Embun terbangun saat alarm di meja kamarnya berbunyi. Ia segera bangun dan langsung membereskan rumah sebelum berangkat ke sekolah. Setelah selesai, Embun pun bergegas untuk mandi. Saat ia ingin masuk ke kamar mandi, tiba-tiba Ray datang dan langsung menarik kaos yang di kenakan olehnya hingga ia pun hampir terjatuh.
"Kak Ray, kan aku yang duluan" protes Embun.
"Kau nanti kan bisa, aku itu buru-buru karna ada kelas pagi ini" ucap Ray ketus.
"Pagi ini aku juga ada piket kak" sambung Embun yang tak mau kalah.
"Kalau kau terlambat paling juga cuma di hukum, tapi kalau aku yang terlambat, bisa-bisa aku di suruh pulang sama dosen ku" cetus Ray.
"Cepat minggir!" Ray pun dengan kasarnya mendorong tubuh Embun hingga gadis itu terjatuh dan sikunya mengenai ujung meja yang runcing.
Namun Ray tak peduli, dia malah merasa tak bersalah dan langsung menutup pintu kamar mandi. Sedangkan Embun meringis kesakitan menahan luka di sikunya sembari dengan sabar menunggu Ray.
Setelah Ray selesai, Embun yang ingin kembali masuk kamar mandi di cegah oleh Nara yang baru saja bangun. "Kak..aku dulu boleh?"
Embun mengangguk dan membiarkan Nara memakai kamar mandi terlebih dahulu. Ia tak mungkin bersikap egois dan tak mau mengalah pada adik perempuannya yang masih SMP itu.
Tak lama, Nara pun selesai. Lalu dengan terburu-buru Embun segera membersihkan dirinya.
Sementara itu di meja makan, Tyo dan Ratna yang merupakan orang tua Embun sudah menunggu anak-anak mereka untuk sarapan bersama.
Ray yang sudah rapi untuk berangkat kuliah langsung menghampiri meja makan. Begitu pun dengan Nara yang sudah memakai seragam sekolahnya.
"Embun mana?" tanya Tyo.
"Masih mandi Yah." Nara yang menjawab.
"Anak itu, jam segini masih mandi? apa saja yang di lakukannya dari pagi?" Tyo menaikkan nada suaranya.
Ratna, Ray dan Nara yang takut dengan amarah Tyo tak berani menjawab. Mereka hanya menunduk sembari menyantap sarapan.
"Sekali-kali harus ku beri pelajaran anak itu supaya lebih disiplin dengan hidupnya." sambung Tyo lagi dengan lantang hingga terdengar ke telinga Embun yang baru saja selesai mandi.
Embun hanya menghela nafas panjang karna selalu saja di salahkan oleh keluarganya. Ia ingin menangis dengan perlakuan keluarganya itu. Namun air matanya sudah mengering lama karna sejak SMP ia selalu saja menangis setiap kali di perlakukan tak adil oleh orang tuanya.
Embun pun segera masuk ke kamarnya untuk mengenakan seragam sekolah. Sementara Ayahnya, Ray dan juga Nara yang sudah selesai, sarapan langsung berangkat menuju ke tempat mereka masing-masing. Nara yang merupakan anak kesayangan Tyo pun di antar olehnya menaiki mobil. Sedangkan Ray pergi ke kampusnya menaiki motor baru yang kemarin di belikan oleh Tyo.
Hampir jam 7 tepat, Embun memutuskan untuk ke sekolah tanpa sarapan. Selain karna takut terlambat, dia juga sudah tak berselera melihat nasi goreng sisa yang hanya tinggal sedikit itu.
Berbekal upah yang semalam ia dapat dari langganan ibunya, Embun lalu berniat menaiki bus menuju ke sekolah. Akan memakan waktu jika ia hanya mengandalkan kakinya untuk berlari.
Embun bernafas lega karna bel berbunyi di saat ia baru saja memasuki gerbang sekolah. Ia pun mempercepat langkahnya menuju ke kelas.
"Kenapa lama banget sih Embun? Kau nggak lupa kan, kalau hari ini piket bersama ku?" salah satu teman sekelas Embun memprotes kedatangannya yang terlambat.
"Maaf.." sahut Embun merasa bersalah.
Temannya itu hanya melengos pergi sembari menampakkan wajah kesal. Tak lama setelah bel berbunyi, wali kelas mereka pun masuk.
"Siapa yang tidak piket pagi ini silahkan berdiri di depan kelas." ucap bu sinta tegas.
Embun pun langsung berdiri lalu melangkah ke depan kelas seperti yang di suruh oleh wali kelasnya. Bersamaan dengan itu, Cakra yang juga baru datang, tak di perbolehkan duduk dan harus berdiri di depan kelas bersama Embun.
"Kalian berdua cepat bersihkan lab bahasa. Itu hukuman bagi kalian yang tidak disiplin akan waktu." pinta bu Sinta.
"Baik bu." mereka menjawab serempak.
"Bu.." salah satu siswi mengacungkan tangan.
"Ada apa?" tanya bu sinta heran.
"Boleh saya ikut membantu Cakra membersihkan lab bahasa bu? lebih banyak orang kan jadi lebih cepat selesai." ujar siswi itu dengan berani.
Kontan saja seisi kelas pada bersorak tak terima. Karna mereka pun ingin mendapatkan kesempatan itu bersama Cakra.
"Diam! dan kalian berdua cepat selesaikan hukuman kalian." bentak bu sinta, dan kelas hening seketika.
Embun dan Cakra pun bergegas menuju ke lab bahasa yang terletak di paling ujung gedung sekolah. Embun mempercepat langkahnya karna tak ingin jalan beriringan dengan Cakra. Namun Cakra tak peduli, ia terus mengimbangi langkah Embun hingga mereka sampai di lab bahasa.
Dengan cekatan Embun membersihkan debu pada meja-meja yang tertata di lab bahasa. Saat ia sedang sibuk dengan aktivitasnya, Cakra tiba-tiba mendekatinya dan langsung menempelkan plester luka ke siku Embun.
Embun tersentak, dan langsung menjauh dari Cakra. "Aku cuma mau naruh itu doang" ucap Cakra yang tak ingin Embun salah paham dengan niat baiknya.
Seketika Embun pun tersadar bahwa sikunya sempat terkena ujung meja ketika Ray mendorongnya tadi pagi. Betapa luka di sikunya tak ada apa-apanya, jika di bandingkan rasa luka di hatinya yang sudah sangat dalam.
Setelah itu mereka kembali melanjutkan hukuman mereka. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Embun saat ada Cakra di dekatnya. Padahal kaum hawa di sekolahnya begitu ingin berbincang dengan lelaki seperti Cakra. Namun Embun, malah melewatkan kesempatan emas itu.
Akhirnya mereka pun selesai, saat hendak kembali ke kelas, Cakra memberanikan diri membuka suara. "Udah sarapan? kalau belum ke kantin dulu yuk!" ajaknya.
Embun hanya menggelengkan kepalanya hingga membuat Cakra bingung. Cakra tak tau apakah itu jawaban dari Embun yang memang belum sarapan atau Embun yang malah menolak ajakannya.
Cakra pun akhirnya menyadari bahwa Embun menolak ajakannya. Ia mengetahui itu saat Embun memilih koridor yang menuju ke arah kelas bukan ke arah kantin sekolah.
Lagi-lagi usaha Cakra untuk mendekati Embun gagal. Ia yang memang belum sempat sarapan pun memutuskan untuk ke kantin walau jam pelajaran sedang berlangsung.
Setelah itu barulah Cakra kembali ke kelasnya. Sebelum duduk ke kursinya, Cakra lebih dulu melewati tempat duduk Embun sembari meletakkan sebungkus roti dan sekotak susu coklat di meja gadis itu.
Mata Salma hampir saja keluar dari tempatnya saat melihat pemandangan tak biasa itu. "Wah, kau diam-diam ternyata, kau dan Cakra... wahh.. kau gila Embun.." celetuk Salma yang kehabisan kata-kata.
"Bisa diem nggak Sal?"
Salma pun langsung menutup mulutnya yang berisik itu. Melihat Embun yang tak menggubris roti dan susu pemberian dari Cakra, Salma lalu berinisiatif mengambil roti dan susu itu kemudian memasukkannya ke dalam tas Embun. Betapa pekanya Salma sebagai seorang sahabat.
...~~~...
Saat jam istirahat, Embun masih sibuk mencatat ketertinggalannya tadi akibat membersihkan lab bahasa. Sedangkan Salma sudah pergi bersama Pandu menuju ke kantin. Perut Embun yang sudah sangat lapar dan bahkan mulai berbunyi, membuat Embun tanpa pikir panjang langsung menyantap roti pemberian Cakra tadi pagi. Ia juga menyeruput susu coklat itu sembari menulis.
Betapa bahagianya hati Cakra melihat perempuan yang ia sukai begitu menikmati makanan pemberiannya. Lalu Cakra pun memberanikan diri menghampiri Embun. Ia sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa sukanya pada perempuan berlesung pipi itu.
"Belum selesai juga?" tanya Cakra sembari duduk di kursi yang berada tepat di depan meja Embun.
Embun tak menjawab.
"Cak, main basket yuk." ajak Ian yang merupakan teman dekat sekaligus anggota di tim basketnya.
Namun Cakra tak menggubris panggilan Ian, ia hanya sibuk memperhatikan Embun yang sedang menulis.
"Hei, ayo!" Ian menepuk pundak Cakra.
"Pergi sana, aku lagi nggak pengen main basket." sahut Cakra.
Ian yang merasa aneh dengan Cakra hanya mengerutkan dahi. Tak biasanya Cakra menolak olahraga kesukaannya itu.
Lalu Ian pun seakan mengerti apa yang membuat Cakra bersikap seperti itu. Ian melirik ke arah Embun. "Oh jadi itu alasan mu kenapa tiba-tiba nggak bergairah mau main basket?" sindir Ian.
"Ck... udah pergi sana, ganggu tau nggak." Cakra berdecih.
"Dasar!" Ian menggelengkan kepala sembari berlalu dari hadapan Cakra.
"Mau ngapain sih duduk di situ?" tanya Embun, merasa tak nyaman dengan kehadiran Cakra.
"Jadi kapan kau ada waktu untuk membentuk kelompok belajar dengan ku?" tanya Cakra. "Kalau sepulang sekolah, bisa?" sambungnya.
"Waktu luang ku cuma pas jam istirahat aja, kau mau?" Embun memberi saran.
"Kapan pun itu, aku nggak masalah." jawab Cakra cepat.
"Oke." gadis itu menyetujui.
"Kalau kita mulai sekarang aja gimana?"
"Kau lihat kan, aku lagi apa?!"
"Aku nggak masalah kok, kalo harus menunggu sampe kau selesai." Cakra terlihat sumringah.
Begitu asyiknya Cakra berbincang dengan Embun, hingga ia tak menyadari jika banyak mata yang menyorot ke arah mereka.
"Hm, besok aja ya kita belajar kelompoknya." ujar Embun tiba-tiba.
"Kenapa?" tanya Cakra kecewa.
"Aku ngerasa nggak nyaman kalo kita jadi bahan perbincangan kayak gini." ternyata Embun menyadari jika teman sekelasnya saling berbisik melihat Cakra terlihat akrab dengannya.
Cakra menyunggingkan senyum tipis. "Yaudah, lagian aku juga nggak mungkin memaksa mu." Cakra pun akhirnya bangkit dari duduknya dan meninggalkan Embun.
...~~~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments