BAB 2

Seperti biasa aku dan budhe sudah bersiap di balik etalase penuh makanan di ikuti matahari yang mulai menyingsing menunjukkan pesonanya, setiap pagi pelanggan kami adalah ibu-ibu yang sekedar hanya membeli sayur untuk mereka yang menjadi ibu karir tak sempat memasak di rumah. Ada juga yang sekedar membelikan bekal untuk putra putri mereka ke sekolah, di tengah hiruk pikuk suara ibu-ibu yang sedang memilih lauk tiba-tiba dia orang yang menagih hutang kemarin datang dengan suara lantang.

"Anton keluar kau, bayar hutang-hutangmu"

sontak pandangan ibu-ibu yang berada disana menatap ke arah mereka, aku segera berlari menghampirinya untuk meminta menunggu sembari aku memanggilkan mas Anton yang masih tertidur.

"Mas tolong tunggu sebentar disini biar saya panggilkan mas Anton"

"Cepatlah, dan pastikan kakakmu itu membayar hutangnya"

Aku hanya bisa meneguk salifa mendengar suara garang itu.

*

Aku menghampiri kamar mas Anton dan ku ketuk pintu kamarnya lumayan lama, namun tak ada sahutan dari dalam. Ku beranikan diri masuk karena fikir ku mungkin mas Anton tidur terlalu lelap, namun alangkah terkejutnya aku tak ku temui batang hidung laki-laki berusia dua puluh delapan tahun itu.

Aku berusaha mencari kesana kemari namun tak ku temui nya, aku kembali ke depan dan melihat dua orang itu masih menunggu. Ku hampiri mereka dengan rasa takut, takut mereka akan mengamuk seperti kemarin

"Mana Anton? "

"Maaf mas, mas Anton tidak ada" ucapku lirih

"Tidak ada bagaimana? Jangan-jangan kamu kerjasama dengan dia ya? "

"Ti tidak mas, sama sekali tidak"

"Ga itu si Anton dia berusaha melarikan diri" ucap teman si penagih hutang itu

"Sial, ternyata kau mencoba mengalihkan pandangan kami supaya Anton bisa kabur kan" teriaknya lagi sembari keluar mengejar kakakku itu

Aku dan budhe langsung berlari ke depan melihat kondisi mas Anton yang kejar kejaran dengan para preman tersebut, ku lihat wajah budhe penuh khawatir. Aku mencoba memenangkannya

"budhe tunggu sini biar Arra yang mengejar mereka" ucapku sembari berlari meninggalkan warteg

*

Mas Anton tertangkap dan kedua preman itu memukulinya, semua orang yang melihat tidak berani melerainya karena takut akan ikut kena pukul. Aku maju menutupi tubuh mas Anton yang hampir sempoyongan babak belur

"Tolong tolong stop memukuli kakak saya, beri kami waktu lagi untuk membayar hutang-hutang itu" ucapku mencoba menenangkan para preman

"Ah kamu sama saja dengan kakakmu, hanya bermulut manis"

"Saya janji akan melunasinya secepat mungkin" ucapku dengan nada memohon

"Gimana ini Ga?" tanya preman itu pada temannya

"Pasti bos akan marah jika kita tidak mendapatkan uangnya hari ini"

Tanpa pikir panjang preman itu mendorong ku dan kembali memukuli mas Anton, aku yang sedikit kesakitan mencoba melerai mereka. Hampir saja aku kena pukul jika tangan seseorang tidak menepis tangan preman itu

"Siapa kau? jangan ikut campur" ucap preman itu yang membuat ku membuka mata yang sedari tadi tertutup rapat karena takut preman itu akan memukul ku

"Pantang bagi seorang laki-laki memukul perempuan" ucap pria tersebut

"Alah jangan sok jadi pahlawan loe"

Tanpa basa basi preman itu menyerang laki-laki yang membela kami, namun dalam sekejap mata dua preman itu telah dikalahkan olehnya. Mereka tergeletak di tanah sembari memegangi bagian yang sakit, tiba-tiba laki-laki lain menghampirinya

"Tuan ada apa ini? " ucapnya pada laki-laki yang menolongku

"Tidak apa aku sudah membereskannya"

Preman-preman itu berdiri sembari menunjuk ke arahku dan mas Anton

"Awas kau Anton besok aku akan kembali dan siap menyeret keluarga mu dari rumah itu" ucapnya sembari berjalan tergopoh-gopoh

Setelah mereka pergi aku mengucapkan terimakasih pada laki-laki yang menolong kami tadi

"Terima kasih om" ucapku dengan membungkukkan sedikit badan

"Siapa namamu? "

"Saya? "

"Iya kamu"

"Saya Rainarra"

"Kalian tinggal dimana kalau boleh tahu? "

"Di rumah dekat ujung jalan itu, sebuah warung makan kecil"

"Bisa saya berkunjung kesana? "

"Embb boleh" ucapku dengan raut kebingungan

Kami berjalan bersama menuju warung, aku memapah mas Anton yang mau pingsan di bantu oleh teman laki-laki yang menolong kami. Di depan nampak budhe yang masih menunggu dengan wajah khawatir

"Ya Allah Anton kamu kok sampai begini" ucap budhe yang langsung membawa mas Anton masuk ke dalam rumah

"Silahkan duduk om, biar saya ambilkan minum"

Aku segera masuk ke dalam membuatkan minuman untuk mereka berdua lalu meletakkannya di atas meja

"Jadi ini rumah makan kalian? "

"Iya om"

"Sudah lama? "

"Alhamdulillah sudah berjalan sepuluh tahun ini"

Ia tersenyum sambil menatap sekeliling

"Bukan maksud saya mau ikut campur masalah kalian, tetapi saya dengar dari percakap preman-preman itu kakakmu memiliki hutang pada mereka"

Aku mengangguk pelan

"Kalau boleh tahu berapa? "

"Maaf om, tapi untuk apa ya om bertanya soal ini? "

"Sayang juga kalau rumah makan yang sudah berdiri lama harus tutup karena hutang, jika sudah berdiri selama itu berarti kalian mempunyai banyak pelanggan bukan? "

Aku kembali mengangguk

"Akan saya beli rumah makan ini supaya kalian bisa membayar hutang-hutang itu, sebagai gantinya kalian tetap bekerja disini seperti biasa"

"Tapi itu bukan hak saya untuk memberi keputusan om, warung ini milik budhe"

"Kalau begitu kamu bicarakan dengannya, ini kartu nama saya jika kalian setuju hubungi saja"

Laki-laki itu berpamitan lalu pergi meninggalkan secarik kertas kecil di atas meja.

*

Setelah menutup warung aku langsung masuk ke dalam rumah, aku hanya menemukan mas Anton duduk di depan televisi sembari memeluk toples camilan.

"Mas, budhe dimana? "

"Di kamar"

"Mas, apa mas Anton sudah menemukan solusi untuk melunasi hutang itu? "

"Belum"

"Lalu bagaimana mas jika besok preman itu benar datang dan menyita rumah ini? "

"Alah mereka tidak akan berani, mereka itu hanya rentenir ilegal tidak ada hukum"

"Mas jangan begitu, mereka saja berani memukuli kamu sampai seperti ini"

"Sudahlah tidak usah kamu pikirkan, sekarang pikirkan saja bagaimana cara kamu untuk bisa membantuku melunasi hutang-hutang itu"

Aku pergi tanpa bergeming lagi, rasanya hatiku sakit setiap mas Anton mengungkit tentang perihal aku yang masih belum bisa membalas semua kebaikan-kebaikan keluarganya.

*

Setelah mandi aku menemui budhe yang berada di meja makan menyiapkan hidangan, mas Anton yang baru bangun tidur nyelonong duduk dan mengambil piring.

"Ton sebaiknya mandi dulu sebelum makan" suruh budhe

Namun ucapan beliau seperti tak di indahkannya, mas Anton tetap melanjutkan mengambil lauk lalu duduk dengan sebelah kakinya yang di angkat ke atas kursi. Aku hanya menatap budhe yang sudah terbiasa dengan sikap mas Anton

"Budhe ada yang ingin Arra katakan"

"Ada apa ndok? "

"Budhe ingat dua laki-laki yang menolong mas Anton tadi? "

"Iya kenapa ndok? "

"Mereka menawarkan bantuan untuk melunasi hutang mas Anton"

"Bantuan apa Ra? " tanya mas Anton yang langsung menghentikan makannya

"Mereka mau membeli rumah ini untuk melunasi hutang kamu mas, tetapi mereka meminta agar warteg tetap jalan seperti biasa. Sebagai gantinya Arra dan budhe tetap berjualan dan keuntungan akan di bagi dua"

"Baguslah kalau begitu jadi kita tidak perlu pusing mikir hutang sekaligus cari tempat tinggal lain"

"Tapi rumah ini satu-satunya peninggalan bapakmu Ton" ucap budhe yang kembali dengan raut wajah sedihnya

"Lalu mau bagaimana lagi bu? apa ibu punya solusi lain untuk melunasi hutang-hutang itu? "

"Lain kali kalau kamu mau ambil keputusan bicarakan dulu sama ibu Ton"

"Anton sudah tahu pasti ibu tidak akan setuju, makanya Anton tidak membicarakannya dengan ibu"

Budhe sudah kehabisan kata-kata dan memilih meninggalkan meja makan, aku hanya dapat menghela nafas menghadapi sikap mas Anton yang terus menerus membuat ibunya sedih.

"Mas apa tidak kasihan sama ibu? "

"Kamu lagi Ra, ngapain juga harus bingung mikir solusinya kalau semuanya sudah ada di depan mata. Lagi pula kita masih bisa tinggal dirumah ini kok meski sudah di jual"

"Tapi kan beda mas rasanya"

"Kalau begitu kamu saja yang bayar hutang-hutang itu kalau tidak ingin rumah ini terjual, selama ini kamu sama sekali tidak ada kontribusi membantu keluarga ini. Apakah kamu tidak berfikir biaya kuliahmu itu tidaklah sedikit belum lagi kamu tidak menggunakan gelarmu itu untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan"

"Bukannya tidak mau menggunakannya untuk mencari pekerjaan mas, tapi dari pada budhe harus membayar jasa karyawan lebih baik Arra yang membantunya saja"

"Halah banyak alasan kamu, dasar tidak tahu balas budi" ucapnya seraya mendorong kursi dan berlalu pergi

Aku hanya bisa tertunduk meneteskan air mata, menutup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Andai saja mama tidak selingkuh dan meninggalkan ayah pasti aku tidak akan menjadi beban untuk orang lain, tetapi apa daya nasi sudah menjadi bubur.

...BU DIAH...

Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 BAB 104
105 BAB 105
106 BAB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 BAB 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 BAB 120
121 BAB 121
122 BAB 122
123 BAB 123
124 BAB 124
125 BAB 125
126 BAB 126
127 BAB 127
128 BAB 128
129 BAB 129
130 BAB 130
131 BAB 131
132 BAB 132
133 BAB 133
134 BAB 134
135 BAB 135
136 BAB 136
137 BAB 137
138 BAB 138
139 BAB 139
140 BAB 140
Episodes

Updated 140 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
BAB 104
105
BAB 105
106
BAB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
BAB 112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
BAB 120
121
BAB 121
122
BAB 122
123
BAB 123
124
BAB 124
125
BAB 125
126
BAB 126
127
BAB 127
128
BAB 128
129
BAB 129
130
BAB 130
131
BAB 131
132
BAB 132
133
BAB 133
134
BAB 134
135
BAB 135
136
BAB 136
137
BAB 137
138
BAB 138
139
BAB 139
140
BAB 140

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!