Saat di bandara Darman menelepon Rasya memberitahu kalau Asih jatuh sakit. Istrinya menolak dibawa ke rumah sakit karena yang dapat menyembuhkan hanya putra kesayangannya.
Darman akhirnya sedikit lega karena dia bisa menghubungi putranya dan memintanya segera pulang.
“Kita mau kemana, Rasya?” tanya Nadia.
“Ke rumah ku, mamah ku sakit!” jawab Rasya sambil menyetir mobil.
“Kalau begitu aku langsung pulang saja naik taxi,” ucap Nadia.
“Kamu harus ikut dengan ku! Ini waktunya kita bicara berdua dengan kedua orang tua ku!” ajak Rasya.
Sebenarnya Nadia ingin bertemu dengan kedua orang tua Rasya. Dia ingin meminta maaf karena Nadia pikir semua kejadian ini adalah kesalahannya, dia akan mencoba untuk datang walaupun saat ini hatinya amat gelisah.
Sesampainya di rumah, Rasya langsung ke kamar menemui orang tuanya. Sambil menggandeng tangan kekasihnya Rasya masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu.
Pegangan tangannya lepas begitu saja saat Rasya berteriak, memanggil mamahnya yang saat ini terkulai lemas dengan wajah pucat serta infusan di tangan kirinya.
Asih menoleh ke arah pintu kamarnya dan bahagia karena saat ini putranya ada dihadapannya.
“Kamu dari mana saja? Apa kamu semarah itu sampai-sampai pergi dari rumah! Mamah khawatir, mamah kangen, jangan pergi lagi ya nak,” ucapnya sambil memeluk Rasya dengan erat.
“Syukurlah kamu pulang juga, Rasya! Mamah mu tidak mau makan, dia banyak pikiran, sampai jatuh sakit. Papah sudah membujuknya untuk segera ke rumah sakit, tetapi dia selalu menolak,” ucapnya.
Tidak ada satupun dari kedua orang tuanya Rasya yang menyadari kehadiran Nadia, perlahan memundurkan langkahnya lalu keluar dari kamar itu dan segera menuju pintu utama berniat untuk pergi dari rumah Rasya.
“Maafkan aku mah, pah! Aku tidak berniat melakukan ini! Aku hanya,-“ ucapnya terhenti karena dia mencari Nadia yang tidak ada di kamar itu.
“Hanya apa, Rasya?” tanya Darman bingung.
Sambil celingukan Rasya masih mencari,”Aku mencari Nadia, pah. Tadi dia datang bersamaku,” jelasnya.
Saat pegangan tangan terlepas Nadia belum sempat masuk kamar tersebut, jadi Darman maupun Asih tidak melihatnya yang dia tahu hanya putranya saja yang datang.
Sudah lima belas menit Nadia menunggu taxi di depan rumah Rasya. Tapi tidak kunjung datang hari sudah mulai siang sorot matahari sangat terasa panas membuat Nadia rasanya mau pingsan.
“Lebih baik aku jalan ke depan sedikit siapa tahu ada taxi di sana,” ucapnya sambil berjalan pelan.
Baru sebentar berjalan langkahnya terhenti karena ada seseorang memanggilnya dari arah belakang, Nadia segera menoleh.
Seorang pria muda bertubuh tinggi, berkulit putih dan matanya yang sedikit sipit menghampiri Nadia.
“Kamu Nadia kansa bukan?” tanyanya lembut
“Maaf siapa ya, apa sebelumnya kita pernah bertemu!” tanya Nadia balik.
Pria itu tersenyum lebar membuat Nadia semakin bingung, “Tirta, apa sudah ingat!” jelasnya sambil mengulurkan tangan ingin bersalaman.
“Ka Tirta? Wah kakak tampan sekali aku sampai tidak mengenali mu,” ujar Nadia sambil menunjuk ke arah pria tersebut lalu bersalaman.
Pria itu pun mengangguk pelan masih dengan senyumannya membuat wanita manapun akan terpesona ketika melihatnya.
Di sisi lain Rasya masih mencari keberadaan kekasihnya itu, berharap dia masih berada di rumah. Dia mencari ke seluruh tempat di rumahnya tetap tidak ada, akhirnya Rasya mencarinya keluar.
“Apa dia pulang? Tapi kenapa? Apa dia tidak ingin bertemu orang tua ku!” monolog Rasya sambil berjalan pelan ke arah luar rumahnya.
“Kakak sudah lama di Indonesia? Tidak di sangka ya kita bertemu lagi di sini,” ucap Nadia senang.
“Iya, aku memang sudah tinggal di sini lagi! Ngomong-ngomong ngapain kamu panas-panasan di sini!” ucap Tirta.
“Aku sedang menunggu taxi ka, tapi belum datang juga dari tadi,” ujarnya kesal.
“Kamu mau pulang? Aku antar saja bagaimana! Itu mobilku kita kesana saja ya,” ajak Tirta.
Tepat di belakang mereka berdua sudah ada Rasya yang sedari tadi memperhatikannya, namun Nadia tidak melihat keberadaan Rasya yang sedang menatapnya dengan sorot mata tajam.
Hatinya terasa sakit melihat kekasihnya dengan sengaja pergi meninggalkan rumahnya dan memutuskan untuk pulang bersama pria lain, dia sengaja tidak menghampiri Nadia dan memilih kembali ke rumahnya dengan perasaan sedih dan kecewa.
***
Sesampainya di rumah Nadia berterima kasih pada Tirta yang sudah mengantarnya. Dia menawarkan untuk masuk ke dalam, namun Tirta menolak karena harus menjemput ibunya yang sedang berbelanja di supermarket.
Lalu Tirta pun pamit pergi.
Dengan ragu Nadia melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya, tangannya sedikit bergetar ketika ingin mengetuk pintu itu.
“Ayah, ibu, Aku pulang tolong buka pintunya,” ucap Nadia.
Pintu terbuka Nadia di sambut dengan tangisan oleh kedua orang tuanya yang senang melihat putrinya kembali.
“Ayo masuk Nadia, kamu kemana saja ibu dan Ayah sangat khawatir,” ujar Danu.
Nadia menjelaskan pada orang tuanya apa yang terjadi setelah dia datang kekantor, lalu Rasya membawa dia paksa ke apartemennya, serta meminta maaf karena membuat mereka sangat khawatir dan bingung.
Nadia bercerita panjang lebar perlakuan Rasya pada saat di apartemen, dia sangat perhatian selalu menjaganya, Nadia berusaha meyakinkan Rasya kalau yang dilakukannya salah besar, tetapi dengan alasan takut jika Nadia meninggalkannya, karena orang tuanya tidak memberikan restu sekeras apapun dia memohon Rasya memutuskan mengajak Nadia pergi ke luar negri untuk menikah di sana.
“Ternyata Rasya sangat mencintaimu, dia laki-laki yang sangat bertanggung jawab walaupun caranya itu salah,” ucap Danu.
“Iya, mungkin karena tekanan dari orang tuanya yang selalu mengatur hidupnya, dia jadi senekat itu,” ucap Nia iba mendengar cerita putrinya tentang Rasya.
“Tekanan dari mamahnya, bu. Bukan dari pak Darman, Sewaktu kita ke rumahnya papahnya Rasya cerita banyak sama ayah, kalau dia juga tidak suka dengan sikap istrinya terhadap Rasya,” sahut Danu.
“Apa … ayah ke rumah orang tua Rasya? Kapan? Dan mau apa ke sana?” ucapnya khawatir.
Sebelum Danu melanjutkan bicaranya tiba-tiba Nadia meringis kesakitan, membuat orang tuanya panik.
“Perut ku … sakit sekali, bu!” ucap Nadia kesakitan.
Mereka langsung membawa Nadia ke rumah sakit. Nia berkali-kali mencoba menghubungi Rasya menggunakan ponsel Nadia namun tidak diangkat.
“Ponsel mu dari tadi bunyi kenapa tidak diangkat. Bukannya itu telepon dari Nadia?” ujar Darman.
“Biarkan saja aku sedang kesal dengannya, aku tidak mau bicara dengannya,” ketus Rasya
“Kesal kenapa!” tanya Danu.
“Dia pergi dari rumah ku waktu itu di antar pria lain,” sahutnya
“Haha jadi kamu cemburu pada pria itu! Siapa tahu itu saudaranya atau kakaknya, bisa juga adiknya,” ujar Danu.
“Nadia anak tunggal, pah sama seperti aku. Mana mungkin dia punya saudara,” ucap Rasya.
“Siapapun itu papah hanya mengingatkan, Nadia itu sekarang sedang hamil, kalau terjadi apa-apa dengannya bagaimana?” jelas Danu.
Mendengar itu Rasya langsung menelpon balik , dan benar saja ibunya memberitahu jika Nadia dibawa ke rumah sakit lalu dia menuju mobilnya segera ke rumah sakit.
Setelah pemeriksaan dari dokter orang tuanya sedikit lega karena tidak ada yang serius pada putrinya dan kandungannya baik-baik saja.
“Di mana suaminya saya ingin bicara padanya,” ujar dokter.
“Saya di sini dokter,” sahut Rasya yang sudah sampai dan langsung masuk ke ruang rawat.
“Saya hanya mengingatkan istri anda jangan dibiarkan stress dan kecapean, karena usia kandungannya masih muda dia harus banyak istirahat. Dan maaf saya harus menyampaikan ini, jika kandungan istri anda sangat lemah, jadi harus lebih diperhatikan lagi istrinya ya, pak!” jelas dokter dengan penuh penekanan.
“Baik dokter terimakasih,” jawab Rasya.
Dokter dan perawat berlalu pergi. Tinggal lah Rasya yang terlihat agak canggung dengan keadaan di mana dia berhadapan dengan Danu dan Nia, dia tertunduk malu lalu bertekuk lutut di hadapan Danu lalu berkata.
“Pak Danu saya minta maaf sudah membawa Nadia selama dua hari ini tanpa meminta izin lebih dulu pada bapak dan ibu. Saya menyesal sekali, karena ulah saya membuat kondisi Nadia seperti ini. Saya mohon dengan amat sangat untuk merestui hubungan kami. Aku hanya ingin menikahinya dan membahagiakan Nadia, pak!” ucap Rasya terisak masih dalam posisi bersimpuh di kaki Danu.
Deg
Nadia tertegun melihat apa yang dilakukan kekasihnya sampai dia menangis tanpa suara saat masih terbaring lemah.
“Bangunlah, Rasya. Kamu jangan seperti ini, aku tahu kamu tulus sama Nadia. Sebenarnya ayah merestui kalian berdua. Tapi bagaimana dengan mamah mu, Rasya!” ujar Danu.
Tiba-tiba seseorang datang
“Mereka akan menikah minggu depan,”
*
*
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments