Taj Mahalku
Di sebuah ruang perkantoran yang cukup luas, di salah satu gedung pencakar langit kota Jakarta, seorang pria dengan gurat wajah tampan, terlihat sibuk membolak-balik tumpukan kertas berisikan diagram dan angka-angka persentase.
Saking sibuknya, pria dengan brewok halus di dagunya itu tak menyadari kedatangan seorang pemuda dengan stelan jas hitam ketat, hingga membentuk lekuk tubuhnya.
"Tuan, malam ini anda memiliki janji makan malam dengan pihak HW construction untuk membahas kontrak kerjasama, terkait pembangunan gedung perkantoran dan pabrik kelapa sawit kita di Kalimantan!"
Suara serak pemuda itu sontak memecah konsentrasi sang atasan yang masih saja sibuk membolak-balik laporan keuangan yang dipegangnya.
"Jam berapa tepatnya?"
Dengan sigap pemuda itu melirik ke arah jam tangannya
"Jam delapan malam, tuan.Tepatnya tiga jam dari sekarang.Namun Pak Heri baru saja mengirim pesan bahwa beliau berhalangan hadir karena sedang di rawat di rumah sakit.Beliau memintaku untuk menyampaikan permintaan maafnya kepada anda.Sebagai gantinya, beliau mengutus seorang perwakilan untuk menemui anda.Namanya Bu Sani Amara Wijaya.Dia wakil direktur HW construction yang juga putri tunggal beliau"
Sang atasan hanya mengangguk, tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan kertas yang sudah ia periksa sejak tadi, "rupanya Pak Heri masih syok.Padahal lebih baik jika beliau segera move on dari kejadian itu"
Sontak pemuda itu menghela nafa berat, mendengar ucapan sarkas sang atasan.Ia tahu perkataannya barusan tidak dimaksudkan untuk menghina partner bisnisnya.Namun entah mengapa, ia tetap saja kesal mendengarnya berkomentar secara blak-blakan.
"Orang tua mana yang tidak sedih jika pernikahan putrinya yang digelar dengan mewah, tiba-tiba dibatalkan secara sepihak oleh keluarga mempelai pria di hari H.Beliau bahkan lebih syok dari putrinya yang diputuskan satu jam sebelum akad dimulai melalui pesan singkat.Untungnya putri beliau bermental baja dan bersedia mengambil alih tugas Ayahnya untuk sementara waktu.Termasuk menemui kita malam ini"
"Entah karena bermental baja atau dia terpaksa menebalkan muka demi proyek yang kita tawarkan.Bagiku hal itu tidak masalah, selagi mereka konsisten menjaga kemitraannya dengan perusahaan kita", ucapnya seraya meletakkan dokumen yang ia pegang, lalu memutar kursinya menghadap ke arah sang pemuda yang merupakan asistennya.
"Ngomong-ngomong, Sahir.Sepertinya kau tahu banyak tentang kejadian yang menimpa Pak Heri dan putrinya!Apa sekarang kau sedang melakukan double job menjadi seorang wartawan gosip?!"
Pemuda bernama Sahir itu lantas mendengus kesal, mendengar sindiran halus sang atasan.Ingin rasanya ia menonjok mulut atasannya itu dengan tinjunya, jika saja ia tidak memikirkan gaji yang diberikan pria berwajah kaukasoid itu jauh diatas rata-rata.
"Tentu saja saya banyak tahu tentang kejadian itu, tuan Aman yang tampan!Anda kan yang menyuruh saya untuk menghadiri pernikahan mereka karena berhalangan hadir!Dan karena itulah, saya jadi menyaksikan drama itu secara langsung.Dan meski saya tidak ingin tahu sekalipun, saya tetap akan tahu karena orang-orang yang menghadiri acara pernikahan tersebut tak berhenti bergosip", jawabnya dengan penuh penekanan dan senyum yang dipaksa.
Atasan yang ia panggil dengan nama tuan Aman itu pun lantas mengangguk dan tersenyum tipis
"Maaf!Aku lupa kalau aku yang memintamu untuk menghadiri pernikahan putri Pak Heri".
Sahir hanya bisa memperlihatkan deretan giginya yang putih, tanpa memberikan jawaban apapun.
"Kalau begitu tolong rapikan dokumen-dokumen ini!Aku akan naik ke kamarku untuk beristirahat sebentar.Jangan lupa cek kembali dokumen yang kita perlukan sebelum berangkat.Aku tidak ingin ada dokumen yang ketinggalan dan menghambat pertemuan kita"
Sahir tersenyum lalu membungkuk, "Baik, tuan Aman!"
Sedetik kemudian, Aman beranjak dari ruangannya dan berjalan menuju lift.Ia meninggalkan Sahir yang tak berhenti mendumel seraya merapikan mejanya.
...****************...
Aman terbangun saat kumandang Adzan Maghrib dari arah luar gedung kantornya menggema.Ia pun bergegas menuju ke bathroom untuk membersihkan diri, lalu menunaikan ibadah sholat maghrib.
Sembari menunggu waktu isya yang hanya terpaut satu jam, Aman pun menyempatkan diri melantunkan ayat suci Al-qur'an dengan khusyuk di kamarnya.
Setelah urusan ibadah selesai, Aman lalu bersiap-siap berangkat ke tempat pertemuan yang dibicarakannya bersama Sahir sore tadi.
Saat sedang fokus memasang tali sepatu, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya dari arah luar.
Seakan sudah bisa menebak siapa sosok di balik pintu itu, Aman pun mempersilahkannya untuk masuk.
"Tuan, mobil anda sudah siap!", kata Sahir setelah membuka pintu dan memperlihatkan setengah badannya pada Aman.
Aman hanya mengangguk sambil tetap fokus mengikat tali sepatu yang satunya lagi hingga selesai.Ia kemudian berdiri dan mengibaskan bagian belakang jasnya yang sedikit kusut
"Kita berangkat sekarang tuan?", tanya Sahir sekali lagi, karena belum juga mendapat jawaban dari Aman.
"Iya.Semoga saja kita tidak terjebak macet.Kita hanya punya waktu tiga puluh menit untuk tiba di restaurant tepat waktu", kata Aman seraya mengecek arloji mewahnya yang melekat di pergelangan tangan kirinya.
"Tenang saja tuan!Restaurant Paramount hanya berjarak satu blok dari sini.Dijamin anda tetap sampai tepat waktu, meski jalanan macet.Asalkan anda bersedia menyeret kedua kaki anda hingga ke depan pintu restoran jika itu benar terjadi", gurau Sahir seraya terkekeh.
Namun Aman yang juga terkenal sebagai pria kaku yang tak memiliki selera humor di kalangan para karyawannya, hanya memperlihatkan ekspresi yang datar layaknya cumi kering yang dijemur berbulan-bulan
"Boleh juga idemu itu, Sahir!"
Sontak Sahir pun menepuk jidatnya, "Oh my god!"
Sahir hanya bisa menggelengkan kepalanya, mendengar Aman menanggapi gurauannya dengan serius.Ia tak menyangka jika ada manusia setidak menarik itu di muka bumi ini.
Jika saja Sahir tidak memiliki alasan kedua selain gaji yang besar untuk tetap berada disisi pria tegap menjulang ini, mungkin saja ia sudah kabur sejak dulu.Bahkan sebelum masa training nya usai tujuh tahun lalu.
"Sebaiknya kita berangkat sekarang!", ucap Sahir singkat, tak melanjutkan gurauannya.Ia membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Aman untuk berjalan lebih dulu.
"Terima kasih, Sahir"
Dengan cepat Aman menyambar tas kerjanya yang ia letakkan di atas kabinet, lalu berjalan meninggalkan kamarnya, di susul oleh Sahir dari belakang.
...****************...
Lima belas menit telah berlalu sejak mereka meninggalkan gedung perkantoran.Aman dan Sahir akhirnya tiba di restaurant paramount, tempat ia dan pihak HW construction akan mengadakan pertemuan.
Sebelum memasuki gedung restaurant, Aman sempat melirik jam tangannya sesaat untuk memastikan jika dirinya tidak terlambat.Untungnya ia tiba sepuluh menit lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
Setelah menanyakan perihal tempat yang sudah ia reservasi sebelumnya kepada resepsionis, mereka pun diantar oleh seorang pelayan restaurant menuju ruang private yang mereka pesan.
Di tengah perjalanan, sang pelayan menyampaikan kepada Aman jika tamu yang sedang mereka tunggu telah tiba sejak lima belas menit yang lalu.
"Silahkan masuk, tuan!", ucap sang pelayan
"Terima kasih", ucap Aman seraya menunduk.
Aman lalu mengalihkan pandangannya ke depan pintu, begitu sang pelayan membuka pintu ruang private yang dimaksud.
Tepat disaat pintu itu dibuka, mata Aman yang sejak tadi menatap ke depan, tak sengaja berpapasan dengan mata seorang gadis yang sedang berdiri di depan meja di dalam ruang private yang ia pesan.
Aman sempat terkesiap ketika tatapan mereka saling bertemu.Ia terpukau melihat wajah gadis itu yang begitu teduh saat tersenyum.Bola matanya yang bulat dan coklat, nampak berbinar di bawah cahaya lampu.
Dan meski usianya terlihat sangat muda, namun penampilan gadis itu sangat santun dengan balutan midi dress A line berwarna peach.
Cukup lama mereka saling menatap, hingga akhirnya Aman menyadari kekhilafannya dan segera menundukkan pandangannya.
'Astaghfirullah', istighfarnya dalam hati.
Dengan cepat Aman memperbaiki ekspresinya, lalu berjalan menuju kursi yang berhadapan langsung dengan gadis itu.
Sementara Sahir yang sedari tadi berada disamping Aman, segera memposisikan dirinya di belakang kursi yang berdampingan dengan atasannya itu.
"Senang berjumpa dengan anda, tuan Aman khan.Perkenalkan, saya Sani Amara Wijaya, wakil direktur HW Construction", gadis bernama Sani itu segera mengulurkan tangannya sambil tersenyum ke arah Aman
"Saya juga senang dapat berjumpa dengan anda, nona Sani.Saya banyak mendengar tentang anda dari Pak Heri", ucap Aman dengan raut wajah datar seraya mengangkat kedua tangannya setinggi dada lalu menempelkannya, sebagai balasan untuk uluran tangan Sani.
Sontak Sani pun menunduk malu, lantaran Aman tak menjabat tangannya.Namun ia berusaha bersikap tenang dengan menurunkan tangannya dan mengangkat kepalanya untuk tersenyum pada kedua pria itu.
"Saya harap nona Sani tidak tersinggung atas tindakan saya barusan.Saya hanya ingin menjaga marwah anda sebagai seorang wanita", kata Aman dengan wajah datar khasnya, membuat Sahir gemas ingin mendepaknya.
"Tidak apa-apa.Saya mengerti.Justru saya berterima kasih anda telah mengingatkan saya", ucap Sani lembut, mencoba mencairkan suasana yang sedikit canggung.
"Bagaimana jika kita makan malam lebih dahulu sebelum membahas kontrak kerjasama kita?", lanjut Sani.
"Boleh!Saya tidak keberatan"
Setelah mempersilahkan keduanya untuk duduk, Sani pun memanggil pelayan yang masih berdiri di depan pintu.Ia memilihkan menu makanan untuk Aman dan Sahir, usai menanyakan selera dan bahan makanan yang tidak bisa mereka konsumsi.
Tak ada lagi obrolan diantara mereka begitu sang pelayan pergi.
Selagi menunggu pesanan tiba, ketiganya pun melakukan kesibukan masing-masing.Sani membuka sebuah map dan membaca tulisan di atas kertas yang berada di dalamnya.
Sementara Sahir membuka ipadnya dan memeriksa ulang jadwal atasannya untuk seminggu ke depan kalau-kalau ada perubahan mendadak.
Hanya Aman yang terlihat sibuk memainkan ponselnya.Ia sengaja men scroll layar ponselnya untuk menghilangkan rasa bosannya.
Jika saja yang datang malam ini adalah Pak Heri, tentu Aman bisa lebih nyaman untuk berbincang, karena beliau selalu memiliki bahan obrolan yang bisa ia bahas bersama Aman.
Sayangnya yang datang malam ini adalah anak gadisnya.Dan meski Aman telah bekerjasama dengan Pak Heri sejak sepuluh tahun lalu, namun ini pertama kalinya ia bertemu dengan putri beliau.
Selama ini Sani tumbuh besar dalam asuhan sang Nenek di Jogja, karena Ibunya telah meninggal dunia saat dirinya masih sangat kecil.Setidaknya itu yang Aman ketahui dari mulut Pak Heri ketika beliau menceritakan tentang putri semata wayangnya.
"Bagaimana keadaan Ayah anda?!", tiba-tiba saja Aman memutuskan untuk memulai obrolan, demi menghilangkan rasa bosannya menunggu pesanan mereka.
Sani dan Sahir yang sama-sama terkejut mendengar pertanyaan Aman, kompak menoleh memberikan tatapan heran pada Aman yang saat itu tengah mengarahkan pandangannya pada Sani dengan ekspresi datarnya.
"Sebenarnya beliau sudah membaik, hanya saja perasaan malu dihatinya belum hilang dan itu membuatnya tak ingin beraktifitas.Saya sungguh meminta maaf atas kelakuan Ayah saya yang begitu kekanak-kanakan hingga menyebabkan rencana bisnis kalian jadi berantakan"
"Tidak masalah.Siapapun akan terluka jika mendapat pukulan sebesar itu.Saya turut menyesal atas kejadian yang menimpa anda dan Pak Heri.Semoga beliau bisa segera mengatasi kesedihannya dan menerima dengan lapang dada apa yang sudah terjadi.Tidak baik bagi kesehatan beliau jika terus-terusan memendam dendam", lagi-lagi Aman mengatakannya dengan wajah yang datar tanpa memperlihatkan ekspresi sedikit pun
Sahir pun sontak menatapnya dengan tatapan tajam, seraya mencubit Aman dari balik meja makan.Rasanya ia ingin menusuk mulut bawel atasannya itu karena tak pandai membaca situasi.
Bibir Sahir bahkan tak berhenti komat kamit, saat Aman melayangkan pandangan heran padanya, seakan ia sedang merutuki Aman karena telah melontarkan perkataan yang cukup terus terang, tanpa menunjukkan rasa simpati sedikitpun melalui mimik wajahnya.
Untungnya Sani menanggapi ucapan Aman dengan santai sambil tersenyum, "Saya tidak menganggap kejadian itu sebagai pukulan.Justru menurut saya keputusan pria itu sudah sangat tepat.Saya pun akan melakukan hal yang sama jika takdir kami ditukar"
Aman dan Sahir yang saat itu saling bertatapan, kompak menoleh pada Sani seraya mengerjapkan kedua mata mereka berulang kali.
Namun belum sempat menanyakan maksud dari ucapan Sani barusan, makanan yang mereka pesan sudah lebih dulu datang dan membuat obrolan mereka terhenti.
Kini ketiganya memilih diam dan menikmati pesanan masing-masing tanpa berbicara satu sama lain.
...****************...
Setelah menghabiskan makan malam mereka, ketiganya pun memulai percakapan yang lebih serius.Mereka fokus membicarakan kontrak kerjasama yang akan mereka sepakati malam ini.
Sahir nampak mengeluarkan sebuah dokumen terkait kontrak kerjasama perusahaan dari dalam tas kerja yang ia bawa.
"Ini adalah surat perjanjian kontrak kerjasama untuk proyek pembangunan pabrik dan gedung perkantoran kami di Kalimantan.Point-point yang tercantum dalam kontrak tersebut berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara saya dan Pak Heri.Silahkan nona cek terlebih dahulu"
Sani meraih dokumen yang disodorkan Sahir padanya.
"Sebelumnya saya dan Pak Heri sudah membahas soal proyek ini secara pribadi dan beliau menyanggupi pengerjaannya.Beliau juga telah menyerahkan desain blueprint dan rincian anggaran pembangunan pada saya", ucap Aman dengan raut wajah serius.
Sani mengangguk paham seraya membaca dengan seksama isi dari kontrak kerjasama yang diserahkan Sahir.
"Kalau begitu saya hanya perlu menandatangani kontrak kerjasama ini?", tanya Sani setelah selesai membaca keseluruhan isi perjanjian dan terlihat puas
"Iya.Dan kita akan segera memulai pengerjaan proyek ini, begitu anda selesai menandatanganinya.Tim HW construction akan diberangkatkan ke Kalimantan satu minggu dari sekarang.Namun jika ada yang ingin anda koreksi dari isi kontrak tersebut, kita bisa membahasnya dan memutuskannya sekarang juga"
"Menurut saya tidak ada yang perlu dikoreksi.Seluruh point telah sesuai dengan apa yang Ayah saya sampaikan pada saya", jawabnya sembari tersenyum
Aman dan Sahir bernafas lega mendengar jawaban Sani.
Sahir dengan cekatan memberi pena pada Sani, agar ia bisa segera menandatangani surat perjanjian tersebut.
"Dengan begini kita telah resmi menjadi partner bisnis sekali lagi dan akan bekerjasama dalam beberapa bulan kedepan.Semoga kita bisa sama-sama puas dengan hasil akhirnya"
"Terima kasih karena anda selalu mempercayakan proyek pembangunan gedung anda pada HW construction, Tuan Aman khan!", ucap Sani dengan senyum sumringah.
Setelah urusan mereka selesai, mereka pun bersiap-siap untuk meninggalkan restoran.
Namun saat akan beranjak dari ruangan, tiba-tiba Sani menghentikan langkah Aman dan Sahir
"Tuan Aman, bisakah saya meminta waktu anda sebentar?Saya ingin berbicara empat mata dengan anda", tanya Sani yang masih duduk di tempatnya.
Aman dan Sahir nampak saling melirik.Namun Sahir hanya mengangkat kedua bahunya, karena tak tahu akan maksud Sani meminta Aman untuk tetap tinggal.
Setelah cukup lama terdiam, Aman pun memberi isyarat pada Sahir untuk lebih dulu kembali ke mobil dan menunggunya di sana.
Begitu Sahir meninggalkan mereka, Aman kembali duduk di tempatnya dan menunggu Sani memulai percakapan.
Untuk beberapa saat Sani terlihat cukup gugup.Ia tak berhenti menautkan jari jemarinya, seolah memikirkan apa yang akan ia katakan.Dan setelah berhasil mengendalikan kegugupannya, Sani pun memulai pembicaraan.
"Apa tuan Aman sedang menjalin hubungan dengan seorang wanita?"
Pertanyaan Sani itu sontak membuat Aman terdiam.Aman terlihat beberapa kali mengerjapkan matanya dengan alis yang sedikit mengkerut.
"Tidak!", jawabnya singkat
"Apa tuan Aman tidak berencana menjalin hubungan dengan seorang wanita ke jenjang yang lebih serius"
Aman kembali terkejut dengan pertanyaan aneh Sani.Rasanya ia tak perlu untuk menjawab itu, namun entah mengapa mulutnya tak bisa jika hanya diam saja
"Tidak!Untuk saat ini saya tidak kepikiran tentang hal itu.Lagipula saya tidak memiliki calon untuk dijadikan pendamping hidup"
Mendengar jawaban Aman, Sani pun menyunggingkan senyumnya.
"Kalau begitu apakah saya bisa melamar tuan menjadi suami saya?"
Pertanyaan yang Sani lontarkan selanjutnya berhasil membuat Aman syok.Dalam sepersekian detik otaknya dibuat bleng, membuatnya tak mampu mencerna kata-kata Sani dengan baik.Dan karena itu Aman hanya bisa diam mematung.
Melihat Aman yang tak bereaksi apapun, Sani kembali melontarkan pertanyaan yang justru membuat pria itu semakin tak berkutik
"Saya ingin meminang anda menjadi suami saya!Jadi, maukah Tuan Aman menikah dengan saya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
@tik jishafa
Hallo thor jumpa lgi d novel terbaru ..maaf bab nya udah bnyk baru mampir baca, semangaat 💪😊
2024-03-12
1
RahmaYesi
Halo thor, saya mampir.
Awal cerita yang bagus, semangat Thor.
2023-12-27
1