Saat Nadia merasakan seseorang memegang pundaknya, ponselnya terjatuh. Dia masih terdiam sejenak belum berani menoleh.
Suara tersebut memanggilnya kembali, kali ini sangat jelas dan rasanya tidak asing.
Deg
Deg
Jantung Nadia berdetak kencang, akhirnya dia menoleh dengan mata terpejam merapatkan kedua telapak tangannya memohon pada orang itu yang dikira ingin merampoknya.
“Tolong jangan rampok saya!” lirih nadia yang hampir menangis.
“Ini ayah, Nadia! Kenapa kamu pulang larut malam begini. Udah tau jalan di gang ini sepi banget, ibu mu sampai khawatir makanya ayah menyusul, sekarang lebih baik kita pulang,” ajaknya sambil mengambil belanjaan dan ponselnya yang tadi jatuh.
Karna ibunya khawatir dia menyuruh suaminya untuk menunggu di ujung gang depan jalan. Tapi ketika Nadia turun dari taxi dia dan ayahnya tidak betemu.
***
Di sebuah hotel, pasangan suami istri sedang sibuk mengamati para karyawan hotel tersebut, yang sedang mempersiapkan segalanya, untuk acara ulang tahun perusahaan yang akan diadakan besok.
Darman dan Asih ingin memastikan semuanya telah siap untuk acara besok . karena bukan hanya seluruh karyawan, dan para rekan bisnisnya yang akan datang. Mereka juga mengundang petinggi perusahaan lainnya.
“Apa dia sudah sampai, mah! Kenapa dari tadi dia tidak memberi kabar. Sekedar menelfon pun tidak,” ujar Darman sambil bejalan pelan melihat sekeliling diikuti istrinya.
Putranya itu memang jarang sekali memberi kabar. Bahkan jika orang tuanya tidak menghubunginya lebih dulu, Mereka tidak akan tahu bagaimana keadaan putranya di sana. Entah apa yang mebuatnya bersikap seperti itu.
Apa mungkin rata – rata sifat laki – laki seperti itu? Cuek dan dingin.
“Lebih baik kita pulang sekarang, dan mengeceknya di rumah. Putramu itu memang benar benar keterlaluan, pah! Kita orang tuanya sangat khawatir. Tapi dia selalu cuek sama kita,” ucap nya kesal.
Keesokan harinya Nadia tengah bersiap siap di kamarnya. Dia masih berkutat di depan cermin meja riasnya, merapikan riasan di wajahnya, lalu berdiri mengambil tasnya yang berwarna ungu.
Ya, Nadia memang suka sekali warna ungu.
Tak lupa dia berpamitan dengan orang tuanya. Ibunya memperhatikan penampilan putrinya, Pandangannya tak lepas melihat Nadia dari ujung rambut hingga ujung kaki.
“Pak, anak kita sudah gadis ya? sangat cantik. Gak kerasa sebentar lagi dia punya pasangan dan menikah. Tinggal kita berdua saja di rumah ini!” ujarnya sedikit sedih.
Nadia terpaku mendengar ucapan ibunya, yang membahas tentang pernikahan dan pasangan hidup. Dia belum memikirkan tentang itu. Bukannya tidak ingin menikah, namun Nadia selalu ingat harapan sang ayah.
“Ibu ini bicara apa? Sekarang aku ingin fokus sama kerjaan dulu. Menjadi wanita karir yang sukses dan membuat Ibu sama ayah bangga padaku. Sudah ya aku berangkat, aku sayang kalian!” ucapnya sambil memeluk dan mencium pipi kedua orang tuanya.
Sesampainya di hotel ternyata dia agak sedikit terlambat, karena terjebak macet. Padahal hari ini weekend. Mungkin banyak orang yang ingin pergi liburan dan menghabiskan waktu bersama keluarganya.
“Andai saja aku punya kendaraan sendiri. Pasti tidak harus menunggu bis berjam- jam kayak gini,” gerutu Nadia sambil masuk ke dalam ruangan acara tersebut.
Saat dia melangkahkan kakinya ke dalam, acara sudah dimulai. Setelah Darman memberikan sambutan, dia memanggil seseorang untuk diperkenalkan ke seluruh tamu.
Pria muda, gagah, berjas hitam itu pun berjalan pelan menghampiri Darman. Semua para tamu bertepuk tangan menyambut kehadirannya.
Tapi tidak dengan Nadia yang baru saja datang, dia terpesona melihat seseorang yang saat ini ada dihadapannya. Tubuhnya membeku, detak jantungnya seakan terhenti, seolah tidak percaya bahwa dia adalah Rasya. Seseorang yang selalu ada dalam hati dan pikirannya, kini dia kembali.
Tanpa sadar Nadia terus memandangi nya hingga dia berkata.
“Tampan” ujar Nadia masih dalam mode melamun.
Setelah Darman memperkenalkan putranya yang akan menjadi penerus perusahaan selanjutnya. Para tamu dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disiapkan.
Darman dan Asih membawa Rasya, memperkenalkan sang putra pada rekan bisnisnya juga para petinggi perusahaan lain. Sambil mengobrol, matanya celingak celinguk mencari teman SMA nya itu yang sedari tadi tidak terlihat olehnya.
Pandangannya terhenti di sebuah meja, tepat Nadia sedang menikmati hidangannya. Dia pamit pada tamu tersebut, dan bergegas menghampirinya. Namun Nadia malah pergi, dia seperti menghindarinya.
Rasya tidak terkejut dengan sikap temannya itu. Karena dia sudah hafal betul bagaimana sifat Nadia dan alasan dia menghindar dari Rasya.
Nadia memutuskan untuk pulang lebih awal sebelum acara selesai.
Dia bergegas keluar dari hotel, tanpa sepengetahuan Rasya karena takut jika Rasya mengikutinya sampai keluar.
Tidak tau saja kalau Rasya saat ini sedang memperhatikannya dari jauh. Dia sengaja berpura – pura tidak melihat Nadia yang terburu – buru keluar.
Rasya tertawa melihat tingkah temannya itu yang tidak pernah berubah, selalu membuatnya sakit perut karena tidak bisa berhenti tertawa, melihat tingkahnya yang menggemaskan menurutnya.
“Dia masih sama, tidak ada yang berubah. Kelakuannya, lucunya, dan menggemaskan banget kayak bayi baru lahir. Gimana aku bisa ngelupain dia, walaupun tiga tahun di Amerika,” ucap Rasya yang masih tersenyum sendiri seperti orang tidak waras.
“Maaf aku belum siap ketemu kamu,” ucap Nadia yang kini sudah berada didalam bis menuju arah pulang.
Di perjalan Nadia melamun mengingat kembali pertemuannya dengan teman lamanya itu. Ada banyak pertanyaan di benaknya, kenapa selama tiga tahun dia tidak pernah sedikitpun menghubungi dan memberi kabar hingga membuat Nadia merasa kesal.
Tiba – tiba ponselnya berdering menandakan ada pesan masuk, membuyarkan lamunannya. Dan tidak disangka pesan tersebut dari Rasya, yang menanyakan kabarnya dan bertanya, kenapa dia menghindari Rasya tadi sewaktu di hotel. Setelah pesan dibaca dia tersenyum tipis, membulatkan matanya malas, lalu menyimpan kembali ponselnya di dalam tas selempang miliknya tanpa membalas pesan itu.
Rasya memulai pekerjaan di kantor hari ini, Dia masih mempelajari semuanya dengan bantuan papahnya. Dengan teliti dan fokus dia memperhatikan papahnya yang sedang menjelaskan.
Pintu ruangan diketuk, menghentikan sejenak aktivitas di dalam ruangan tersebut. Dan mempersilahkan untuk masuk.
“Bapak memanggil saya?” ucap Nadia melangkah masuk menghampri bos nya dan mempersilahkannya duduk.
Nadia duduk dengan perasaan tenang, walaupun dia tahu jika di sampingnya itu adalah Rasya. Mereka pun hanya diam, seperti tidak saling mengenal satu sama lain. Berbeda dengan Rasya yang sesekali curi – curi pandang ke arah Nadia dengan senyuman manisnya.
“Mulai sekarang kamu tidak menjadi HRD lagi, saya ingin kamu menjadi sekertaris. Dan tolong bantu pekerjaan Rasya. Karena kamu akan menjadi sekertarisnya.”
Nadia menoleh ke arah Rasya dan mereka pun saling berpandangan
*
*
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments