Setelah Rasya merapikan semua pakaian dan memasukannya kembali ke dalam koper, dia pun segera bersiap karena hari ini dia akan pulang ke rumah orang tuanya.
Mereka berpamitan kepada orang tua Nadia.
“Jaga dirimu baik-baik ya Nadia di sana harus nurut sama suami,” Jelas sang ayah mengingatkan.
“Iya ayah aku mengerti!” balas Nadia yang langsung memeluk ayah dan ibunya diikuti Rasya lalu mereka pun masuk mobil.
Saat mobil hendak melaju Nadia membuka kaca dan melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, dengan mata berkaca-kaca.
“Sudah jangan sedih nanti kalau aku libur kita akan sering berkunjung ke rumah mu oke!” Rasya mengelus pipi istrinya dengan lembut.
“Iya, Rasya?” jawab Nadia sekenanya.
“Sayang bisa gak kamu jangan manggil nama? Aku sudah menjadi suami mu sekarang!” pinta Rasya.
“Terus kamu maunya dipanggil apa?” tanya Nadia balik.
“Masa tanya sama aku sih, kamu enaknya manggil aku apa?” Kadang Rasya bingung dengan istrinya harus dikasih tahu dulu baru mengerti membuatnya menggelengkan kepala heran.
“Ak-aku tidak tahu,” singkat Nadia.
“Gimana kalau mas saja setuju kan?” ujar Rasya.
“Iya, mas, mas Rasya!” Nadia merasa canggung dengan panggilan itu, mungkin karena mereka seumuran jadi Nadia masih memanggil suaminya itu dengan sebutan nama saja.
Sesampainya di rumah Rasya, dia langsung turun diikuti istrinya dari belakang. Saat Rasya membuka pintu utama dan langsung masuk, Nadia masih terdiam melihat rumah Rasya yang begitu besar membuatnya tidak berani masuk.
Baru setengah perjalanan Rasya baru sadar jika istrinya masih berada di depan pintu sambil memperhatikan rumahnya, diapun kembali menghampiri istrinya.
“Kenapa tidak masuk sayang jangan diam di situ! Ayo masuk,” ajak sang suami.
“Eh … tuan muda sudah pulang!” tanya mbak Lina selaku asisten rumah tangga yang berada di rumah itu.
“Mbak Lina tolong bawakan semua barang ku langsung ke kemar ya!” titah Rasya.
“Oh iya mamah sama papah kemana? Kok sepi banget.” ujar Rasya sambil duduk di sofa ruang tamu masih diikuti istrinya.
“Ini minumnya tuan, nyonya,” seorang asisten satunya lagi datang membawakan segelas air dingin.
“Bawakan satu lagi air putih biasa jangan dingin buat istriku dia sedang hamil jangan kebanyakan minuman dingin apa lagi ini berwarna.
“Baik tuan muda, maaf nyonya saya akan ambilkan lagi,” ucap asisten sambil membawa kembali gelas di atas meja.
“Stop gak usah mbak biar saya ajah yang ambil sendiri, dan tolong jangan panggil saya nyonya panggil saya nona Nadia saja,” balas Nadia dia merasa tidak pantas dengan panggilan itu.
Sang asisten menatap sekilas ke arah Rasya dan dia pun mengangguk kan kepalanya mengiyakan.
“Di mana dapurnya? Bisa kau tunjukkan?” Nadia beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti asisten tersebut menuju dapur untuk mengambil air minum.
Mbak Lina kembali selesai membawakan koper ke dalam kamar. Dia memberitahu Rasya kalau Mamahnya sedang arisan bersama teman-teman sosialitanya, sedangkan papahnya sedang di kantor pusat menggantikan dirinya sementara.
Orang tuanya tidak menyambut kepulangannya ke rumah karena memang Rasya sebelumnya tidak memberitahunya terlebih dulu.
Rasya langsung ke kamarnya untuk beristirahat karena memang dia sangat lelah sudah beberapa hari dia kurang tidur karena menyelesaikan pekerjaan yang sangat menumpuk, walaupun dia bekerja dari rumah jadi tidak teratur waktu jam kerjanya berbeda saat dia di kantor.
Saat ini Nadia masih di dapur memperhatikan semua asisten rumah tangga yang tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang memasak, membersihkan rumah dan ada pula yang di belakang dapur tepatnya di halaman rumah yang sedang menyapu dan merawat tanaman di sekitar halaman tersebut.
Mbak Lina yang baru datang ke dapur mendekati Nadia yang seperti melamun ke arah depan masih dengan gelas di tangannya.
“Ada apa nyonya Nadia kenapa melamun? Apa nyonya ingin makan sesuatu biar saya siapkan!” tanya mbak Lina
“Tidak aku belum lapar!” Nadia dikejutkan oleh pertanyaan dari mbak Lina membuyarkan lamunannya.
“Kalau begitu aku permisi!” ucap Nadia berlalu pergi.
Saat Nadia kembali ke ruang tamu dia terkejut karena ada banyak orang yang sebaya dengan mertuanya, karena malu Nadia menghentikan langkahnya dan menghubungi Rasya ingin bertanya keberadaannya. Namun seseorang datang membuat dia terkejut untuk kedua kalinya.
“Kamu sedang apa di situ?” tanya Asih yang ingin ke dapur.
“I … ibu? Aku aku,” ucap Nadia gugup.
“Di mana Rasya kalian baru sampai?” tanya Asih memotong dan dijawab dengan gelengan kepala oleh Nadia.
“Ayo ikut! Aku akan mengenalkan mu pada teman-teman arisan ku,” ajak Asih sambil merangkul menantunya itu dengan senyum yang dipaksakan.
“Jangan buat aku malu mengerti!” bisik sang mertua.
Deg.
***
“Permisi pak saya ingin memberitahu mengenai proyek yang di tangani pak Rasya klien memintanya untuk segera diselesaikan, apa Pak Rasya sampai besok belum bisa masuk kantor?” Yuli kewalahan menghandle semua pekerjaan walaupun sudah dibantu Pak Darman namun hanya beberapa proyek saja yang bisa ditangani Darman selebihnya klien hanya ingin Rasya yang turun langsung ke lapangan.
“Secepatnya, Yuli mungkin hari ini dia sudah kembali ke rumah biar nanti aku sampaikan langsung padanya, terimakasih Yuli kamu sangat bisa diandalkan sama persis seperti menantuku Nadia, untuk kerja kerasmu aku akan memberikan mu bonus akhir tahun dua kali lipat.
“Oh … terimakasih banyak pak Darman!” ucap Yuli sang sekretaris merasa senang.
“Aku akan pulang cepat hari ini, mohon bantuannya lagi ya Yuli!” pinta Darman yang ingin cepat pulang ingin melihat anak dan menantunya dia sudah sangat rindu pada mereka.
“Baik pak,” sahutnya dengan semangat.
Di rumah
“Hey semua aku ingin mengenalkan menantuku pada kalian,” sapa Asih pada teman-teman sosialitanya.
Nadia merasa canggung berada di sekitar orang-orang kaya dia bingung apa yang harus dilakukannya sekarang, pasti mereka akan bertanya macam-macam.
“Wah menantumu ayu tenan jeng Asih sini-sini duduk di sampingku,’ ajak jeng Reti yang merasa senang melihat Nadia maklum saja dia tidak memiliki menantu perempuan karena semua anaknya perempuan dan hanya mempunyai menantu laki-laki.
Nadia pun menurut dan langsung duduk.
“Berapa umur mu Nadia sepertinya masih sangat muda,” tanya yang lain.
“Umur ku dua puluh dua tahun bu,” jawab Nadia gugup.
“Masih sangat muda dong, tidak sayang apa cepat-cepat menikah?” tanya jeng Reti membuat Nadia terdiam.
Jauh di dalam lubuk hatinya dia masih ingin berkarir namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, jika saja dia tidak mabuk saat itu, kejadian tersebut tidak akan terjadi sampai menyebabkan Nadia hamil dan harus menikah di usia muda, walaupun Rasya tidak pernah berbuat kasar dia selalu menyayangi istrinya dan selalu menuruti kemauannya. Hal itu yang membuat Nadia merasa beruntung walaupun mereka bersatu dengan cara yang salah.
“Kadang ada hal yang tidak terduga jeng sampai mengharuskan kita untuk menikah di usia muda,” sindir Asih menimpali.
“Apa maksudnya jeng, setau ku satu-satunya hal yang mengharuskan untuk menikah muda kalau bukan perjodohan ya hamil di luar nikah,” jelas jeng Reti yang dengan enteng berbicara membuat Nadia yang di sampingnya kaku tidak bisa berkutik.
Deg
*
*
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments