Memang sudah sedari awal perjodohan ini harus terjadi dan tidak bisa dihindari. Baik bagi Marvin, maupun Ayara. Karena, pada akhirnya mereka akan tetap berada di atas pelaminan. Yang memang sudah diputuskan oleh kedua orang tua mereka.
Kini, sepasang anak manusia yang sudah sah sebagai suami istri, tengah menyalami banyaknya tamu undangan yang tidak kunjung habis.
Marvin sama sekali tidak menampilkan ekspresi apa pun. Berbeda dengan Ayara, yang masih bisa berakting tersenyum, seolah-oleh dia bahagia dengan pernikahan itu. Walau dalam hati perempuan itu, dia tidak berhenti menggerutu dan mengumpati Marvin yang ada di sebelahnya.
Sialan bener ini buaya satu! Lagak bener cosplay jadi tembok. Mana gak ada inisiatifnya buat nyuruh gue duduk atau setidaknya ngambilin air minum. Bangke emang!
Sebenarnya, tidak jauh berbeda dengan Ayara yang kesal dan lelah. Marvin juga merasakan hal yang sama. Bahkan, pria itu sudah berpikir terlalu panjang ke depan. Makanya, laki-laki itu sejak tadi hanya diam dan menanggapi para tamu dengan seadanya.
Papa niat banget buat ngawi*nin gue, sampek tamu gak ada habisnya. Arghh anjir! Gimana hidup gue ke depannya? Masa iya dari bangun tidur sampek tidur lagi, gue liat perempuan gila ini terus?! Gue gak mungkin juga buat ngajuin cerai. Sedangkan, prinsip gue, menikah itu sekali seumur hidup. Oh fucking shit!
“Senyum, Brengsek! Kita lagi foto keluarga,” umpat lirih Ayara di telinga Marvin.
Mendengar itu Marvin berdecak kesal. Tetapi, dia tetap menurut. Karena, mau bagaimanapun juga, apa yang dikatakan Ayara ada benarnya. Meskipun, dia begitu sangat berat melakukan hal itu.
****
Setelah semua prosesi pernikahan selesai tepat di pukul sembilan malam. Ayara langsung merebahkan dirinya di sebuah kamar hotel, di mana tempat acara itu diadakan. Tanpa mau repot-repot melepas gaunnya terlebih dahulu, lantas dia memejamkan kedua matanya.
Sungguh, Ayara merasa sangat lelah. Tubuhnya begitu terasa remuk redam. Kakinya juga lelah, karena seharian memakai sepatu hak tinggi dan cukup lama berdiri.
Perempuan itu hampir saja terlelap, saat suara pintu terbuka mengurungkan niatnya. Dia mendesis kesal. Sontak dia beranjak dengan wajah keruh nan lelahnya untuk memarahi siapa pun dalang yang mengusik acara tidurnya.
“Ada apa lagi—” Suara Ayara seketika hilang, saat tahu Marvin yang masuk ke kamar itu.
Marvin melirik ke arah Ayara dengan menaikkan sebelah alisnya tinggi. Kemudian, dia mendengus dan kembali melangkah ke arah kamar mandi, tanpa sepatah kata pun.
“Arghhh! Sial ... sial! Gue masih gak terima dengan kenyataan ini!” seru Ayara tertahan dan mencak-mencak sendiri.
“Lo udah gila?”
Ayara sontak terlonjak kaget, mendengar suara mengejek dari arah belakang tubuhnya. Yang tentunya suara itu keluar dari mulut Marvin. Dia melotot dengan mulut menganga menatap laki-laki yang sialnya sudah menjadi suaminya itu dengan geram. Belum apa-apa, kesabarannya sudah diuji.
“Lo yang gila!” sahut Ayara tidak terima.
Marvin tidak menghiraukan perkataan Ayara. Dia melenggang begitu saja ke arah koper yang ada di dekat pintu kamar hotel. Sepertinya, laki-laki itu ingin mengambil pakaiannya dan Ayara baru sadar dengan keberadaan koper miliknya juga yang berada tidak jauh dari koper milik pria itu.
“Mandi! Gue gak mau tidur sama orang yang bau badan!”
Lagi-lagi Ayara dibuat kesal oleh suaminya itu. “Berisik lo!”
Lantas, perempuan itu beranjak dengan mengentak kakinya untuk mengambil koper dan mandi. Namun, dia tidak lupa untuk memerikan pandangan sinis ke arah Marvin, juga sumpah serapah kecil.
Tidak ada adegan buka gaun minta tolong ke suami dan tidak ada adegan romantis di malam pertama itu. Ayara walaupun manja, dia mandiri. Sebisa mungkin dia tidak akan meminta bantuan Marvin. Yang ada, laki-laki itu akan besar kepala nantinya dan Ayara sangat tidak mau itu terjadi.
Marvin menatap heran Ayara yang memakai jubah mandi. Tetapi, dia tidak terlalu memusingkannya. Dia tidak peduli dengan apa pun yang perempuan itu akan lakukan. Namun, yang menjadi masalah baginya saat Ayara mengambil bantal serta selimut yang sedang dia gunakan.
“Apaan, sih, lo?!” Marvin menatap kesal ke Ayara. Padahal dia sudah akan tertidur.
“Apa? Gue mau tidur lah!” sewot Ayara.
“Ya, lo ngapain ngambil selimut gue segala?!” Marvin rasanya gemas sendiri ingin mengacak-acak muka menyolot Ayara.
“Ya gak mungkin juga gue tidur di sofa gak pakek selimut, bego!”
Marvin berdecak, menahan emosinya. “Lagian ngapain juga lo tidur di sofa?! Ada kasur juga, gak usah dibikin ribet!”
Ayara mendelik dengan berkacak pinggang. “Gak mungkin juga gue tidur satu ranjang bareng lo!”
Marvin menaikkan alisnya, mengejek. Dia menatap tubuh Ayara dari atas sampai bawah. Seakan pria itu tengah menilai. “Gue gak akan tertarik ataupun tergoda dengan tubuh triplek lo!”
Hal itu membuat Ayara semakin sewot. Tetapi, dia tidak bisa menyahut saat Marvin kembali melanjutkan ucapannya. “Udah malem! Mending lo tidur. Gue capek!”
Ayara menghela nafas panjang. Ketika dilihatnya Marvin kembali merebahkan diri dan memunggunginya. Lantas, dia pun turut merebahkan diri di kasur di sisi yang masih kosong dan tidak lupa juga, dia memberi batasan. Agar dia maupun Marvin tidak melewati batas tersebut nantinya.
***
“Kalian yakin mau langsung tinggal sendiri?” Deni kembali bertanya untuk sekian kalinya kepada putra dan menantunya.
Mereka saat ini tengah berada di depan hotel untuk pulang ke kediaman masing-masing setelah bermalam, akibat lelah dengan acara pernikahan Marvin dan Ayara.
Marvin mengangguk singkat. “Mau berapa kali pun Papa bertanya. Keputusan Marvin dan Ayara sudah bulat.”
“Padahal, kan, Mama masih ingin ngobrol sama mantu Mama, Vin.” Heni ikut membuka suara, menatap kecewa ke arah putranya.
Marvin yang sudah tahu akal cerdik kedua orang tuanya. Tidak akan begitu saja mengubah keputusannya. “Ayara kerja, Ma. Jadi mau tinggal di mana pun, tidak akan ada waktu buat ngobrol-ngobrol lama.”
“Terserah kamu lah! Bisa-bisanya Mama punya anak kayak kamu,” gerutu Heni karena putranya itu sangat menyebalkan.
Lantas, mereka berpisah dengan mobil masing-masing dengan arah yang berbeda. Marvin mengemudikan mobilnya sendiri bersama dengan Ayara.
Hening menyelimuti perjalanan sepasang suami istri baru itu. Tidak ada raut senang di keduanya. Mereka sama-sama tidak menampilkan ekspresi apa pun dan sama sekali tidak ada yang membuka suara. Hingga mereka tiba di sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Namun, masih terlihat sangat mewah.
Keduanya turun dengan membawa koper masing-masing. Kemudian, Marvin menoleh ke arah Ayara dengan masih mempertahankan wajah datarnya.
“Lo bisa pakai kamar mana pun, asal tidak mengganggu privasi gue. Begitu juga sebaliknya,” ujar Marvin sedatar mukanya. “Di sini hanya ada satpam dan ART lepas. Gue harap lo bisa bekerja sama. Karena gue juga tidak akan melewat batas pribadi masing-masing.”
Baru beberapa Marvin melangkah. Pria itu kembali menoleh ke wanita yang sudah dia nikahi dengan terpaksa itu. "Ingat! Jangan melewati batas dan ikut campur hal pribadi gue!" lontarnya datar, lantas kembali melangkah meninggalkan Ayara.
"Gue juga gak sudi buat ikut campur masalah, lo, Brengsek!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
sisakata
🤣🤣kocak banget kok ini pasutri 😭😭 mana si Marvin bikin nyes banget
2023-12-01
1