BAB. 20 Menemui Mertua

"Silahkan masuk, anda sudah ditunggu Pak Wisnu diruang kerjanya," kata pelayan yang membukakan pintu untuk Edwin.

Edwin mengangguk kemudian melangkah masuk kedalam rumah mertuanya. Rumah megah bak istana namun tak pernah sekalipun Edwin merasa nyaman berada dirumah ini.

Edwin diantar pelayan hingga tiba didepan pintu ruang kerja Pak Wisnu. Mengetuk pintu, setelah dipersilahkan masuk barulah dia melangkah masuk kedalam ruang kerja sang mertua.

Edwin menyalimi tangan Pak Wisnu barulah duduk berhadapan dengan berhalatkan meja kerja disana. Meski Pak Wisnu kerap kali menghina dan pernah menamparnya tapi Edwin tetap menghormatinya.

"Sebetulnya saya heran apa yang dilihat Mona dari kamu sampai dia mau menikah denganmu dan bertahan sampai sekarang," kata Pak Wisnu.

"Karena Mona mencintai saya, Pa," sahut Edwin.

"Hidup itu tidak hanya butuh cinta, Edwin, tapi juga butuh nama dan masa depan."

"Papa benar, tapi hidup tanpa cinta kita tidak akan bahagia."

"Tapi karena cinta hidup anak saya jadi tak menentu. Kamu tahu, Edwin, hingga sekarang kenapa kalian tidak punya anak?" tanya Pak Wisnu

"Karena Mona belum siap direpotkan oleh anak kami," jawab Edwin sesuai dengan apa yang pernah Mona katakan.

"Bukan. Sebenarnya saya yang meminta Mona menunda kehamilannya karena saya tidak mau punya cucu dari kamu."

Jlep.

Hati Edwin terasa ditikam belati. Sakit sekali. Edwin tak menyangka bila mertuanya akan bertindak sejauh ini hanya karena tak menyukainya, padahal Edwin sudah berusaha memantaskan diri agar layak menjadi menantu di keluarga ini.

Status sosial yang berbeda membuat Edwin tak pernah disukai mertuanya meski sekarang Edwin sudah menjadi pengusaha kaya tapi tak merubah apapun yang terjadi. Dimata Pak Wisnu, Edwin tetaplah menantu miskin-nya.

"Ke-kenapa?" tanya Edwin berat karena dadanya begitu sesak.

"Karena benih kamu pasti akan lahir anak sepertimu, lemah dan bodoh."

Lagi-lagi ucapan Pak Wisnu membuat Edwin sakit tapi dia berusaha untuk tetap sabar.

"Sebenarnya saya memanggil kamu datang untuk memperingatkan kamu jangan pernah halangi apapun yang Mona lakukan, biarlah dia melakukan apa yang dia inginkan. Karier dan melukis sudah melekat dalam dirinya dan jangan pernah kamu rusak itu karena kamu tak akan pernah bisa membuat Mona bahagia meski kamu sekarang sudah menjadi orang kaya."

"Saya suami Mona, Pa, saya berhak mengatur hidup Mona termasuk melarangnya berkarir dan memintanya berhenti dengan hobinya."

"Jangan pernah lakukan itu, cukup kamu buat hidup Mona sengsara bersamamu, jangan kamu tambah menyakitinya dengan mengatur hidupnya."

Edwin keluar dari rumah mertuanya dengan perasaan sakit tak terkira. Dia menghentikan mobilnya ditepi jalan setelah mengemudikan mobil cukup jauh dari rumah Pak Wisnu. Edwin meletakkan keningnya pada stir mobil lalu menangis disana.

Sekuat-kuatnya seorang pria dia pun bisa menangis dan nangisnya seorang pria tak akan mengeluarkan air mata kecuali dia memang sudah tak mampu menahan rasa sakit nya.

"Andai saja aku tidak mencintai kamu, Mona, aku mungkin tak akan merasakan sakit seperti ini. Tapi aku tidak bisa menentukan pada siapa aku jatuh cinta," kata Edwin.

Dia lalu menghubungi Mona karena sejak berangkat ke Medan wanita itu belum juga memberinya kabar.

"Mas."

"Sudah sampai?"

"Sudah Mas, maaf tidak menghubungimu. Aku sibuk sekali disini."

"Tidak apa-apa."

"Syukurlah kamu pengertian sekali, Mas."

"Heem."

"Ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Mona.

"Tadi aku diminta menemui Papa," kata Edwin membuat Mona yang ada disebrang telepon menghentikan pekerjaannya.

"Kenapa?"

"Apa benar kamu menunda kehamilan karena papa tak ingin punya cucu dariku?"

"Mas_"

"Papa kamu yang mengatakannya sendiri padaku, Mona."

"Maaf, Mas."

"Entah kenapa rasanya aku ingin menyerah saja, Mona."

"Mas kamu tidak boleh bicara seperti itu. Aku mencintai kamu begitu juga dengan kamu yang mencintai aku. Kita saling mencintai, Mas. Banyak pengorbanan yang sudah kita lakukan untuk bersama."

"Entahlah, Mon, aku tidak tahu."

Edwin mematikan sambungan teleponnya, mengabaikan Mona yang terus menelponnya. Dia kembali mengemudikan mobilnya menuju apartement.

Edwin tiba di apartement Andini belum pulang, namun saat hendak masuk kedalam kamar Edwin mendengar pintu apartement terbuka dan munculah sosok Andini dan Bima disana. Edwin langsung menghampiri Andini lalu memeluk gadis itu dan menangis disana.

Bima terkejut melihat Andini dipeluk Edwin dan ingin segera melepaskannya namun saat melihat Edwin yang menangis Bima jadi terhenyak.

"Pak."

"Sebentar saja, An."

Andini menganggukkan kepala membiarkan Edwin memeluknya hingga pria itu melepaskan sendiri.

Bima duduk disofa memperhatikan Edwin yang masih memeluk adiknya. Sebetulnya Bima tidak menyukai Edwin karena pria itu begitu licik memanfaatkan keadaanya yang lemah menjadikan Andini simpanan pria itu tapi melihat Edwin yang menangis Bima jadi merasa iba.

Edwin mengurai pelukannya pada Andini menatap gadis itu lalu tersenyum.

"Terima kasih saya sudah baik-baik saja," kata Edwin.

Andini mengangguk lalu meminta Edwin untuk duduk di sofa bersama Bima yang sudah duduk disana lebih dulu, sementara dirinya mengambilkan minuman kaleng dan camilan dari kulkas.

"Ternyata anda cengeng," cibir Bima.

Edwin tersenyum menanggapi cibiran Bima. Tidak tahu saja Bima bila hidup yang dijalani Edwin itu sangat berat. Bertahan sakit melepas tapi cinta.

Memang sekarang ada sosok Andini yang memberi perhatian padanya bahkan bisa memuaskannya tapi hati Edwin belum bisa berpaling dari sang istri. Entahlah mungkin seiring kebersamaannya dengan Andini Edwin bisa mencintainya karena dia juga tidak menutup hatinya untuk wanita lain. Ya, Semoga saja begitu.

"Suka-suka kamu, Bim," kata Edwin santai.

"Tidak malu sama umur," cibir Bima lagi.

"Mulutmu pedas sekali, Bim."

"Pedasnya mulut saya tak sepedas mulut anda yang dengan lancangnya mencium adik saya," kata Bima.

Edwin tergelak, sepertinya Andini bercerita pada Bima bila dirinya sudah mencium gadis itu.

"Adik kamu tak menolak kenapa kamu yang marah?" tanya Edwin.

"Saya hanya tidak ingin setelah anda puas menikmati adik saya anda mencampakkannya."

Edwin geleng-geleng. "Pikiranmu terlalu jauh, Bim, saya bahkan tidak sampai berfikir kesana."

"Saya hanya ingin menjaga adik saya."

"Ya, kamu memang kakak yang baik," Edwin menepuk bahu Bima.

Tak lama Andini datang membawa tiga kaleng minuman soda dan satu piring brownis yang sudah dia potong.

"Kenapa jadi diam?" tanya Andini sambil meletakkan nampan yang dia bawa diatas meja.

"Tidak apa-apa, An," jawab Bima.

Andini mengangguk, dia hendak duduk disofa kosong namun Edwin langsung menariknya membuatnya duduk dipangkuan Edwin. Bima melotot melihat pemandangan dihadapannya dimana Andini dipangku Edwin--pria yang dia juluki Pak Tua itu.

Edwin menatap Bima yang wajahnya sudah merah padam.

"Kamu tadi bilang mulut saya pedas yang dengan lancangnya mencium adik kamu. Apa ciuman yang kamu maksud itu seperti ini?"

Edwin memegang tengkuk Andini lalu mencium bibir gadis itu membuat Bima langsung melayangkan pukulannya.

Terpopuler

Comments

JULLIETTE

JULLIETTE

Busyeet, kan skg dah kaya, knpa msih gak direstuin sih pak tua?! /Slight/

2025-01-14

0

Anita Nita

Anita Nita

edwin nikah sirih aja sama andini...

2024-12-26

0

Lilik Juhariah

Lilik Juhariah

harusnya kl tahu agama surga istri sudah berpindah pada suami dari orang tua, hrsnya Mona sadar itu ngapain gk mau hamil emang mau sendiri terus tanpa anak

2024-01-11

0

lihat semua
Episodes
1 BAB. 1 Hambar
2 BAB. 2 Ingin Merubah Takdir
3 BAB. 3 Datang ke Club
4 BAB. 4 Menolong
5 BAB. 5 Berguna untuk Orang Lain
6 BAB. 6 Cara Membalas Kebaikan
7 BAB. 7 Jadi Membandingkan
8 BAB. 8 Pria yang Sangat Baik
9 BAB. 9 Membalas Budi
10 BAB. 10 Akan Sering Mengunjungimu
11 BAB. 11 Kebersamaan di Apartement
12 BAB. 12 Jadi Merindukan
13 BAB. 13 Maksud Kamu?
14 BAB. 14 Memberitahu Bima
15 BAB. 15 Di Kampus
16 BAB. 16 Belanja
17 BAB. 17 Tentang Perjanjian
18 BAB. 18 Siapa Dia?
19 BAB. 19 Saling Perhatian
20 BAB. 20 Menemui Mertua
21 BAB. 21 Benar-benar Menjadi Simpanan
22 BAB. 22 Kedatangan Mona
23 BAB. 23 Mengabaikan
24 BAB. 24 Memberi Kesempatan
25 BAB. 25 Konsultasi
26 BAB. 26 Ketegasan Andini
27 BAB. 27 Rindu
28 BAB. 28 Membeli Oleh-oleh
29 BAB. 29 Menjemput Andini
30 BAB. 30 Boleh Saya Mencium Anda?
31 BAB. 31 Tidak Benar-benar Berhenti
32 BAB. 32 Memperingati Edwin
33 BAB. 33 Ampun, Pak!
34 BAB. 34 Maaf
35 BAB. 35 Cukur Rambut
36 BAB. 36 Berdebat Lagi
37 BAB. 37 Aw! Sakit, An!
38 BAB. 38 Kabar dari Bima
39 BAB. 39 Semakin Mencintai
40 BAB. 40 Melihat Kondisi Mona
41 BAB. 41 Bimbang
42 BAB. 42 Keputusan Edwin
43 BAB. 43 Selalu Menjaga
44 BAB. 44 Rencana Andini
45 BAB. 45 Pergi Jalan-jalan
46 BAB. 46 Kehujanan
47 BAB. 47 Menyerahkan Diri
48 BAB. 48 Belum Bisa Memilih
49 BAB. 49 Merindukanmu?
50 BAB. 50 Mari Kita Bercerai
51 BAB. 51 Penolakkan Mona
52 BAB. 52 Merasa Sangat Hina
53 BAB. 53 Menggugat Cerai
54 BAB. 54 Di Labrak
55 BAB. 55 Kekhawatiran Edwin
56 BAB. 56 Pertengkaran
57 BAB. 57 Pilihan yang Sulit
58 BAB. 58 Kejadian Beruntun
59 BAB. 59 Terasa Hancur
60 BAB. 60 Takut Kehilangan
61 BAB. 61 Kembali Stabil
62 BAB. 62 Masalah Tak Kunjung Usai
63 BAB. 63 Menggantikan Andini
64 BAB. 64 Andini Sadar
65 BAB. 65 Andini Mengkhawatirkan Bima
66 BAB. 66 Saya Merindukanmu, An
67 BAB. 67 Masalah Mulai Teratasi
68 BAB. 68 Perpisahan
69 BAB. 69 Gagal
70 BAB. 70 Ide Briliant
71 BAB. 71 Tidak Sabaran
72 BAB. 72 Duda Meresahkan
73 BAB. 73 Pamitan
74 BAB. 74 Ketakutan Mona
75 BAB. 75 Pesan dari Bima
76 BAB. 76 Edwin Pulang
77 BAB. 77 Saran Bu Nana
78 BAB. 78 Undangan dari Mona
79 BAB. 79 Mulai Tidak Tenang
80 BAB. 80 Dipermalukan
81 BAB. 81 Kabar Mengejutkan
82 BAB. 82 Setiap Perbuatan Ada Balasannya
83 BAB. 83 Membesuk Mantan Mertua
84 BAB. 84 Menikmati Malam Pengantin
85 BAB. 85 Kedatangan Mantan Mertua
86 BAB. 86 Permintaan Mantan Mertua
87 BAB. 87 Permintaan Andini
88 BAB. 88 Penolakan Arif
89 BAB. 89 Panggilan dari Nomor Baru
90 BAB. 90 Kabar dari Bu Dewi
91 BAB. 91 Menyesal
92 BAB. 92 Pak Wisnu Meninggal
93 BAB. 93 Masih Ada Kenangan
94 BAB. 94 Membantu Bu Dewi
95 BAB. 95 Mengikuti Riko
96 BAB. 96 Pembicaraan dengan Arif
97 BAB. 97 Menyadari Perasaan yang Sesungguhnya
98 BAB. 98 Andini Pergi
99 BAB. 99 Memutuskan Pergi
100 BAB. 100 Mencari Andini
101 BAB. 101 Mencari Andini (2)
102 BAB. 102 Merindukan Andini
103 BAB. 103 Sudah Waktunya
104 BAB. 104 Keberadaan Andini
105 BAB. 105 An, Benarkah itu Kamu?
106 BAB. 106 Papa Kangen, Boleh Kan?
107 BAB. 107 Saling Melepas Rindu
108 BAB. 108 Papa Dimana?
109 BAB. 109 Edwin Kritis
110 BAB. 110 Penjelasan
111 BAB. 111 Terus Minta Maaf
112 BAB. 112 Berkumpul
113 BAB. 113 Kehidupan Mona Saat Ini
114 BAB. 114 Tak Banyak Berubah
115 BAB. 115 Kehidupan yang Berbanding Terbalik
116 BAB. 116 Menghubungkan dengan Masa Lalu
117 BAB. 117 Menolak Keras
118 BAB. 118 Tunggu-tunggu, Ada Apa Ini?
119 BAB. 119 Pa, Jangan!
120 BAB. 120 Berusaha Memahami
121 BAB. 121 Kembalikan Aku Padanya
122 BAB. 122 Menemui Mantan Suami
123 BAB. 123 Meminta Bantuan
124 BAB. 124 Memang Harus Menunggu
125 BAB 125 Penantian Tak Kunjung Usai
126 BAB. 126 Penantian yang Terasa Sia-sia
127 BAB. 127 Apakah Egois?
128 BAB. 128 Fakta yang Sesungguhnya
129 BAB. 129 Menemui Hiro
130 BAB. 130 Tapi, Kenapa Begitu Nyata?
131 BAB. 131 Dear, Mona
132 BAB. 132 Penyerangan
133 BAB. 133 Selamanya Akan Menanti
134 BAB. 134 Telah Kembali
135 BAB. 135 Sama-sama Bahagia
136 BAB. 136 Happy Ending
137 Bukan Salahku Turun Ranjang
Episodes

Updated 137 Episodes

1
BAB. 1 Hambar
2
BAB. 2 Ingin Merubah Takdir
3
BAB. 3 Datang ke Club
4
BAB. 4 Menolong
5
BAB. 5 Berguna untuk Orang Lain
6
BAB. 6 Cara Membalas Kebaikan
7
BAB. 7 Jadi Membandingkan
8
BAB. 8 Pria yang Sangat Baik
9
BAB. 9 Membalas Budi
10
BAB. 10 Akan Sering Mengunjungimu
11
BAB. 11 Kebersamaan di Apartement
12
BAB. 12 Jadi Merindukan
13
BAB. 13 Maksud Kamu?
14
BAB. 14 Memberitahu Bima
15
BAB. 15 Di Kampus
16
BAB. 16 Belanja
17
BAB. 17 Tentang Perjanjian
18
BAB. 18 Siapa Dia?
19
BAB. 19 Saling Perhatian
20
BAB. 20 Menemui Mertua
21
BAB. 21 Benar-benar Menjadi Simpanan
22
BAB. 22 Kedatangan Mona
23
BAB. 23 Mengabaikan
24
BAB. 24 Memberi Kesempatan
25
BAB. 25 Konsultasi
26
BAB. 26 Ketegasan Andini
27
BAB. 27 Rindu
28
BAB. 28 Membeli Oleh-oleh
29
BAB. 29 Menjemput Andini
30
BAB. 30 Boleh Saya Mencium Anda?
31
BAB. 31 Tidak Benar-benar Berhenti
32
BAB. 32 Memperingati Edwin
33
BAB. 33 Ampun, Pak!
34
BAB. 34 Maaf
35
BAB. 35 Cukur Rambut
36
BAB. 36 Berdebat Lagi
37
BAB. 37 Aw! Sakit, An!
38
BAB. 38 Kabar dari Bima
39
BAB. 39 Semakin Mencintai
40
BAB. 40 Melihat Kondisi Mona
41
BAB. 41 Bimbang
42
BAB. 42 Keputusan Edwin
43
BAB. 43 Selalu Menjaga
44
BAB. 44 Rencana Andini
45
BAB. 45 Pergi Jalan-jalan
46
BAB. 46 Kehujanan
47
BAB. 47 Menyerahkan Diri
48
BAB. 48 Belum Bisa Memilih
49
BAB. 49 Merindukanmu?
50
BAB. 50 Mari Kita Bercerai
51
BAB. 51 Penolakkan Mona
52
BAB. 52 Merasa Sangat Hina
53
BAB. 53 Menggugat Cerai
54
BAB. 54 Di Labrak
55
BAB. 55 Kekhawatiran Edwin
56
BAB. 56 Pertengkaran
57
BAB. 57 Pilihan yang Sulit
58
BAB. 58 Kejadian Beruntun
59
BAB. 59 Terasa Hancur
60
BAB. 60 Takut Kehilangan
61
BAB. 61 Kembali Stabil
62
BAB. 62 Masalah Tak Kunjung Usai
63
BAB. 63 Menggantikan Andini
64
BAB. 64 Andini Sadar
65
BAB. 65 Andini Mengkhawatirkan Bima
66
BAB. 66 Saya Merindukanmu, An
67
BAB. 67 Masalah Mulai Teratasi
68
BAB. 68 Perpisahan
69
BAB. 69 Gagal
70
BAB. 70 Ide Briliant
71
BAB. 71 Tidak Sabaran
72
BAB. 72 Duda Meresahkan
73
BAB. 73 Pamitan
74
BAB. 74 Ketakutan Mona
75
BAB. 75 Pesan dari Bima
76
BAB. 76 Edwin Pulang
77
BAB. 77 Saran Bu Nana
78
BAB. 78 Undangan dari Mona
79
BAB. 79 Mulai Tidak Tenang
80
BAB. 80 Dipermalukan
81
BAB. 81 Kabar Mengejutkan
82
BAB. 82 Setiap Perbuatan Ada Balasannya
83
BAB. 83 Membesuk Mantan Mertua
84
BAB. 84 Menikmati Malam Pengantin
85
BAB. 85 Kedatangan Mantan Mertua
86
BAB. 86 Permintaan Mantan Mertua
87
BAB. 87 Permintaan Andini
88
BAB. 88 Penolakan Arif
89
BAB. 89 Panggilan dari Nomor Baru
90
BAB. 90 Kabar dari Bu Dewi
91
BAB. 91 Menyesal
92
BAB. 92 Pak Wisnu Meninggal
93
BAB. 93 Masih Ada Kenangan
94
BAB. 94 Membantu Bu Dewi
95
BAB. 95 Mengikuti Riko
96
BAB. 96 Pembicaraan dengan Arif
97
BAB. 97 Menyadari Perasaan yang Sesungguhnya
98
BAB. 98 Andini Pergi
99
BAB. 99 Memutuskan Pergi
100
BAB. 100 Mencari Andini
101
BAB. 101 Mencari Andini (2)
102
BAB. 102 Merindukan Andini
103
BAB. 103 Sudah Waktunya
104
BAB. 104 Keberadaan Andini
105
BAB. 105 An, Benarkah itu Kamu?
106
BAB. 106 Papa Kangen, Boleh Kan?
107
BAB. 107 Saling Melepas Rindu
108
BAB. 108 Papa Dimana?
109
BAB. 109 Edwin Kritis
110
BAB. 110 Penjelasan
111
BAB. 111 Terus Minta Maaf
112
BAB. 112 Berkumpul
113
BAB. 113 Kehidupan Mona Saat Ini
114
BAB. 114 Tak Banyak Berubah
115
BAB. 115 Kehidupan yang Berbanding Terbalik
116
BAB. 116 Menghubungkan dengan Masa Lalu
117
BAB. 117 Menolak Keras
118
BAB. 118 Tunggu-tunggu, Ada Apa Ini?
119
BAB. 119 Pa, Jangan!
120
BAB. 120 Berusaha Memahami
121
BAB. 121 Kembalikan Aku Padanya
122
BAB. 122 Menemui Mantan Suami
123
BAB. 123 Meminta Bantuan
124
BAB. 124 Memang Harus Menunggu
125
BAB 125 Penantian Tak Kunjung Usai
126
BAB. 126 Penantian yang Terasa Sia-sia
127
BAB. 127 Apakah Egois?
128
BAB. 128 Fakta yang Sesungguhnya
129
BAB. 129 Menemui Hiro
130
BAB. 130 Tapi, Kenapa Begitu Nyata?
131
BAB. 131 Dear, Mona
132
BAB. 132 Penyerangan
133
BAB. 133 Selamanya Akan Menanti
134
BAB. 134 Telah Kembali
135
BAB. 135 Sama-sama Bahagia
136
BAB. 136 Happy Ending
137
Bukan Salahku Turun Ranjang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!