Bab 3

Untuk pertama kalinya Zonya melewatkan makan malamnya karena Naina yang terus menerus menangis sedari tadi. Balita itu bahkan enggan untuk menyedot susu formula yang Zonya buatkan. Hal itu tentu membuat Zonya merasa bingung sendiri.

"Sayang, Naina kenapa Nak, jangan buat Aunty khawatir Nai," Zonya menimang Naina, berusaha menenangkan bayi yang tengah menangis itu.

Oek... oek... oek...

Suara tangis bayi terus bergema di rumah mewah itu. Membuat beberapa pelayan mendekat kearah kamar sang majikan karena merasa khawatir. Namun meski sudah berdiri didepan kamar Zonya dalam waktu yang cukup lama, tidak ada satupun diantara mereka yang berani mengetuk pintu kamar sang Nyonya baru. Hingga beberapa saat setelahnya, pintu kamar terbuka dan menampakkan Zonya yang menggendong Naina yang tengah menangis.

"Nona kecil kenapa Nya?" tanya salah satu pelayan rumah.

"Tidak tahu Buk, dari tadi Nai menangis, bahkan dia tidak mau menyedot susu yang sudah aku buatkan."

Zonya kembali menimang Naina yang terus menerus menangis. Ia membawa Naina ke ruang keluarga, lalu menunjuk beberapa hiasan dinding, berharap balita berusia tiga bulan itu berhenti menangis. Namun, tampaknya usaha Zonya masih belum membuahkan hasil. Karena kini Naina masih tetap menangis.

"Nai Sayang, kenapa Nak, hm? Mau susu, iya? Ayo kita minum susu ya." barusaja Zoe akan berbalik untuk mengambil susu di kamar, ternyata pekerja rumah yang tadi menyapanya sudah lebih dulu mengambilkan.

"Maaf Nya, tadi saya lancang masuk ke kamar Nyonya," ucap perempuan paruh baya itu.

"Tidak apa-apa Buk, terima kasih." perhatian Zonya kembali teralih pada Naina. Ia menyodorkan dot susu pada mulut Naina yang terbuka lebar karena menangis. Namun bayi itu melepeh begitu saja dengan tangisnya yang kian keras.

"Maaf Nya, boleh Mbok yang gendong?"

Zonya sedikit menimbang untuk mengizinkan. Hingga akhirnya, ia menyerahkan Naina dalam gendongan wanita paruh baya itu. Setelah Naina berada dalam gendongan wanita itu, secara perlahan, tangis bayi itu semakin mereda.

"Botol susunya mana, Nya?"

Dengan gerakan cepat, Zonya langsung menyerahkan botol susu yang ia pegang. Ia mengamati setiap gerakan wanita itu yang memberikan botol susu ke mulut Naina sembari mengajak Naina bercanda hingga membuat bayi itu tersenyum. Zonya ikut menghela napas lega saat melihat keponakannya yang mulai tenang.

"Ibu sudah lama bekerja dengan Mas Sean?" tanya Zonya sembari terus memperhatikan cara wanita itu menenangkan Naina.

"Cukup lama Nya, saya sebenarnya tadinya bekerja di rumah besar Askara, tapi setelah Tuan Sean menikah, saya diminta untuk ikut beliau."

Zonya mengangguk mendengar penjelasan wanita itu, "Berarti, Ibu kenal dengan Mamanya Nai?"

"Kenal Nya, dia baik sekali."

Zonya tersenyum dan mengangguk, "Ya, dia memang baik dan lemah lembut, Buk."

"Tapi Nyonya juga kelihatannya baik," ucap wanita itu.

"Siapa, aku?" tanya Zonya yang dibalas wanita itu dengan anggukan. "Ibu hanya belum mengenalku saja. Nanti ya, setelah satu bulan, Ibu baru boleh menilai apakah aku baik atau tidak."

Wanita itu menatap Zonya dengan kening mengerut. Namun ia tidak berani untuk bertanya lebih. Ia memilih kembali fokus pada Nona kecilnya yang kini menyedot susu dengan rakus.

"Nama Ibu siapa?" tanya Zonya kembali.

"Panggil saja Mbok Ijah."

"Mbok Ijah?"

"Hm, nama Mbok Tumijah. Dipanggilnya Ijah."

Zonya mengangguk kecil sebagai tanggapan, "Oh iya Mbok, bagaimana Nai bisa langsung diam saat Mbok yang menggendongnya?" tanya Zonya penasaran.

"Mungkin dia merasa nyaman, Nya."

"Itu artinya, dia tidak nyaman saat bersamaku?"

"Tidak, tidak begitu maksud Mbok," Mbok Ijah memasang wajah tidak enak. "Maksud Mbok, Mbok memang sering menggendong Non Nai saat dulu Nyonya Sila masih ada, jadi mungkin Non Nai merasa nyaman sama Mbok."

"Begitu ya?"

Zonya kembali menatap wajah Naina yang sudah benar-benar tenang. Bahkan, mata bayi itu sudah semakin menyipit sekarang. Sepertinya ia akan tidur sebentar lagi.

"Mbok apakah—" barusaja Zonya akan bertanya, tapi ia urungkan saat melihat Mbok Ijah menaruh jari telunjuknya didepan mulut sebagai isyarat agar ia diam.

"Non Nai sudah mau tidur Nya," ucap Mbok Ijah pelan.

Mbok Ijah menimang pelan anak majikannya. Setelah memastikan bayi itu tidur, barulah ia memberikannya perlahan kepada Zonya. Begitu Zonya menerima Nai, ia langsung menimang pelan bayi itu agar tidak terganggu dari tidurnya. Setelah itu, ia membawa Nai untuk kembali ke kamar.

Zonya merenggangkan otot-otot tangannya setelah berhasil menaruh Nai pada box bayi. Setelah memastikan Nai benar-benar terlelap, ia langsung melangkah pelan keluar kamar untuk melakukan makan malam yang tertunda. Barusaja keluar kamar, ia melihat Mbok Ijah yang baru akan kembali ke rumah belakang, dimana kamar para pekerja berada.

"Mbok—" panggil Zonya.

"Nya, Ada yang bisa Mbok bantu?"

"Aku mau makan, ada makanan tidak Mbok?"

"Nyonya belum makan?" tanya Mbok Ijah yang dibalas anggukan oleh Zonya. "Maaf Nya, Mbok kira Nyonya sudah makan, karena biasanya saat jam sembilan, penghuni rumah sudah makan malam bersama. Tadi Mbok memang tidak sempat mengecek apakah Nyonya sudah makan atau belum, jadi makanannya sudah Mbok bawa ke rumah belakang dan sudah habis, Nya."

Ya, aturan rumah ini adalah, para pekerja baru boleh makan setelah tuan rumah makan. Setelah tuan rumah makan, maka segala jenis makanan dan lauk-pauk semua akan menjadi milik pekerja. Saat jam makan kembali tiba, maka para pekerja harus kembali memasak menu yang baru. Sebab, Sean sangat tidak menyukai menu yang dimakan berulang.

"Mmm kalau begitu Nyonya bisa tunggu sebentar, biar Mbok buatkan makan."

"Tidak perlu Mbok!" larang Zonya, sebab ia kasihan kalau harus meminta Mbok Ijah memasak ditengah malam seperti ini. "Biar nanti aku memasak mie instan saja Mbok."

"Nyonya yakin?"

"Iya."

"Baik Nya, kalau begitu, Mbok pamit ke belakang."

"Silahkan."

Setelah kepergian Mbok Ijah, Zonya langsung mencari mie instan yang ia inginkan. Ternyata, rumah ini menyimpan cukup banyak mie instan dengan berbagai merk dan Zonya tidak tahu yang mana diantara banyaknya makanan instan itu yang memiliki rasa lebih enak. Sebab, sudah beberapa tahun terakhir, tepatnya sejak Zonya menempuh pendidikan kedokteran, ia benar-benar menjaga pola makannya. Kali ini, untuk pertama kalinya ia akan kembali memakan makanan lezat itu.

"Sehat-sehat ya lambung," ucapnya sembari mengusap perutnya.

Zonya langsung memasak mie instan tersebut. Begitu selesai, ia langsung membawanya menuju meja makan. Baru saja berniat akan makan, ia mendengar pintu utama yang terbuka dan memperlihatkan Sean yang berjalan masuk dengan penampilan yang sangat berantakan. Sejenak, pandangan mereka bertemu, sebelum akhirnya Sean kembali melangkah menuju kamarnya tanpa menyapa Zonya.

"Dia mabuk? Suami seorang Dokter malah mabuk-mabukan," cibir Zonya. "Eh, aku malah lebih parah. Seorang Dokter malah memakan makanan instan yang sudah jelas tidak sehat, dasar!" gerutunya saat menyadari dirinya juga sama anehnya dengan sang suami. Tunggu, suami? Terdengar cukup menggelikan.

Terpopuler

Comments

andi hastutty

andi hastutty

kasian zonya

2024-04-03

1

Ani Ani

Ani Ani

suami yang penting kan diri

2024-03-20

1

Yeti Karniati

Yeti Karniati

istri nya seorang dokter tapi diacuhkan

2024-03-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!