Dalam Dekapan Cakrawala

Dalam Dekapan Cakrawala

Bab 1

Embun menyeka air matanya sebelum berangkat ke sekolah. Betapa ucapan Ratna, sang Ibu begitu menusuk ke hatinya. Walau itu bukan pertama kali bagi Embun mendapat umpatan dan makian dari Ibunya, namun tetap saja umpatan itu selalu saja berhasil menambah lubang di hati Embun.

Dengan menahan rasa lapar, Embun berjalan kaki menuju sekolahnya yang memakan waktu hampir setengah jam. Kakinya melemas, tubuhnya gemetar karna belum menerima asupan makanan sejak semalam sore.

Kini pandangan Embun mulai berkunang-kunang. Ia hampir terjatuh. Untungnya Salma melihat dan langsung memanggil sahabatnya itu. Salma lalu menyuruh Embun masuk ke dalam mobilnya. Menyadari wajah Embun yang pucat, bahkan terdengar suara perutnya yang keroncongan, Salma pun dengan cepat mengeluarkan sepotong roti dari dalam tasnya dan memberikannya untuk Embun.

"Kau belum sarapan kan?"

Embun mengangguk pelan, dengan malu-malu ia mengambil roti dari tangan Salma. Lalu ia mulai menyantap roti berisi selai coklat itu.

"Kau di marahi ibu mu lagi?!" tanya Salma dengan iba.

Embun kembali mengangguk sembari mengunyah makanannya.

"Kali ini apa lagi yang membuat ibu mu marah?" Salma begitu ingin tau.

Sebelum menceritakan kepada Salma, Embun pun menghabiskan rotinya terlebih dahulu. Lalu ia menenggak air mineral dari Salma tanpa jeda, hingga air mineral itu habis tak tersisa. Salma hanya bisa memaklumi sahabatnya itu.

"Kau tau Sal, gara-gara semalam aku mengerjakan tugas kelompok di rumah mu dan aku pulang kesorean, ibu ku langsung memarahi ku tanpa mendengar penjelasan ku terlebih dulu. Bahkan ibu ku dengan teganya mengatakan, aku ini adalah perempuan jalang yang tak tau waktu, yang bisanya hanya menghabiskan uang mereka." jelas Embun dengan tatapan nanar.

"Setelah memaki dan mengumpat ku, ibu ku juga melarang ku untuk makan malam bersama mereka, karna katanya tak ada jatah makan malam bagi anak yang tak punya aturan seperti ku" sambung Embun lagi.

Salma mengigit bibir bawahnya, betapa hatinya terenyuh mendengar cerita sahabatnya itu. Ia lalu mengelus punggung Embun dengan lembut. "Sabar ya Embun, aku yakin kau bisa menghadapi semua itu."ujarnya menenangkan.

Embun pun tersenyum, walau kata-kata Salma sama sekali tak bisa mengobati luka di hatinya, namun dia merasa beruntung bisa memiliki sahabat sebaik Salma.

...~~~...

Embun Bayuni. Gadis berusia 17 tahun, berparas manis dengan kedua lesung pipi yang menjadi daya tariknya ketika ia berbicara ataupun tersenyum. Tak hanya itu, dia juga seorang gadis berprestasi karna kecerdasaan yang di milikinya.

Embun sering mengikuti olimpiade di sekolahnya, dan tak jarang ia memenangkan olimpiade itu dengan memborong piala penghargaan dan juga beberapa sertifikat. Namanya pun terkenal di kalangan para guru.

Walau satu hal yang di sayangkan dari Embun, ia terlalu introvert untuk dijadikan sebagai idola sekolah. Padahal banyak lawan jenis yang tertarik dan menyukainya. Namun Embun yang tak suka terekspos, lebih memilih mengasingkan diri di saat jam istirahat sekolah. Hanya Salma lah satu-satu manusia di sekolah itu yang membuat Embun berani bersikap terbuka.

Karna begitu tertutupnya Embun kepada manusia lain selain Salma, ia sampai tak menyadari jika salah satu teman sekelasnya ada yang begitu sangat menyukainya. Dia lah Cakrawala, Cakrawala Kalingga. Wajah tampan dan tubuh jangkungnya membuatnya menjadi lelaki nomor satu idaman kaum hawa di sekolah.

Ketua osis, kapten basket, altet taekwondo, dan ahli berbahasa Inggris. Semua itu diborong oleh Cakrawala sekaligus. Berbeda dengan Embun yang berkepribadian introvert, Cakrawala justru memiliki kepribadian yang berbanding terbalik dengannya.

Sikap Cakrawala yang hangat dan pribadinya yang ekstrovert, membuatnya mudah bergaul dengan siapa pun.Bahkan semua orang berharap bisa berteman dengan Cakrawala yang juga merupakan seorang anak pengusaha.

Sudah sangat jelas sekali bias perbedaan antara kehidupan Embun dan Cakrawala. Namun di mata Cakra, nama panggilannya, ia dan Embun adalah sama. Sama-sama dua anak manusia yang sedang mengejar mimpi dan cita-cita terlepas dari latar belakang keluarga mereka.

...~~~...

Dengan serius Embun mencerna penjelasan dari guru Kimianya sembari mencatat beberapa rumus yang penting. Sedangkan Salma yang duduk di samping Embun, berusaha menahan kantuk dengan sesekali menyenderkan kepalanya di bahu sahabatnya itu.

Embun tak kesal, ia malah membiarkan Salma dengan pikirannya yang menerawang entah kemana, menikmati bahunya yang sedikit keras itu. Tubuh Embun memang terbilang ideal, namun kata Salma, tubuh Embun justru terlalu kurus untuk seusianya.

Bersamaan dengan itu, Cakra yang sama tak fokusnya dengan Salma, sesekali menoleh ke arah meja tempat Embun dan Salma yang berada di sudut paling belakang sisi kirinya. Senyum Cakra terulas tipis melihat wajah Embun yang tampak begitu serius.

"Coba kamu kerjakan soal no. 2, Cakra." ujar Pak Doni, guru Kimia sekaligus om Cakara sendiri.

Cakra tersentak kaget, dan langsung berdiri ke depan kelas. Ia mengambil spidol hitam dengan ragu. Walau Cakra ahli dalam beberapa bidang, namun ia juga memiliki kelemahan.

Salah satunya adalah berhitung. Ia begitu benci dengan mata pelajaran yang menyuruhnya untuk memeras otak. Cakra bahkan mengutuk di dalam hati orang yang telah menciptakan pelajaran-pelajaran itu.

"Bisa?!" tanya Pak Doni.

Cakra menyeringai sembari menggeleng. Seisi kelas pun heboh seketika, bukan karna menertawai ketidakbisaan Cakra, melainkan mereka berebut ingin membantu Cakra menyelesaikan soal itu.

"Jangan buat aku malu, bisa nggak om?" bisik Cakra pelan.

Namun pak Doni tak menggubris. Bagi pria itu, di luar sekolah Cakra memanglah keponakannya. Tetapi saat di lingkungan sekolah, Cakra itu setara dengan siswa lain yang di ajarnya.

"Embun, bantu Cakra mengerjakan soal ini." pintah Pak Doni.

Wajah Cakra berubah sumringah. Omnya itu seakan tau keinginan hati kecilnya. Embun pun maju ke depan kelas. Dengan yakin ia menyelesaikan soal yang di buat oleh pak Doni.

"Sudah pak." ujar Embun yang dengan cepat menyelesaikan soal itu.

Pak Doni langsung memeriksa hasil jawaban Embun. "Ya, benar. Kamu boleh duduk" ucap pak Doni.

Embun lalu kembali ke tempat duduknya, di ikuti oleh Cakra.

"Cakra!" panggil pak Doni.

"Kenapa pak?!" sahut Cakra santai.

"Yang saya suruh duduk itu Embun, bukan Kamu."ujar pak Doni lagi.

"Kasian Cakra tau pak, dia kan juga udah berusaha." celetuk salah satu siswi di kelas itu.

"Iya bener, pak.." sambung siswi lain yang saling bersautan.

"Diam!!" bentak pak Doni, membuat ruang kelas hening seketika.

"Mulai nanti, buat kelompok belajar mu dengan Embun.Saya tidak mau tau, minggu depan saat saya suruh kamu mengerjakan soal lagi, kamu harus bisa menyelesaikannya." tegas pak Doni.

Bukannya kesal, Cakra malah dengan lantang menimpali ucapan pak Doni. "Siap pak. Dengan senang hati saya mengikuti arahan dari bapak" ucapnya.

Embun yang mendengar itu hanya berdecak. Betapa malasnya ia mengajari Cakra yang super aktif itu.

...~~~...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!