It'S Love
...Do... Re... Mi... Fa... So... La... Ti... Do......
...♪♪♪...
"Hai perkenalkan aku Miya."
"Kalau aku Ana."
"Kami ingin menjadi siswi terpopuler di sekolah!" teriak bersama setelah itu tertawa bercanda riang sambil menari-nari di atas bukit.
Miya dan Ana adalah sepasang sahabat. Mereka sudah bersahabat sejak mereka memasuki Playground. Rumah mereka juga saling berdekatan, bahkan jendela kamar mereka saling berhadapan satu sama lain.
Mereka tinggal di sebuah Perumahan Raflesia Blok B Kota 1, Miya berada di nomor rumah 22 sedangkan Ana berada di nomor rumah 21.
Setiap pulang dari sekolah mereka tidak langsung pergi ke rumahnya masing-masing, melainkan mampir dulu ke taman bermain di dekat rumahnya sampai waktu sore tiba.
"Ana, bagaimana jika ada seorang pria yang datang kepadamu lalu menyatakan perasaannya?" tanya Miya sambil mengayun ayunannya.
"Aku lihat dulu prianya seperti apa, kalau tampan aku mau." jawab Ana sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kebiasaan! Fisik selalu di nomor satukan." celetuk Miya sambil memutar kedua bola matanya merasa sedikit sebal.
Awalnya persahabatan mereka berjalan baik-baik saja di setiap harinya. Namun semenjak mendengar kabar bahwa Miya akan pindah rumah setelah hari kelulusan SD nya nanti. Mereka tidak lagi seperti dulu, persahabatan mereka mulai renggang. Miya mulai menjauh dan menghindari Ana.
...La... Ti... Do......
...♪♪♪...
"MIYAAA..." seseorang memasuki ruang klub musik dengan tergesa-gesa.
"Hhmm?" Miya bangun berdiri setelah bermain piano.
Ana memberi informasi kepada Miya dengan nafas yang sedikit tidak beraturan. Dia berkata bahwa di acara kelulusannya nanti yang akan tampil adalah Miya, bukan kapten klubnya.
"Ha, yang benar?! Kamu kata siapa?" tanya Miya yang terkejut dan sedikit tidak percaya dengan perkataan sahabatnya. "Di kantin, aku tidak sengaja mendengar percakapan kapten klub mu dengan seorang siswi yang tidak aku kenal. Dia berkata bahwa kamu lah yang akan tampil. Sebab permainan mu yang sangat bagus." jawab Ana.
Miya berjalan menuju jendela, "Huft... Tidak terasa satu minggu lagi acara itu akan tiba." dia membuka jendela dan angin pun berhembus masuk ke dalam ruangan.
"Benar, dan kamu, akan meninggalkan ku untuk selamanya." kata Ana menyahuti.
Miya menoleh ke arah Ana, terlihat kedua bola matanya berkaca-kaca seraya menahan tangis.
"Ana?" panggil Miya pelan.
Ana langsung berlari keluar dari ruang klub. Dia berlari menuju toilet dan terduduk di kloset duduk.
"Hhuuuu... Hhuuuu..." Ana memecahkan tangisannya di dalam sana.
"Kita akan menjadi siswi tercantik dan terpopuler di sekolah." ungkap Ana.
"Kita juga akan memiliki pasangan dan dinner berdua." Miya menimpali perkataan Ana.
"Janji kita akan selalu bersama?" Ana mengacungkan jari kelingkingnya kepada Miya.
"Janjiii...." teriak Miya berpeluk jari kelingking dengan Ana sebagai simbol perjanjian mereka.
Bel waktu pulang sekolah berbunyi. Miya menghampiri Ana yang sedang mengganti sepatunya. "Hai, ayo." ajak Miya untuk pulang bersama. "Duluan saja, aku ada jadwal klub memasak." Ana menolaknya dengan cara halus.
Miya langsung menarik tangan Ana untuk mengajaknya pulang. "Iihhhhhh lepasin," keluh Ana saat tangannya ditarik.
Selama perjalanan menuju rumah, mereka saling diam-diaman saja. Miya berjalan sambil mendengarkan musik menggunakan earphone, sedangkan Ana berjalan sambil memainkan ponselnya.
"Kau bohong bukan?" tanya Miya dengan tiba-tiba. "Ha? Apa?" Ana tidak terlalu fokus dengan apa yang Miya katakan tadi. "Katanya ada jadwal klub." Miya menoleh ke arah Ana sambil melepas earphonenya sebelah. "A-ano..." Ana sedikit gugup karena dia telah berbohong pada saat itu. "A-aku, aku bolos." tanpa berpikir panjang Ana membuat jawaban seperti itu. "Hmm oke." Miya memasang kembali earphonenya.
Melihat respon Miya yang hanya seperti itu, entah mengapa Ana merasa kesal dan langsung menarik kerah dasi baju milik Miya. "Ehh..." Miya terkejut reflek melepas kedua earphonenya.
"Hhufftttt... Huuffttttt..." terlihat wajah Ana memerah kesal, nafasnya juga tidak beraturan.
"Maafkan aku." Ana melepaskan tarikannya lalu berjongkok untuk meredakan emosinya.
Miya menaruh ponsel dan juga earphonenya ke dalam tasnya lalu mengajak Ana untuk berbicara.
"Ada apa?" tanya Miya. Ana hanya menggelengkan kepalanya saja tidak mau menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu.
"Kalau begitu hari ini kita mampir ke taman. Bagaimana?" ajak Miya, dan Ana pun menerima ajakannya.
Sampainya di taman, seperti biasa mereka langsung menuju ayunan untuk bermain sambil bercerita. Ana berkata bahwa dirinya sangat kesal jika mendengar atau mengingat kalau Miya akan pindah rumah.
"Aku tidak tahu. Ke kesepian apa diriku nanti jika tidak ada dirimu." ungkap Ana sambil mengusap air matanya yang membasahi pipi.
"Aku lihat kamu tampak biasa saja jika jauh dariku." ungkap Ana lagi sedikit berprasangka buruk kepada sahabatnya.
Miya hanya tersenyum saja sambil melihat dan mendengarkan keluh kesah Ana jika harus berpisah dengannya. Padahal tanpa Ana tahu, saat malam tiba tanpa ada seorang pun di kamarnya. Miya sering menangis, bahkan dia sampai membeli obat tidur agar dia dapat beristirahat. Hanya saja dia tidak bisa menceritakan tentang hal itu kepada sahabatnya.
"Aku sengaja menghindar, cuek dan bersikap dingin kepadamu. Agar kamu terbiasa jika tidak bersamaku lagi." Miya berdiri dan melangkah membelakangi Ana.
"Kamu jahat Miya!" sontak Ana kesal dan langsung pergi meninggalkannya.
Setelah kejadian itu mereka tidak lagi sedekat dulu, bahkan mereka seperti orang tidak saling kenal saat berpapasan.
"Semoga kita saling terbiasa." ucap Miya di dalam hatinya saat berpapasan dengan Ana di kantin.
"Ini yang kamu mau kan Miya?" ucap Ana di dalam hatinya saat berjalan melewati Miya.
Hari-hari pun berlalu, kini waktu kelulusan Miya dan Ana telah tiba.
Kring!!!... Kring!!!... Kring!!!...
Alarm Miya berbunyi, terlihat jam menunjukkan tepat pukul 05.00 pagi. Ibunya mengetuk pintu kamarnya untuk membangunkannya. Miya berteriak mengatakan bahwa dirinya sudah bangun.
"Ayah sudah menyiapkan gaun untukmu." teriak Ibunya dari balik pintu.
Miya beranjak dari tempat tidurnya untuk segera mempersiapkan diri memakai gaun pemberian dari sang Ayah spesial di acara kelulusannya.
"Kamu cantik sekali." Miya mendapatkan pujian dari kedua orang tuanya. "Biar Ibu beri sedikit riasan di wajahmu."
Di sentuhan terakhir Ibunya memberikan cermin kepada Miya, tampak sangat cantik sekali setelah wajah Miya di rias oleh Ibunya. Miya tersenyum bahagia melihat wajahnya sendiri di dalam cermin, seraya hatinya berkata "Aku siap menjadi siswi terpopuler di sekolah.".
Sementara itu...
Ana sedang mengenakan seragam sekolahnya sambil melamun ke arah jendela kamar Miya yang tertutup rapat.
"Benarkah? Waktu ini telah tiba? Rasanya aku belum siap." ucap Ana di dalam hatinya sambil mengancingkan baju seragamnya.
"Ana cepat. Sudah jam berapa ini? Kamu juga belum sarapan." teriak Ibunya sambil menggedor pintu kamar. "Iya Ibuuu... Tungguuu..." dengan cepat Ana mengambil tas dan juga ponselnya lalu turun ke lantai bawah untuk pergi sarapan.
"Itu apa Bu?" tanya Miya saat keluar dari rumah terlihat banyak sekali kardus-kardus dan juga beberapa koper di taruh di halaman rumahnya. Ibunya memberitahu bahwa itu adalah barang-barang mereka yang akan mereka bawa ke rumah barunya nanti.
"Ibu hanya membawa barang-barang yang sudah jarang diproduksi dan barang-barang peninggalan Nenek saja." ucap Ibunya memberitahu sambil menepuk salah satu kardus.
"Bagaimana dengan pakaianku dan barang-barang ku?" tanya Miya. "Tenang saja, kita tidak langsung berangkat setelah kamu selesai acara. Kamu masih ada waktu untuk memisahkan barang-barang mu." jawab Ayahnya.
"Baiklah," Miya mengerutkan bibirnya.
...***...
"Kamu tampak cantik sekali Miya." kapten klub musik memuji kecantikan Miya. Yang dipuji hanya senyam-senyum menahan malu namun merasa bahagia. "Te-terimakasih," ucap Miya yang sedikit gugup.
Selama acara itu dimulai Miya sama sekali belum bertemu dengan sahabatnya. Karena Miya hanya diam saja di belakang panggung sambil menunggu gilirannya untuk tampil.
Beberapa menit kemudian MC menyebut nama Miya untuk dia dipersilahkan naik ke atas panggung. Sebelum menaiki panggung, Miya mengepalkan kedua tangannya dan berdo'a kepada Tuhan agar diberikan kemudahan dan ketenangan.
"Ayo Miya kau pasti bisa," ucapnya di dalam hati menyemangati diri sendiri. Miya pun menaiki panggung dan berjalan menuju alat musik piano yang sudah disediakan.
Siswa-siswi bersorak dan bertepuk tangan untuk Miya. Terlihat kedua orang tuanya tersenyum sambil bertepuk tangan, dia juga melihat kedua orang tua Ana dan Kakak laki-lakinya. Namun dia tidak melihat keberadaan Ana di sekitarnya.
Miya membungkuk memberi salam serta hormat lalu terduduk di kursi yang sudah di sediakan. Miya menarik nafasnya panjang-panjang dan jemarinya mulai memencet tuts piano.
...Do... Re... Mi... Fa... So... La... Ti... Do......
...♪♪♪...
"Ana lihat, sahabatmu tampak sangat cantik sekali." Kakak laki-lakinya berkata saat Ana baru tiba setelah dari toilet. "Hhmm," Ana hanya tersenyum kecil lalu terduduk untuk melihat penampilan sahabatnya.
"Aku yakin, yang mendapat pacar duluan itu kamu. Secara kamu sangat cantik." Ana berdiri di atas perosotan sambil melempar pesawat kertas yang dia buat sendiri.
"Tidak semua pria memandang wanita hanya dengan kecantikannya saja. Pasti ada ko yang melihat dari ketulusan kita." saut Miya sambil membuat istana pasir.
"Boyfriend! Boyfriend terus yang kalian bahas. Kamu juga! Bukan ajari anaknya yang baik-baik." seorang Ayah membentak istrinya.
"Sekarang kamu pergi ke kamar! Belajar! Awas saja sampai nilai-nilai mu jelek." bentak seorang Ayah kepada anaknya.
"Kita akan pindah ke Kota 3."
"Ikuti saja kemauanku. Tanpa aku kalian tidak akan bisa hidup!" seorang Ayah menampar istrinya.
"Izinkan aku untuk tidak menjual rumah ini. Hanya ini satu-satunya tempat kenangan aku bersama Ibu." ucap memohon sang istri kepada suaminya.
"Uuhhhh... Uuhhhh..." Miya bersandar di balik pintu kamar sambil menangis dan kedua tangannya meremas rambut kepalanya.
Di rumah itu, semoga tidak ada lagi pertengkaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments