Bab 4

"Embun, aku mau pulang sama Pandu. Nggak papa kan kalo kita duluan?" tanya Salma yang merasa tak enak.

"Iya Sal, nggak papa." jawab Embun sembari membereskan buku-bukunya.

"Sal..." panggil Pandu yang sudah berdiri di depan pintu kelas mereka.

"Embun," Salma menatapnya.

"Iya Sal, pergi lah." Embun mengerti tatapan sahabatnya itu.

Salma pun pergi walau ia masih merasa tak enak dengan sahabatnya. Padahal ia sudah berjanji akan mengajak Embun untuk pulang bersama. Namun nyatanya, Pandu yang ingin mengajaknya ke toko buku, membuat Salma harus membatalkan janjinya dengan Embun.

Tak seperti biasanya yang selalu terburu-buru saat bel pulang berbunyi, hari ini Embun tampak lebih santai merapikan alat tulisnya ke dalam tas. Embun sedikit lega hari ini karna tak ada pesanan yang harus ia antar.

"Kayaknya kau senggang sepulang sekolah ini" seru Cakra yang sudah berdiri di samping Embun.

Embun tersentak dengan kehadiran Cakra yang tiba-tiba.

"Ayo ke rumah mu" sambung Cakra.

"Hah?!" Embun langsung menoleh dan menatap Cakra.

"Kenapa sekaget itu? aku kan cuma ngajak ke rumah mu untuk belajar kelompok.Bukan untuk yang lain-lain." Cakra tertawa kecil.

"Jangan di rumah ku!"

"Lah, kenapa? Aku janji nggak akan meminta apapun di rumah mu." ungkap Cakra.

"Bukan karna itu..." Embun bingung bagaimana menjelaskan kepada Cakra tentang ibunya yang pasti tak akan mengizinkan mereka belajar kelompok di rumahnya.

"Terus apa?" tanya Cakra heran.

Embun diam sejenak. "Gimana kalau besok aja, pas jam istirahat?"

"Tapi aku maunya sekarang!" tegas Cakra.

"Kalau kau memang nggak mengizinkan aku datang ke rumah mu, kita ke rumah ku aja, gimana?" tanya Cakra.

"Ke rumah mu?!" Embun mengernyit.

"Iya, kenapa? kau juga nggak mau?!" Cakra menduga Embun akan menolak ajakannya.

Lagi-lagi Embun terdiam. Sebenarnya yang memberatkannya hanya satu hal, yaitu ibunya. Ia takut ibunya akan menghukumnya lagi jika ia kesorean pulang ke rumah.

"Aku... aku belum minta izin sama ibu ku."

"Itu gampang. Kita bisa minta izin ibu mu dulu." Cakra menimpali.

"Tapi kau nggak tau gimana watak ibu ku. Gimana kalau dia malah melarang ku keluar rumah?"

"Begini aja, kita ke rumah ku dulu. Nanti kalau udah selesai belajar kelompok, aku akan mengantarkan mu pulang. Biar aku yang menjelaskan sama ibu mu, kenapa kau terlambat pulang. Gimana? Setuju?" Cakra memberi ide. Andai dia tau bagaimana ibunya Embun, pasti Cakra akan memilih untuk tak pernah menemui ibunya itu.

Embun pun mengangguk. Cakra yang tak menyangka bahwa ide nya itu akan di setujui oleh Embun, seketika tersenyum sumringah. Matanya bahkan berbinar-binar seolah mendapat hadiah tak terduga.

"Yaudah kau duluan aja, aku harus ke perpus dulu mau mengembalikan buku ini. Oiya, tulis alamat mu di sini, aku akan menyusul mu nanti." Embun menyodorkan selembar kertas kepada Cakra.

"Cuma mengembalikan buku ini kan?" tanya Cakra.

Embun mengangguk.

"Ayo ku temani." Cakra mengambil buku yang di pegang Embun.

"Nggak usah. Aku bisa sendiri." tolaknya.

"Udah nggak papa. Ayo cepat!!" tanpa permisi, Cakra langsung menarik lengan Embun hingga keluar dari kelas.

Keadaan sekolah yang masih ramai membuat Embun tak nyaman, apalagi semua mata kini tertuju kepada mereka..

"Cakra... lepas. Nggak enak di lihatin orang." gumam Embun berusaha menarik lengannya dari genggaman Cakra.

Cakra hanya menyunggingkan senyum tipis. Ada perasaan bahagia ketika Embun mengucap namanya untuk yang pertama kali. Cakra pun semakin mengeratkan genggamannya tanpa memperdulikan Embun yang merasa risih, bahkan dengan santainya dia melewati orang-orang yang memperhatikan mereka sejak tadi.

Saat tiba di perpustakan, barulah Cakra melepas lengan Embun. Embun yang kesal dengan sikap Cakra hanya bisa menggrutu di dalam hati, sembari berjalan menuju ke arah rak di mana dia akan meletakkan buku yang di pinjamnya tempo hari.

Rak itu cukup tinggi, hingga Embun yang tak berhati-hati secara tak sengaja menyenggol beberapa buku dan buku itu terjatuh hampir mengenai kepalanya.

Untungnya Cakra datang tepat waktu dan langsung menarik lengannya. Jantungnya seketika berdegup cepat, saat tubuhnya, kini berada dalam dekapan Cakrawala. Di tambah lagi kedua tangan Cakra yang mendarat di punggungnya, membuat nafas gadis itu tercekat dan tak senormal biasanya.

Aroma wangi dari seragam Cakra pun tercium jelas, deruan nafas lelaki itu bahkan terasa mengenai wajahnya. "Kau baik-baik aja?" tanya Cakra sembari melepas dekapan yang berhasil membuat Embun mematung seketika.

Embun mengangguk sembari menunduk. Ia tak berani menatap wajah Cakra yang membuat kedua pipinya kini memanas, bahkan mungkin wajahnya pun mulai merona.

"Lain kali hati-hati, kalau memang nggak bisa, bilang sama aku. Aku pasti bakalan bantu kok" sambung Cakra lagi.

Embun hanya diam dan masih tetap menunduk.

"Ya udah ayo." ajak Cakra yang memilih berjalan terlebih dulu. Sedangkan Embun, berada di belakang sembari mengikuti langkahnya.

Setiba di parkiran sekolah, Cakra langsung menaiki motornya. Lalu menyuruh Embun untuk menempati jok belakang.

Embun yang masih merasa canggung dengan Cakra, secara perlahan menaiki motor lelaki itu. "Apa aku sebau itu sampai kau harus menjaga jarak?" tanya Cakra, yang menyadari Embun duduk di paling ujung jok motornya.

Dengan ragu Embun mulai menggeser duduknya mendekati Cakra.

"Pegangan, aku nggak akan tanggung jawab kalau nanti tiba-tiba kau jatuh." tukas Cakra yang mencari kesempatan.

"Baiklah." sahut Embun pelan sembari memegang ujung seragam sekolah Cakra.

Cakra pun tertawa, "Ck... kau ini! Mana ada orang pegangan kayak begitu."

Embun menarik nafas berkali-kali sebelum akhirnya memberanikan diri melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Cakra. "Nah gitu dong!!" seru Cakra dengan wajah sumringahnya.

Selama di perjalanan menuju ke rumahnya, Cakra tak henti-hentinya mengulas senyum. Betapa hatinya bak bunga yang baru saja merekah. Rumahnya yang sebenarnya tak jauh letaknya dari sekolah, membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk sampai ke sana.

Cakra sengaja melajukan motornya dengan lambat bahkan ia juga sengaja memutar jalan lain yang lebih jauh agar ia bisa lebih lama sedekat itu dengan Embun. Sementara Embun yang berada di belakang Cakra, terlihat menikmati. Bukan menikmati perjalanan mereka, namun menikmati pelukannya di tubuh Cakra. Embun merasakan kenyamanan saat berada di dekat lelaki itu. Tak pernah hatinya setenang itu. Tanpa Embun sadari, senyum pun terlepas begitu saja dari bibirnya.

Setelah tiba di pelataran, Cakra langsung mengajak Embun untuk masuk ke rumahnya. "Ayo masuk, jangan canggung." ujarnya.

Namun Embun hanya terperangah di tempatnya berdiri, sembari berdecak kagum memandangi rumah mewah tempat tinggal Cakra.

"Kau mau masuk atau tetap berdiri di situ?"

Embun tersadar, lalu ia pun masuk mengikuti langkah Cakra. Ia semakin berdecak kagum saat memasuki rumah Cakra. Ruangan yang luas dengan interior mewah membuat Embun ternganga tak percaya.

Dibandingkan rumahnya yang tak ada setengahnya dengan rumah Cakra, Embun pun merasa terheran-heran. Rumah Cakra adalah rumah impiannya sejak dulu. Ia pun bertekad bahwa suatu hari nanti bisa memiliki rumah bak istana seperti tempat tinggal Cakra.

...~~~...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!