🌺
🌺
Malam telah menyelimuti kota ketika Arya sampai di depan rumah. Lampu temaram hanya menerangi sebagian sudut halaman. Pria itu turun dari mobil, bersamaan dengan dua adik perempuannya, Alya dan Anna yang juga baru saja sampai malam itu.
"Kalian juga baru pulang?" menatap jam di pergelangan tangannya. Jam 22.00. Kedua adik nya hanya mengangguk dengan wajah lelah. Dengan gontai mereka mengikuti langkah kakak laki-laki mereka masuk ke dalam rumah.
Seluruh ruangan dalam keadaan gelap kecuali ruang keluarga yang di terangi oleh tv yang menyala, sementara seorang penghuninya telah terlelap begitu dalam di sofa.
Lampu utama dinyalakan. Kedua gadis itu langsung menjatuhkankan tubuh lelah mereka ke atas sofa di sudut lain ruang keluarga.
Terlihat tubuh kurus yang terlelap itu tidur dengan posisi meringkuk seperti bayi. Dengan kaki di tekuk hampir menempel di dada, sementara kedua tangannya yang mengunci rapat seakan takut terlepas.
Arya menghela napas pelan. "Al ... " panggilnya, lembut sambil mengusap kepala adik bungsu kesayangannya. Menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu.
"Alena?!" serunya lagi, lembut.
Sementara yang di maksud malah tidur makin dalam memeluk dirinya sendiri.
Kasihan dia. Pasti kecapean. Pulang kuliah sendiri tanpa ada siapapun menyambut kepulangannya di rumah. Batin Arya.
"Maaf," bisiknya di telinga si bungsu Alena.
Perlahan dia mengangkat tubuh gadis itu, dan dengan langkah lebarnya segera membawa Alena ke kamarnya. Di rebahkannya tubuh adik bungsunya itu di atas ranjang. Namun Alena tetap tak bergeming. Hanya bergumam sambil berdecak beberapa kali kemudian berbalik.
Setelah menutupi tubuh adiknya dengan selimut hingga sampai leher, Arya pun keluar dari kamar itu setelah sebelumnya dia kecup kening sang adik kesayangan nya itu agak lama.
Lalu Arya pun melangkah menuju kamar miliknya yang berada tepat di samping kamar Alena. Menanggalkan semua pakaian, kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Menyalakan shower dan membiarkan air jatuh ke atas tubuh lelahnya. Rasa dingin seketika menjalar dari kepala hingga kali. Menyegarkan.
*
*
Sedari pagi rumah sudah sepi. Semua orang sudah pergi untuk memulai aktifitasnya masing-masing. Tinggallah Alena yang duduk di ruang makan sambil melahap sarapannya sendirian. Tak ada teman mengobrol ataupun yang sekedar bertanya apa saja yang akan dia lakukan hari ini.
"Heuh ... " Alena menghela napas dalam, merasa kesepian.
Menjadi anak bungsu di keluarganya membuat Alena selalu di limpahi kasih sayang yang besar dari ketiga kakaknya. Dia ingat, biasanya setiap hari di meja makan itu selalu ramai oleh celotehan hangat dua kaka perempuannya sementara Arya hanya sebagai wasit ketika mereka bertiga berselisih pendapat.
Waktu seakan cepat berlalu. Kini mereka seakan terpisah jarak dan waktu. Mereka sering kali tak sempat bertemu walaupun hanya sekedar sarapan bersama.
Dulu aku suka merasa bosan dengan kecerewetan kak Alya dan kak Anna. Tapi kali ini pertama kali dalam hidupku aku merindukan mereka bertiga ...
**********
Alena sampai di kampus ketika matahari sudah hampir berada di atas kepala. Seharuanya hari ini jadwal nya kuliah siang. Namun sesampainya di kelas, dis mendapat pengumuman bahwa mata kuliah siang itu akan di undur ke jam dua siang.
Alena mendengus kesal. Sia-sia dia bergegas dari rumah. Tau bengini, dia bersantai dulu di rumah tadi.
Alena merogoh tasnya, mencari ponsel, menelpon seseorang.
"Halo, Van ...
" ...
"Jadwal kuliah aku di mundurin. aku kerumah kamu ya?"
" ...
Ternyata Vania di seberang sana sedang tidak di rumah. Dia sedang menunggui ibunya yang ternyata masuk rumah sakit.
"Ya sudah, Nanti pulang kuliah mudah-mudahan aku bisa mampir." katanya, kemudian mengakhiri percakapan.
Mau pulang tidak mungkin karena waktunya tak selama itu untuk pulang-pergi sari kampus ke rumah ataupun sebaliknya.
*
*
Angin berhembus kencang. Suasana tampak sepi. Alena mengedarkan pandangan ke setiap sudut atap gedung ketika dia baru saja sampai di ambang pintu atap. Hening. Hanya ada kursi panjang yang disemen yang membelakanginya dengan kokoh.
Atap gedung kampus telah menjadi tempat favoritnya beberapa bulan ini. Ketika Vania tak ada, Alena akan pergi ke atap untuk menyendiri. Mungkin rasa kesepian sudah membuat dia terbiasa menyendiri, apalagi dia tak memiliki teman selain Vania.
Bukan, bukan tak ada yang mau berteman. Tapi dianya saja yang malas berdekatan dengan orang lain.
Alena berjalan menuju sisi atap. Matanya asyik menatap ke depan, melihat pemandangan yang jauh di depan sana. Tak menyadari keberadaan seseorang di kursi semen yang di lewatinya.
Alena berhenti setelah beberapa langkah hampir ke pinggir di ujung atap. Tetap menatap ke kejauhan.
Dia menutup matanya beberapa detik, bernapas pelan, merasakan angin yang berhembus kencangenerpa wajah tirusnya.
"Kalau mau mati jangan disini. Ke jembatan stasiun sana!" Suara bariton membuyarkan momen kesendirian Alena. Dia berbalik.
Deg!!
Orang itu! Yang selama enam bulan ini menghiasi hari-hari Alena. Sosok yang selalu berada dalam mimpinya. Menyiksanya siang dan malam.
"Kalau mau bunuh diri jangan disini. Runyam nanti urusannya. Saya gak mau kebawa-bawa!" katanya lagi masih dengan santainya duduk bersandar di kursi tembok, menatapnya dengan serius.
Alena menelan ludah kasar.
Mata coklat itu ...
Tiba-tiba si pemilik mata coklat itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan ke arah Alena. Membuat gadis itu terperangah salah tingkah.
Kini jarak mereka hanya beberapa langkah. Hardi menatap Alena tajam. kedua alisnya bertaut seperti menyimpan tanya.
"Kenapa??" mulut itu mengeluarkan suara lagi. Alena terpana. Ini jarak terdekat dia dengan Hardi setelah terakhir mereka berdekatan enam bulan lalu saat masa orientasi.
Glek! Menelan ludah lagi.
Apa ini mimpi? Batin Alena.
"Hey!! Halooo ..." Hardi melambaikan tangan tepat di depan wajah Alena. Membuat gadisn itu tersadar dari lamunannya. Dia tergagap.
Tiba-tiba tangan panjang pria itu terulur meraih tangan Alena, menariknya dari tepi atap.
Alena merasakan jantung nya seperi loncat dari dalam dirinya. Tangan hangat itu menggenggam kuat. Seketika darahnya berdesir. Semua indera dalam tubuhnya seperti menguat.
Apa ini? Kenapa begini. Tolong itu tangannya dikondisikan. Jangan membuat aku tak karuan seperti ini!!...
*
*
Bersambung ....
Hai lagi.. jangan lupa like koment sama vote nya ya. pliss😊😊😊 i love you😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
🟢⍣⃝ꉣꉣɎ𝖆𝖘𝖒𝖎𝖓 ͽ֟֯͜᷍ꮴ
Segitunya ya kamu kalau jatuh cinta, al.. Ngeri eyy...
2024-06-06
1
Balgis Febrizha Al-Amrie
jatuh cinta emang so absurd itu,,sengaja lewat depan kelas curi pandang ee sekali ketemu di kantin auto melipir 🤣🤣 padahal yg di taksir gak ngeh..hadooh masa mudaku
2022-01-17
2
Novi Sulistiana
ak bca novel ini berulang kali mb fit...begitu real dg khdupn nyata...
2021-12-21
1