"Diana ini bukan adik gue, melainkan istri gue. Kami sudah sah menikah secara hukum."
Terang-terangan Nico meraih tangan Diana dan mengecupnya. Tak sungkan lagi menunjukkan kemesraan di depan semua orang. Ternyata menjalani hubungan dengan sepenuh hati membuatnya merasa lega dan nyaman.
"Duh, gagal deh. Padahal niat hati gue ngajak lo kesini dalam rangka pengen ngedeketin adek Cantik Diana." Danu tampak menggerutu.
"Emang lo doang? gue juga kena prank." Kini giliran Dimas yang angkat bicara. Dokter muda itu melempar candaan kepada Nico.
"Nico sorry ya soal ucapan gue tempo hari, Gue gak niat godain istri lo kok. lagian melihat kalian dekat begini ikut seneng." Kini Dimas mengakui bahwa perbuatannya saat itu murni hanya untuk mendekatkan Nico dan Diana.
"Ya, gue maafin tapi sampai lo berani merayu istri gue lagi bakalan habis lo." Nico masih saja tak terima jika teringat ucapan Dimas. dia pun langsung merangkul tubuh Diana dengan posesif.
Diana yang sejak tadi menjadi bahan pembicaraan juga pusat perhatian hanya bisa tersenyum kikuk. Apalagi dia belum sepenuhnya kenal dengan teman-teman Nico.
Obrolan pun terus berlanjut dengan tema bahasan yang masih sama, seputar pernikahan Nico dan Diana. Teman-teman Nico memang cukup menyenangkan hanya saja mereka lebih banyak meledek daripada mendukung Nico. Tampak sekali dari wajahnya jika Nico sebetulnya kurang nyaman berada di sana.
"Jadi kesimpulannya lo sebenernya nikah karena orang tua lo khawatir kalau anaknya anggak laku-laku. Jaman sekarang masih saja ada perjodohan." celetukan Devan, salah satu teman Nico itu sukses membuat Nico semakin kesal.
"Terus apa salahnya kalau kita nikah karena perjodohan? toh gue sama istri gue baik-baik aja, iya kan sayang?" Nico mengalihkan pandangannya pada Diana. Mencoba membuat istrinya tak terusik dengan kata-kata busuk temannya.
"Hmm.. tapi hati-hati aja. Namanya daun muda biasanya suka labil dan coba-coba. Apalagi kalau cantik begini, siap-siap aja kudu sabar." penuturan terakhir Devan kali ini sukses memancing amarah Nico.
Bagaimana tidak, secara terang-terangan pria itu merendahkan Diana, suami mana yang tak murka saat istrinya dikatakan tidak baik.
"Lo ngomong apa? bisa nggak sebelum bicara lo ngaca dulu siapa lo." Nico langsung berdiri dari tempat duduknya lalu menatap Devan dengan nyalang.
"Eh.. bro.. udah bro.." beberapa teman mulai melerai keduanya.
"Bener kan apa gue bilang, cewek-cewek cantik modelan istri lo disini juga banyak, malahan bisa langsung dibawa pulang dua." Devan masih mengejek.
"Sebelum ngebacot mending lo ngaca. Gak semua wanita seperti apa yang lo pikirin. Ya kali kumpulan lo sama cabe-cabean mulu jadi terkontaminasi." tak biasanya Nico mengeluarkan kata-kata pedas. Namun kali ini dia benar-benar sudah muak.
Tak peduli lagi dengan ocehan Devan yang masih berusaha mencelanya kini Nico langsung meraih tangan Diana dan membawanya pergi. Sebelum itu dia mengeluarkan kartu debitnya dan membayar semua tagihan teman-temannya. Sekali lagi Nico tak sudi jika harga dirinya semakin di injak-injak.
Diana sendiri hanya bisa pasrah dengan kemauan suaminya. Dia kini paham kenapa kedua orang tua dan kakaknya sering menasihati perihal memilih teman.
Yang kelihatannya hidupnya selalu terjamin dan tak kurang apapun nyatanya tak jadi jaminan memiliki teman-teman yang baik. Kebanyakan dari mereka hanya datang untuk mencari keuntungan saja. MIris, namun itulah kenyataannya.
"Kak.. " Diana sendiri bingung harus berbuat apa. Dia melihat suaminya yang masih terbakar emosi tampak memukul setir mobilnya berkali-kali.
"Maafkan aku Diana, aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Mereka jahat dan menyebalkan." Nico masih geram.
"Aku nggak apa-apa.. " Diana mencoba mengelus lengan Nico. Berharap bisa meredam amarahnya.
"Kamu mungkin bisa nggak apa-apa. Tapi aku yang gak terima. Awas saja sampai berani menyentuh kamu, aku pastikan mereka nggak akan aman. Terutama si busuk Devan." ujar Nico dengan kemelut emosi.
Dengan sorot tajamnya Nico menatap Diana. Sebenarnya dia tak bermaksud memarahi Diana tapi caranya melampiaskan kemarahan itu membuat Diana semakin takut.
Perlahan Diana melepas tangannya dari lengan Nico. Percuma saja sepertinya tak mudah meredam amarah pria itu, atau memang Diana yang belum tahu bagaimana saja caranya.
Mobil melesat dengan cepat kembali menuju kembali ke apartemen mereka. Kemelut emosi masih tampak di wajah Nico namun tak sebesar tadi. Akhirnya Diana kembali memberanikan diri meraih tangan Nico dan menggenggam jemarinya.
Hangat sentuhan gadis itu ternyata cukup ampuh meredakan amarahnya. Nico pun mulai menikmati kedekatannya. Nico melirik istrinya yang tampak bersemu merah wajahnya. Dia tahu bahwa Diana tengah malu.
Selama berada dalam lift Diana tamppak Diam dan menunduk. Nico pun juga tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hingga akhirnya mereka sampai pada unit apartemen yang berada di lantai dua puluh itu.
Nico merebahkan tubuhnya pada sofa dan memijat panagkal hidungnya. Diana langsung mengambil segelas air putih dan memberikannya kepada Nico.
"Sekarang aku mengerti kenapa kakak saat itu tidak mengakuiku. Jika saja sejak awal aku tahu bagaimana mereka maka akau tak akan sedih dan kecewa. Justru melihat kak Nico begini membuatku sedih." Diana duduk di samping Nico dan menatapnya iba.
"Apa semua teman-teman kakak seperti itu? lalu kenapa kakak masih mau berteman dengan mereka?" tanya Diana kembali.
"Ya tidak semua begitu, sebenarnya kakak juga nggak terlalu akrab banget. Hanya berusaha nimbrung biar nggak dikira sombong karena rata-rata mereka anak-anak dari kolega bisnis Papa." ujar Nico.
"Hanya satu yang paling bisa ngerti kakak yaitu Dion." Membahas Dion rasanya membuat Nico kembali sedih pasalnya sahabatnya itu masih terbaring koma di rumah sakit.
"Andai Dion sekarang sadar maka dia akan jadi teman kakak yang paling bahagia menyambut kamu. Dia juga yang sudah menasehati kakak supaya menerima perjodohan ini." Nico sudah bisa tersenyum lagi saat membicarakan tentang Dion. Namun dibalik senyum itu dia sedang merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang dialami oleh sahabatnya.
"Yaudah, kalau kakak nggak punya banyak teman baik aku mau kok temani kakak." celetuk Diana berusaha menghibur Nico.
"Temani apa dulu nih?" tanay Nico.
"Apa aja, kakak maunya aku jadi teman apa?" Diana mengulas senyum lebar.
"Kalau teman tidur gimana?" Nico pun menyunggingkan senyum menggoda. Masih berusaha memancing istrinya.
"Yaudah Ayo.." Diana langsung bangkit sambil mengulurkan tangannya.
"Beneran?" Nico langsung menyengir lebar.
"Beneran, mau di kamar aku apa di kamar kakak?" tanya Diana selanjutnya.
"Di kamar kamu aja deh, kamar kakak masih berantakan." ujar Nico.
Nico langsung bergegas menuju kamar Diana. Dia sudah tidak sabar meminta jatahnya malam ini.
Hingga setengah jam berlalu Diana masih berada di dalam kamar mandi. Sebenarnya Nico sudah begitu ingin menyentuh istrinya itu.
Selama ini dia hanya memainkan tubuh atas istrinya saja. Dia begitu penasaran dengan indahnya tubuh istrinya secara menyeluruh.
Hingga tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka menampilkan sosok gadis cantik yang tengah mengenakan piyama lengan panjang.
"Maaf ya lama. " ujar Diana menyusul Nico di atas kasur.
"Nggak apa-apa. Sini sayang." Mico melebarkan tangannya agar bisa memeluk Diana.
Diana pun langsung mengambil posisi di samping Nico. Merebahkan tubuhnya lalu memejamkan kedua netranya.
"Loh, kok malah tidur sih?" protes Nico.
"Kan katanya kakak maunya jadi teman tidur." Jawa Diana entengnya.
"Astaga... polosnya istriku..." Nico hanya bis menepuk jidatnya sendiri.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Dia Amalia
nasibmu lh bg nico jgn kasi kode² langsung aja kepokok permasalahan nya aja🤣😂🤭
kalau ang mau MP 🤣😂🤣
2024-01-13
0
Rita Novrita
🤣🤣🤣🤣🤣teman tidur...
2023-12-23
0
𝘛𝘳𝘪𝘚
tidur Nico tidur doank,,, /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2023-12-08
0