" Alena mulai kesal.
Hardi kembali tergelak. "Kamu lucu kalo lagi cemburu!" katanya dengan gemas.
"Aih ... siapa yang cemburu?" Alena menyangkal.
"Kamu" sambil menautkan jarinya di jari tangan mungil Alena.
"Haha ... aku? Cemburu? Apa hak aku cemburu? Aku bukan siapa-siapa kakak!" Alena dengan tawa yang di buat-buat, menutupi kegugupannya.
Hardi kembali tersenyum. Duh... dia meminta kejelasan.
Dia menarik lengan Alena, kemudian meletakkan tangan kurus itu di dada kirinya. Alena terkesiap, merasakan telapak tangannya yang menyentuh dada kiri Hardi. Gadis itu berhenti mengoceh. Menatap tangan nya yang tertumpu pada dada bidang sang pria pujaan hati. Dia menelan ludah kasar.
"Sepertinya aku harus ke dokter" keluh Hardi agak bergumam.
"Hah, memang nya kakak sakit?" kening Alena berkerut.
"Nggak tau" Hardi menggerakkan bahunya.
"Lho??"
"Jantung aku berdebar dua kali lebih cepat kalau deket kamu." katanya, kemudian tersenyum lagi.
Wajah Alena berubah cemberut.
"Ish ... kakak gombal!!" namun seketika kembali merona.
"Tapi kamu suka di gombalin." Hardi makin terkekeh melihat Alena yang salah tingkah.
"Ish ... dasar!!" reflek Alena memukul dada kiri pria itu dengan keras, membuat Hardi mengaduh.
"Aww!! sakit." Hardi menahan tangan Alena yang sedang memukul-mukul dadanya. Tapi dengan tetap tersenyum. Merasa menang telah berhasil menggoda gadis itu.
"Kakak jahat!!" Alena yang masih memukulkan tangan nya ke dada Hardi.
"Maaf." Hardi menghentikan gerakan tangan Alena.
Kemudian dua sejoli itu saling pandang.
"Jangan bikin aku berharap!" Alena setengah berbisik.
"Maaf." jawab Hardi pendek. Matanya kini fokus menatap bibir mungil Alena yang terlihat berkedut seakan menahan sesuatu yang sedang berusaha keluar.
"Tapi aku senang melihat kamu berharap." tangan kirinya mulai menyentuh dagu Alena. Jari-jarinya merayap di bibir gadis itu. Terasa hangat namun sedikit bergetar. Tak ada penolakan.
Seperti ada yang menariknya. Secepat kilat dia mendaratkan ciuman di bibir gadis itu. Menyesapnya dengan lembut. Kedua bola mata Alena membulat dengan sempurna.
Hardi mengakhiri nya dengan kecupan kecil, kemudian menarik dirinya. Mengembalikan jarak diantara mereka berdua. Sementara Alena harus mengerjap beberapa kali untuk menyadarkan dirinya sendiri.
Hardi tersenyum puas. Mengusap bibir mungil Alena yang basah karena perbuatannya.
"Sepertinya nanti aku yang harus ke dokter." Alena yang masih berusaha memulihkan kesadaranya.
"Kenapa?"
"Aku bisa kena serangan jantung kalau kakak gitu terus!"
Hardi hanya terkekeh.
"Katanya mau masuk kelas?!" Hardi mengingatkan.
"Oh iya. Ya ampun!! Awas kalau aku telat gara-gara kakak!!" Alena mengancam.
Kemudian gadis itu berlari keluar dari tempat tersebut. Hardi kembali terkekeh melihat kepanikan di wajah Alena.
Nah kan, aku mulai tak tahan dekat dengan dia. Ini bahaya!! Tapi entah kenapa aku suka bahaya ini.
*
*
*
Bersambung ...
Makasih sudah mampir. like koment **sama vote nya please..
i love you😘**😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Bestie Oscar_OliverXXXL 😂🙈
Alena hrs tegas dong ke diri sendiri & ke hardi. Mencintai seseorang itu gk hrs dimiliki. Toh kalo jodoh gk bakalan kemana2.
2022-08-03
0
fie
ini si hardi belom.tau aja kalo abang kesanyangan alena bakal bikin bonyok kalo tau adeknya diphp in
2021-12-31
1
Nur Hayati
yg bahaya itu itu memang 🤔🤔🤔🤔bahaya😆😆😆😆😆
2021-12-24
1