Bab 8

Bel tanda pelajaran telah usai pun berbunyi. Embun yang harus segera mengantarkan pesanan catering ibunya, buru-buru untuk segera pulang. "Aku duluan ya Sal." pamit Embun yang sudah beranjak dari kursinya.

"Mau mengantar pesanan ibu mu?" tanya Salma. Embun mengangguk cepat, lalu dengan tergesa keluar dari kelas.

Cakra yang tak ingin kehilangan Embun lagi, langsung segera berlari mengejarnya.

"Tunggu..." Cakra menahan lengan Embun.

"Sorry, aku harus cepat pulang." seru Embun sambil menarik lengannya yang masih terasa sakit.

"Sebentar Embun. Aku hanya ingin menjelaskan kesalah pahaman mu." kata Cakra. "Aku dan Rosa itu tidak ada hubungan apa-apa." jelasnya.

"Lalu, urusannya dengan ku apa? toh aku kan bukan siapa-siapa mu." sahut Embun.

"Embun..." lirih Cakra

Ia dan Embun yang masih berada di koridor sekolah, membuat banyak siswa yang memperhatikan mereka. Bahkan ada beberapa siswa yang juga berjalan di koridor itu. "Hai kak Cakra..." sapa salah seorang gadis yang merupakan junior mereka, dan tak sengaja lewat di hadapan Cakra dan Embun.

Cakra tak menjawab sapaan itu, tersenyum pun tidak ia lakukan. Cakra hanya menatap Embun, menunggunya untuk mengucapkan "iya, nggak papa Cakra."

Namun bukannya kata-kata itu yang keluar dari mulut Embun, ia malah mengeluarkan kalimat yang memojokkan Cakra.

"Ternyata kau terkenal juga ya di kalangan para gadis di sekolah kita." ujar Embun dengan senyun sinis.

"Tapi Embun, itu nggak seperti yang kau pikirkan." Cakra berusaha meyakinkan Embun.

"Udah ya Cak, aku harus segera pulang dan nggak punya waktu untuk mendengar penjelasan mu." tegas Embun dan langsung pergi dari hadapan Cakra.

Cakra lagi-lagi terdiam di tempatnya. Aku harus mengejarnya, batin Cakra. Ia pun mempercepat langkahnya sebelum Embun keluar dari gerbang sekolah.

"Kau makan apa sih, hingga langkah mu begitu cepat?" gumam Cakra yang tiba-tiba sudah berada di samping Embun.

Embun pun menghela nafas panjang seketika. Entah mengapa ia merasa sebal karna terus di ikuti oleh lelaki yang bersikap hangat pada semua perempuan itu.

"Embun, ayo ku antar." ujar Cakra lagi.

"Nggak usah." tolak Embun datar dan semakin mempercepat langkahnya. Begitu pun dengan Cakra.

Hingga mereka sampai di depan gerbang sekolah, Embun pun langsung berlari menuju bus yang sudah menunggu di depan halte sekolahnya dan meninggalkan Cakra begitu saja.

Shit!

Cakra mengumpat kesal. Selama 17 tahun hidup sebagai pemuda tampan dan kaya raya, baru sekali ini ia di perlakukan dingin dan acuh oleh seorang gadis.

"Kau kenapa?" tanya Ian yang tiba-tiba berada di samping Cakra sambil menepuk punggunggnya.

Cakra tak menjawab, tatapannya hanya tertuju pada bus yang baru saja meninggalkan halte.

"Aku harus mengejarnya!" pekik Cakra dan segera menuju ke motornya. Bahkan ia tak memperdulikan Ian sama sekali. Dan Ian pun hanya menganga melihat tingkah Cakra yang berubah menjadi aneh itu.

Cakra yang tak mau ketinggalan bus itu pun dengan cepat melajukan motornya.

Namun Embun yang terlalu sibuk memikirkan amarah ibunya karna ia pulang sedikit lama, tak tau jika saat ini motor Cakra sudah berada di belakang bus yang ia naiki.

Embun segera turun dari bus saat sudah tiba di pertigaan jalan. Setelah itu ia berjalan kaki menuju ke rumahnya. Ia jalan begitu cepat dan tergesa-gesa, bahkan ia pun masih belum menyadari jika Cakra mengikuti hingga sampai ke depan rumahnya.

Cakra menghentikan motornya saat tiba di depan rumah Embun. Ia tak berani masuk dan hanya bersembunyi di balik pohon besar yang berada di depan rumah gadis itu. Namun tiba-tiba suara gaduh terdengar dari depan teras rumah Embun, hingga membuat Cakra beranjak dari motornya.

Betapa terkejutnya Cakra saat melihat Embun di tampar oleh ayahnya. Cakra yang tak tahan melihat Embun di perlakukan seperti itu pun memberanikan diri membuka gerbang rumah Embun dan bergegas masuk.

Saat Tyo ingin menampar wajah Embun untuk yang kedua kalinya, Cakra yang sudah berada di belakang Embun dengan cepat menahan lengan Tyo. Mata Tyo pun seketika menatap tajam ke arah Cakra.

"Hentikan om." sekak Cakra yang masih menahan lengan Tyo.

"Kau siapa? Berani-beraninya kau ikut campur!" tegas Tyo dan langsung menghempas genggaman Cakra.

Sedangkan Embun tersentak tak percaya melihat kehadiran Cakra di rumahnya. Ia tak bisa berkata-kata dan hanya memegangi pipinya yang terasa panas dan memerah.

"Sikap om itu sudah keterlaluan kepada Embun. Apa om nggak merasa iba melihatnya harus menahan rasa sakit seperti itu? Orang tua macam apa om yang tega menyakiti anaknya sendiri. Bahkan induk anjing sekalipun nggak mau menyakiti anaknya." Cakra melampiaskan amarahnya.

"Diam! Jaga ucapan mu!"bentak Tyo. Kedua matanya melotot dan rahangnya mengeras menahan amarah karna ucapan Cakra yang di anggapnya tak sopan.

"Siapa kau berani masuk ke rumah kami?" Ratna tiba-tiba datang dan bersedekap dada di samping Tyo.

"Saya teman sekolahnya Embun, tante." jawab Cakra tanpa rasa takut.

"Hanya teman sekolah tetapi berani ikut campur?!" Ratna mulai menaikkan nada suaranya.

"Iya, karna Embun itu nggak pantas di perlakukan keji seperti yang om dan tante lakukan kepadanya selama ini. Apa kalian nggak sadar bahwa Embun itu terlalu berharga untuk kalian sakiti??

Andai om dan tante tau, semua orang tua dari siswa di sekolah kami berharap anak mereka bisa seperti Embun. Yang selalu berprestasi, punya adab dan sopan santun dan bahkan dia tak pernah sekalipun melakukan hal buruk di sekolah.

Orang-orang selalu iri dengan kedua orang tua Embun yang mereka pikir adalah orang tua yang baik dan bisa mendidik Embun dengan benar. Tapi nyatanya apa?" Cakra menyeringai sinis menatap Tyo dan Ratna.

"Diamm! Kau lebih baik pergi, atau kami akan melaporkan mu." amarah Ratna kian memuncak.

"Saya juga akan melaporkan om dan tante ke komnas perlindungan anak jika om dan tante berniat menyakiti Embun lagi." sahut Cakra dengan lantang.

"Cakra...cukup.!" suara Embun yang bergetar berusaha menyadarkan Cakra.

Cakra lalu menatap mata Embun yang sudah berkaca-kaca itu. "Enggak Embun. Ini harus di selesaikan."

"Kau siapa hingga berani melaporkan kami?!ha!?Cepat beri alamat dan nomor orang tua mu, sepertinya kami harus mengadukan tingkah mu yang sok pahlawan dan tak bermoral itu." seru Tyo menantang Cakra.

"Silahkan!" ucap Cakra dengan santai sembari mengeluarkan sebuah kartu nama dari dompetnya.

"Ini nama orang tua saya, alamat dan juga nomornya." sambung Cakra sambil menyerahkan kartu nama itu kepada Tyo.

Tyo pun mengambil secara kasar kartu nama itu dari tangan Cakra. Mata Tyo seketika membelalak bak mau keluar dari tempatnya saat melihat kartu nama pemberian Cakra.

"Tidak mungkin...!!!" pekik Tyo dengan ekspresinya yang takut dan tangannya yang mulai bergetar.

"Kenapa Yah??" tanya Ratna saat melihat ekspresi wajah suaminya berubah.

"Dia... dia anak.. dia anak dari pemilik perusahaan tempat ayah bekerja bu." bahkan suara Tyo kini ikut bergetar.

"Apa?!" Ratna pun ikut tersentak kaget.

"Saya peringatkan sekali lagi kepada om dan tante, jika kalian masih berani menyentuh dan menyakiti Embun, maka saya tidak akan segan-segan melaporkan kalian." ujar Cakra lagi.

Kini Tyo dan Ratna hanya menunduk malu dan tak berani menyelah ucapan Cakra. Bagaimana mungkin Tyo berani, toh yang ada di hadapannya saat ini adalah anak dari CEO di perusahaannya dan seorang anak konglomerat yang bisa melakukan apa saja yang ia mau. Jika ia menentang Cakra, maka berarti karinya juga akan terancam.

"Embun...masuklah. Kau butuh istirahat." pinta Cakra.

Namun Embun masih berdiri di tempatnya. Ia takut jika Cakra pergi, maka kedua orang tuanya akan melampiaskan kekesalan mereka terhadap Cakra kepada dirinya.

"Jangan takut, akan ku pastikan kau baik-baik aja. Sana, masuklah!!!"pinta Cakra lagi.

Embun pun mengangguk pelan, dengan langkah yang takut-takut ia masuk ke rumahnya. Setelah memastikan Embun sudah masuk ke kamarnya, Cakra pun segera pergi dari rumah itu.

"Oiya tante, jangan suruh Embun lagi untuk mengantarkan catering. Akan saya carikan orang lain untuk menggantikannya dan saya yang akan membayar upah orang itu. Jadi tante jangan khawatir." pesan Cakra sebelum akhirnya ia berlalu dari hadapan Tyo dan Ratna.

Tyo dan Ratna pun akhirnya bisa bernafas lega dengan perginya Cakra. Mereka lalu langsung masuk ke dalam rumah. Mereka pun terduduk lemas di sofa yang berada di ruang tamu. Kini mereka seolah merenungi ucapan Cakra yang berhasil menampar mereka.

...~~~...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!