Bab 9

Ucapan Cakra semalam ternyata di indahkan oleh Tyo dan Ratna. Mereka pun tak berani mengusik Embun bahkan membiarkannya sarapan bersama mereka. Suasana canggung pun tercipta di meja makan dengan adanya Embun.

Ia yang sangat jarang makan satu meja dengan keluarga, juga membuatnya merasa risih. Sedangkan Tyo dan Ratna pun hanya fokus pada makanan yang ada di piring mereka dengan sesekali saling melirik.

"Nara senang deh kak, karna kak Embun mau sarapan di dekat Nara." ucap Nara yang masih polos.

Embun hanya tersenyum tipis sambil mengelus rambut Nara. Nara lah, satu-satunya di keluarga itu yang bisa menghargai Embun. Bukan karna ia yang masih berusia 12 tahun dan belum mengerti apapun, namun karna Nara memang tulus menyayangi kakak perempuannya itu.

Selesai sarapan, Embun tak lupa membereskan piring-piring kotor terlebih dahulu sebelum ia berangkat ke sekolah. Setelah selesai, barulah ia bergegas agar tak terlambat.

"Embun..." sapa Cakra yang ternyata sudah berdiri di teras rumahnya.

"Kau... kenapa kemari?" tanya Embun berbisik takut ayahnya mendengar itu.

"Aku ingin menjemput mu. Ayo, cepat. Sebelum kita terlambat." ajak Cakra.

Saat Embun ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba Tyo keluar karna hendak berangkat ke kantor.

"Hallo om.." sapa Cakra sok akrab.

Tyo hanya diam dan mengalihkan pandangannya dari Cakra. Andai Cakra bukanlah anak dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja, mungkin ia sudah mencabik-cabik Cakra hingga tak berdaya.

"Yah, aku berangkat ke sekolah dulu." Embun dengan takut berpamitan ke Tyo.

Tyo hanya menggangguk sekali dengan wajah sinisnya yang tak melihat Embun sedikit pun.

"Saya pamit ya om." seru Cakra yang langsung berjalan beriringan dengan Embun menuju ke motornya.

Embun lalu naik ke atas motor Cakra dengan ragu-ragu. Namun Cakra berusaha meyakinkannya. Selama perjalanan menuju ke sekolah, tak ada percakapan apapun di antara Cakra dan Embun. Mereka hanya sibuk dengan isi kepala mereka sendiri.

Hingga motor Cakra hampir tiba di depan sekolah, Embun pun dengan cepat menyuruh Cakra untuk menghentikan motornya. Ia ingin di turunkan di sisi jalan yang tak terlalu jauh dari sekolah. Embun hanya tak ingin orang-orang melihatnya pergi sekolah bersama Cakra.

Namun Cakra tak mau menghentikan motornya, dan malah dengan santainya ia melajukan motornya hingga di parkiran sekolah. Padahal Embun yang duduk di belakangnya sudah memberontak ingin di turunkan.

Embun menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada yang melihat mereka.

"Kau sedang apa?" tanya Cakra heran.

"Aku takut ada yang melihat kita." jawab Embun dengan ekpresi khawatir.

Cakra pun tertawa seketika dan langsung menarik lengan Embun. "Ayo."

"Cakra, lepas." pinta Embun saat akan melewati koridor sekolah.

Cakra lagi-lagi hanya tertawa melihat Embun yang begitu takut menjadi sorotan oleh siswa lain. Dengan santainya ia menggandeng lengan Embun, walau yang punya lengan berkali-kali memberontak ingin di lepaskan.

Apalah daya Embun di bandingkan Cakra yang memiliki tenaga yang lebih kuat darinya. Semua mata pun kini tertuju pada dua remaja yang sedang di mabuk cinta itu. Ya, dua remaja. Karna Embun pun diam-diam mulai menyukai Cakra. Hanya saja Embun tak berani menunjukkan itu.

Cakra lagi-lagi tak peduli dengan orang-orang yang memperhatikan mereka, bahkan ketika ada yang berbisik pun ia seolah tak melihat itu. Hingga mereka berpapasan dengan pak Doni, om Cakra yang menjadi guru di sekolah itu.

Dengan cepat ia melepas lengan Embun dari genggamannya. Bukan karna ia malu, hanya saja Cakra takut kalau om nya akan memberi tahu papanya. Cakra selalu di larang oleh Papanya untuk tak berpacaran di sekolah.

Bastian, papanya Cakra, hanya ingin anaknya itu fokus terlebih dahulu dalam mengemban pendidikannya. Karna Cakra lah yang nantinya akan menjadi pewaris tunggal di keluarganya. Bastian juga ingin menjadikan Cakra sebagai pewaris tunggal yang layak dan bisa melanjutkan perusahaannya.

"Om Doni... hm ... maksudnya pak Doni. Apa kabar pak?" sapa Cakra sambil menyeringai.

"Sudah berani ya sekarang kalian berpegangan tangan di sekolah!" seru pak Doni.

Embun yang takut pun hanya menunduk. Baru sekali ini ia di tegur oleh gurunya di sekolah.

"Bapak seperti tidak pernah muda saja!" celetuk Cakra.

"Saya pernah muda, saya juga pernah menjalin asmara saat sekolah dulu." Pak Doni menimpali.

"Lalu pak?" tanya Cakra yang belum puas dengan reaksi gurunya.

"Lanjut, selagi kalian tau batasan dan tidak menganggu pelajaran kalian. Justru jadikan itu untuk memacu semangat kalian dalam belajar." sambung pak Doni.

"Wahh.. bapak memang sangat pengertian." ujar Cakra sembari mengandeng tangan Embun lagi.

"Tapi .... siapa bilang saya mengizinkan kalian berpegangan tangan? hah?! cepat lepas. Dan segera masuk kelas kalian, karna sebentar lagi bel akan berbunyi."

"Siap pak." jawab Cakra lantang lalu langsung pergi dari hadapan om sekaligus gurunya itu.

"Permisi pak.." susul Embun sambil menunduk dan segera mengikuti langkah Cakra menuju ke kelas mereka.

Pak Doni pun hanya tersenyum tipis melihat tingkah keponakannya yang sangat mirip dengan dirinya dulu ketika masih remaja.

Doni adalah adik dari Bastian, Papanya Cakra. Padahal Bastian sudah memberikan kesempatan kepada Doni untuk bekerja di perusahaannya, namun ia menolak dan lebih memilih pekerjaan yang lebih ia sukai, yaitu menjadi seorang guru.

**

"Pulang sekolah nanti ke mall yuk Embun!" ajak Salma.

"Nggak bisa..." tiba-tiba Cakra menghampiri mereka. "Karna aku dan Embun akan belajar kelompok." sambung Cakra.

"Benar Embun?" Salma memastikan.

Embun pun mengangguk. "Atau kau mau ikut bergabung Sal?" tanya Embun.

"Mana mungkin Salma mau, iya kan Sal?!" Cakra memberi isyarat kepada Salma untuk menolak tawaran Embun.

Pandu yang saat itu duduk bersama Salma dan Embun di kantin langsung menimpali ucapan Cakra. "Iya benar Cak, lagi pula Salma dan aku berencana mau ke mall sepulang sekolah nanti." ujar Pandu.

"Yasudah, aku tinggal dulu ya. Soalnya aku mau ke ruang osis. Oiya Ndu, minggu ini jangan lupa kita ada latihan basket." sambung Cakra.

"Siap kapten." sahut Pandu.

Cakra pun berlalu dari kantin, padahal hatinya begitu ingin duduk di samping Embun. Namun mau bagaimana lagi, kepala sekolah sudah menyuruhnya mengadakan rapat bagi siswa yang mengikuti ekskul osis.

"Tumben kau nggak ke perpus." celetuk Pandu menyindir Embun.

"Sayang, kamu kok begitu sih sama Embun." Salma membela sahabatnya.

"Wajar dong sayang aku bertanya begitu. Karna biasanya setiap kali kita mengajak Embun ke kantin, pasti jawabannya selalu mau ke perpus." sahut Pandu.

"Atau semenjak kenal Cakra, minat mu untuk membaca buku berkurang? atau jangan-jangan kau mulai tertarik juga dengan Cakra?" Pandu berusaha menebak tanpa basa-basi.

"Sayang...?!" Salma berusaha menghentikan kekasihnya.

Embun tak menimpali ucapan Pandu. Ia hanya menyunggingkan senyum tipis sembari menatap makanan di hadapannya.

"Tuh kan benar sayang, kalau Embun mulai tertarik dengan Cakra. Buktinya dia tersenyum seperti itu saat aku membahas tentang Cakra." sambung Pandu lagi.

"Aku tersenyum bukan karna aku tertarik kepada Cakra. Hanya saja...." Embun yang belum berani jujur akan perasaannya.

"Hanya saja apa Mbun?" Salma penasaran.

"Hanya saja lucu membayangkan jika aku bisa menjadi kekasih Cakra yang anak konglomerat itu. Bukan kah menurut kalian Cakra itu tak pantas memiliki kekasih yang hanya gadis biasa seperti ku?" ujar Embun yang selalu sadar akan posisinya.

"Memangnya hanya orang yang memiliki kasta sepantaran yang berhak saling menyukai?alu apa kabar aku Embun, yang juga jauh berbeda dari Salma? Apa aku yang hanya seorang anak dari pemilik toko roti biasa tak berhak untuk menyukai Salma yang seorang anak desaigner terkenal?" jelas Pandu panjang lebar.

Embun pun terdiam seketika. Ucapan Pandu bak menyadarkannya.

"Ini ya Embun, yang namanya menyukai atau bahkan jatuh cinta itu tidak memandang apapun baik harta, tahta, jabatan atau latar belakang seseorang. Awalnya sih aku juga ragu untuk mendekati Salma, namun aku tidak ingin di kalahkan terus menerus oleh rasa tidak percaya diri ku. Dan dari situlah dengan tekad ku yang benar-benar menyukai Salma, ku beranikan diri ku untuk menyatakan persaan ku kepadanya." sambung Pandu lagi.

Salma seketika tersenyum lebar karna cerita Pandu, dan juga karna ia teringat akan pertama kali Pandu menyatakan perasaan kepadanya.

Sedangkan Embun lagi-lagi berhasil bungkam dengan ucapan Pandu yang bak seorang pakar percintaan. Seolah ia sudah sangat pengalaman dalam bidang itu.

"Percayalah Embun, Cakra itu tulus menyukai mu. Aku tau betul bagaimana Cakra, karna kami sudah dekat sejak SMP. Jika Cakra bilang menyukai mu, maka ya memang begitu adanya, dan kalau dia tak menyukai suatu hal, dia juga pasti akan jujur bahwa ia tak menyukai itu. Setegas itu Cakra dalam mengungkapkan perasaannya." sambung Pandu yang membuat Embun kini mulai menaruh keyakinan dihatinya terhadap Cakra.

**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!