BAB 3

Seperti biasa pukul 03.00 aku sudah bangun untuk menemani mbak Yuyun ke pasar sebelum nanti membantu budhe memasak, tetapi ketika aku memasuki dapur tidak ada aktivitas seperti biasa. Budhe tidak ada disana begitu juga dengan mbak Yuyun, apa mungkin ia kesiangan.

Aku segera kembali ke kamar dan mengambil ponsel untuk menghubunginya, lama sekali mbak Yuyun tidak menjawabnya

"Halo mbak Arra"

"Halo mbak, mbak Yuyun kesiangan ya? kok jam segini belum datang? "

"Lho mbak bukannya hari ini libur? "

"Libur?" aku melirik kalender di samping pintu namun angkanya masih berwarna hitam

"Mbak ini tidak hari Minggu kenapa libur? "

"Lho mbak Arra tidak tahu? semalam ibu telfon katanya besok warung tutup saja karena katanya beliau tidak enak badan"

Aku terdiam sejenak, memang sejak kejadian di meja makan budhe tidak lagi keluar kamarnya hingga sekarang

"Ya sudah mbak kalau begitu, maaf kalau Arra mengganggu waktu tidur mbak Yuyun"

"Tidak apa-apa Ra"

Aku kembali ke kamar setelah menutup telefon mbak Yuyun, ingin rasanya pergi ke kamar budhe namun aku juga tidak ingin menganggu waktu istirahatnya apalagi budhe sedang tidak enak badan. Akhirnya aku putuskan kembali tidur sejenak sebelum alarm sholat subuh berbunyi.

*

Keesokan paginya setelah mandi dan menyiapkan sarapan aku masih tidak melihat budhe keluar dari kamar, aku memutuskan untuk membawakan sarapannua ke kamar. Ku ketuk pintu dan masuk meski tak ada jawaban, terlihat budhe duduk di tepi ranjang sembari memandang foto paman dan dirinya di depan rumah ini.

"Budhe" panggil ku pelan

Ia menoleh dan tersenyum kepadaku

"Ndok hari ini warteg tutup saja ya? kita istirahat sejenak"

"Iya budhe, ini Arra bawakan nasi goreng dan juga obat"

"Makasih ndok"

"Budhe masalah rumah ini biar Arra cari solusi, Arra akan meminta pada om itu untuk memberikan kita waktu supaya rumah ini bisa di tebus kembali suatu hari nanti"

Budhe hanya tersenyum kecil, nampak kesedihan di wajah yang sudah tak lagi muda itu. Setelah mencoba menenangkan budhe aku pamit keluar untuk sarapan juga, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari luar rumah. Aku keluar dari pintu samping dan melihat dua preman kemarin yang sudah membawa satu alat berat di depan rumah kami.

"Anton keluar kamu" teriaknya

Aku berlari kedalam rumah dan segera membangunkan mas Anton yang masih tertidur pulas

"Mas, mas Anton bangun"

"Ada apa sih Ra ribut-ribut pagi begini?"

"Itu mas, para preman-preman itu datang lagi"

"Sudah biarkan saja mereka hanya ingin menggertak kita"

"Tidak mas, mereka serius dengan ucapannya kemarin. Mereka membawa alat berat di depan rumah"

"Alat berat? "

"Iya mas.. "

Mas Anton segera beranjak keluar kamar aku mengikutinya yang pergi menghampiri preman-preman itu

"Sekarang kalian kemasi barang-barang kalian, rumah ini akan aku hancurkan" ucap salah satu preman itu

"Bang tolong beri kami waktu sedikit lagi, saya janji besok saya akan bayar bahkan saya antarkan uangnya ke bos"

"Halah Janji-janji saja kau ini"

"Benar bang saya berani sumpah, jika saya bohong ambil saja sekalian nyawa saya ini"

"Mas Anton, mas Anton apa-apaan sih?" teriakku

"Awas ya kau Anton, jika besok belum juga kau bayar siap-siap saja kehilangan nyawa" jawab preman itu

Aku dan mas Anton menghela nafas lega setelah melihat mereka pergi, namun alat berat itu tetap di tinggalkan didepan rumah kami.

"Mas bagaimana mas Anton bisa berkata seperti itu, mereka tidak macam-macam dengan ucapannya"

"Lalu bagaimana lagi Ra? sudah kamu hubungi saja om-om yang katanya mau membeli rumah ini"

"Tapi mas, budhe belum menyetujuinya"

"Ibu pasti setuju daripada harus kehilangan nyawa putra semata wayangnya ini"

*

Kami sampai di depan pintu samping terlihat budhe berdiri di sana dengan air mata yang sudah membasahi pelupuk matanya

"Ndok kamu hubungi saja orang yang mau membeli rumah ini"

"Tapi budhe"

"Sudah dari pada preman-preman itu terus mengganggu kita, apalagi budhe malu sama tetangga jika terus terusan seperti ini"

"Sudah cepat hubungi Ra, lagi pula ibu sudah mengizinkan kok kalau rumah ini di jual"

Aku hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti perintah budhe, aku masuk kedalam kamar dan mengambil ponsel serta kartu nama laki-laki itu.

Di depan budhe dan mas Anton aku menghubunginya

"Halo om? "

"Halo siapa ini? "

"Ini saya Arra perempuan yang om tolong kemarin"

"Oh iya, bagaimana sudah mempertimbangkan saran saya? "

"Sudah om, budhe menyetujuinya"

Belum selesai aku berbicara, mas Anton langsung menyahut ponselku

"Halo bro, kalau kamu minat dengan rumahku sebaiknya hari ini segera kita selesaikan transaksinya"

"Baiklah saya akan datang kesana"

"Oke saya tunggu"

Budhe hanya diam menatap keluar pintu, rumah ini banyak kenangan di dalamnya. Rumah yang paman bangun untuknya, rumah yang menjadi tempat berpisah mereka pula.

"Sudahlah bu, lagi pula bangunan rumah ini sudah tak sekuat dulu lagi. Lain kali kita bisa beli rumah kecil-kecilan jika sudah ada uang"

"Mas, harga rumah tidak seperti harga cabai di pasar. Apalagi seiring berjalannya waktu pasti akan semakin mahal"

"Nah itu kamu tahu, makanya kamu juga harus cari kerja supaya bisa bantu kita buat beli rumah lagi. Selama ini kita juga tidak pernah merasakan sedikitpun hasil kerja keras kamu"

*

Suara mobil terdengar berhenti di depan warung, aku segera keluar menemui om itu lewat pintu samping. Nampak ia datang bersama temannya yang kemarin dengan membawa koper di tangannya

"Om silahkan masuk" ucapku

Budhe dan mas Anton sudah menunggu di ruang tamu, nampak jelas wajah budhe yang sedih sembari memegang surat rumah ini di tangannya.

"Halo bro, seperti yang sudah anda bicarakan dengan adik saya kemarin. Kami menyetujuinya" ucap mas Anton yang penuh semangat

"Budhe, budhe yakin untuk menjual rumah ini? " tanyaku sekali lagi

"Sudahlah Ra jangan mempersulit keadaan, kita tidak punya banyak waktu. Kamu sendiri juga yang bilang kalau preman-preman itu tidak akan main-main dengan ucapannya"

"Tapi mas, bagaimanapun rumah ini menyimpan banyak kenangan budhe dan paman. Apa mas Anton tidak merasa sedih harus kehilangan rumah ini? "

"Kalau memang sudah takdirnya kenapa harus di bantah? "

"Sudah ndok budhe tidak apa-apa"

"Kalau begitu silahkan tanda tangan disini, tuan Daniel sudah memberikan harga lebih dari yang kalian jaminkan untuk rentenir itu" ucao teman om yang di panggil dengan sebutan Daniel itu

Mas Anton mengambil kertas tersebut, matanya membelalak melihat harga yang di tuliskan dua kali lipat dari angka yang ia jaminkan. Tanpa ragu ia menandatangani surat tersebut namun om Daniel menghentikannya

"Tunggu.... "

"Ada apalagi? " tanya mas Anton yang sudah tidak sabar

"Apa kamu sudah yakin akan menjual rumah ini? "

"Tentu saja, kenapa anda bertanya lagi? "

"Saya rasa apa yang adik anda katakan ada benarnya juga, rumah ini mempunyai banyak kenangan bersama keluarga apakah tidak sayang jika harus dijual? "

"Jika saya berpikir begitu lalu bagaimana hutang-hutang itu bisa lunas"

Ruangan hening sesaat, om Daniel memandangi ku cukup lama kemudian kembali berbicara

"Kalau begitu saya akan melunasi hutang-hutang anda tanpa harus menjual rumah ini, sebagai gantinya nikahkan saya dengan adik anda"

Ucapan om Daniel membuat semua yang ada di ruangan itu terkejut, terutama teman yang duduk di sampingnya itu.

"Boleh juga, dengan begitu ibu tidak perlu kehilangan rumah ini dan kenangannya"

"Anton, apa-apaan kamu? kamu korbankan Arra sebagai pengganti membayar hutang-hutang mu itu" ucap bu Diah

"Sudahlah bu ini jalan yang terbaik, ibu akan tetap memiliki rumah ini dan Anton tidak akan di kejar-kejar lagi oleh preman-preman itu"

"Mas, mas Anton tega memilih opsi kedua ini? "

"Ayolah Ra, anggap saja ini sebagai bentuk balas budimu kepada keluargaku. Mau menunggu sampai kapan lagi kamu bisa membayar semua yang sudah keluargaku berikan selama ini? "

Lagi-lagi mas Anton mengungkit masalah itu, aku selalu merasa kalah jika ia sudah berkata demikian.

"Baiklah jika itu yang bisa Arra lakukan untuk menebus semua kebaikan-kebaikan yang sudah mas Anton dan keluarga berikan pada Arra"

"Jangan ndok, merawat kamu sudah menjadi amanah ayah kamu pada almarhum suami budhe"

"Budhe, Arra tidak mau seumur hidup harus terbaysng-bayang dengan semua hutang budi yang mas Anton berikan. Lagi pula mas Anton benar, mau sampai kapan Arra bisa membalas kebaikan budhe sekeluarga? Arra tidak akan bisa budhe"

"Budhe mohon ndok, jangan korbankan masa depan kamu demi hal yang tidak kamu lakukan"

"Sudahlah bu, lagi pula Arra juga setuju. Katanya ibu tidak mau kehilangan rumah ini tetapi ibu melarang Arra menikah dengan dia"

"Budhe, tidak apa. Arra dengan senang hati melakukannya, ini semata-mata supaya budhe tetap memiliki rumah ini dan semua kenangan di dalamnya"

"Baiklah jika itu sudah keputusan mu ndok, maafkan budhe tidak bisa berbuat apa-apa lagi"

"Nah gini kan sama-sama enak, rumah tetap jadi milik kita dan hutang pun lunas" imbuh mas Anton

"Kalau begitu besok saya akan kembali lagi dengan surat perjanjian baru dan membawa orang tua saya untuk melamar adik anda, dan ini cek senilai hutang anda"

"Baiklah kalau begitu Terima kasih"

Mas Anton mengantarkan mereka berdua keluar, budhe segera menghampiriku yang masih duduk diam di ujung ruangan.

"Ndok maafkan budhe, seharusnya budhe bisa mencari solusi lain tanpa kamu harus mengorbankan masa depan yang masih panjang ini"

"Tidak apa budhe, mungkin ini memang sudah takdirnya seperti kata mas Anton"

Budhe memeluk tubuhku yang rasanya lemas dan ingin menangis, aku tak tahu harus bagaimana menghadapi semuanya nanti. Cita-cita yang ingin ku gapai masih belum terwujud, namun aku sudah harus menikah dan harus mengabdi kepada orang yang baru ku kenal kemarin.

...ANTON...

Terpopuler

Comments

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

lumayan seru, tp untuk visualny artis dlm negeri juga ganteng dan cantik, biar cocok dgn cerita nya Indonesia banget

2024-02-10

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 BAB 104
105 BAB 105
106 BAB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 BAB 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 BAB 120
121 BAB 121
122 BAB 122
123 BAB 123
124 BAB 124
125 BAB 125
126 BAB 126
127 BAB 127
128 BAB 128
129 BAB 129
130 BAB 130
131 BAB 131
132 BAB 132
133 BAB 133
134 BAB 134
135 BAB 135
136 BAB 136
137 BAB 137
138 BAB 138
139 BAB 139
140 BAB 140
Episodes

Updated 140 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
BAB 104
105
BAB 105
106
BAB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
BAB 112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
BAB 120
121
BAB 121
122
BAB 122
123
BAB 123
124
BAB 124
125
BAB 125
126
BAB 126
127
BAB 127
128
BAB 128
129
BAB 129
130
BAB 130
131
BAB 131
132
BAB 132
133
BAB 133
134
BAB 134
135
BAB 135
136
BAB 136
137
BAB 137
138
BAB 138
139
BAB 139
140
BAB 140

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!