Dengan senjata terarah pada kelima anak itu, aku bertanya, "Bagaimana kalian begitu berani melakukan tindakan kriminal seperti ini?" Tidak ada jawaban dari kelimanya. Mereka terus waspada seakan sedang merencanakan sesuatu.
"Tebakanku, kalian adalah para anak manja yang berpikir bisa melakukan apapun karena finansial orang tua kalian begitu mumpuni."
Mereka semua saling melirik, seperti rencana sudah disusun dan siap dilaksanakan. Bayangan hitam bergerak memasuki area yang tidak disinari lampu. Dengan kemampuan sihir salah satu anak, dia mencoba menyerang menggunakan kegelapan.
"Sangat mudah ditebak," gumamku yang tidak bergerak sedikitpun dari tempatku berdiri, meskipun di belakangku seekor monster terbuat dari kegelapan hendak menyerangku.
Dor!
Satu tembakan meletus, seketika monster di belakangku berhenti bergerak.
"Gyaaaaa!"
Teriakan pecah dari salah satu pemuda yang aku jadikan sasaran. Pemuda itu jatuh dengan luka tembak di kakinya, begitu pula dengan monster kegelapan yang seketika pudar.
"Kau, kau menembak?" ucap pemuda yang terlihat paling dewasa di antara teman-teman. Mungkin usia kami tidak terpaut jauh, tetapi tetap saja dia lebih muda dariku.
"Kenapa kau begitu terkejut?" tanyaku heran. "Kau pikir aku tidak akan berani membunuh manusia?" Senyumku melebar penuh intimidasi.
Pemuda itu terdiam, wajahnya terlihat penuh kekhawatiran, sangat berbeda dengan wajah yang sebelumnya dia tunjukkan saat melihat teman-teman melakukan penganiayaan terhadap gadis kasir.
"Dasar binatang hina!"
Teriakan penuh makian datang dari satu-satunya gadis dalam kelompok anak nakal. Dia terlihat begitu marah saat melihat pemuda yang aku tembak menderita luka parah.
Melihat dari betapa perhatiannya dia, aku berpikir mereka adalah sepasang kekasih.
"Tidak bisa dimaafkan!" Aura panas terasa begitu membakar ketika gadis itu berteriak, seakan kemarahannya yang meluap berubah menjadi kobaran api.
Keningku mengkerut melihat sesuatu yang tidak biasa di depanku. "Arkanis," gumamku. Arkanis adalah sebutan bagi orang-orang yang terlahir dengan berkat sihir. Seperti gadis pemarah di depanku, melihat dari aura panas yang dia perlihatkan, dengan mudah aku menyimpulkan dia diberkati dengan elemen sihir.
"API!" Bola api besar muncul dari telapak tangan gadis itu yang kemudian hendak dia lemparkan ke arahku.
"Sungguhan? Kau melempar sihir seperti itu di tempat tertutup seperti ini? Apa kau berniat membunuh semua temanmu?" tanyaku.
"Diam! Matilah menjadi arang!" dia benar-benar melempar sihir apinya ke arahku.
Melihat pada kepadatan dan diameter bola api, aku dapat meyakinkan bahwa serangan itu akan meledak jika menabrak sesuatu. Dengan cepat aku mengambil satu botol minum bersoda dari keranjang belanja milikku, lalu melemparnya ke bola api.
Ledakan besar terjadi, kabut tebal tercipta dari ledakan itu. Meskipun tidak sampai terjadi kebakaran, tetapi kerusakan yang dihasilkan dari dampak ledakan membuat seluruh minimarket menjadi sangat berantakan.
" Kalian memang anak-anak yang bermasalah."
Kabut masih begitu tebal hingga aku tidak dapat melihat keadaan sekitarku. Ini akan menjadi keadaan yang sangat berbahaya karena aku tidak bisa melihat serangan yang akan datang.
"Lebih baik kalian kabur saja," ucapku yang sadar jika mereka masih berniat bermain denganku.
Suara tembakan kembali terdengar, bukan berasal dari senapan di tanganku. "Bagaimana anak-anak seperti kalian memiliki begitu banyak senjata?" kataku sambil menghindari peluru.
"Sebelah sana!" kata seorang pemuda.
"Ups," sepertinya aku telah membuat sebuah kesalahan.
Mereka juga tidak bisa melihat keberadaanku karena terhalang oleh kabut. Namun akhirnya mereka mengetahui lokasi keberadaanku dari suara yang aku ucapkan.
Dalam sekejap, hujan peluru mengarah ke tempat aku berada. "Mati, mati matiiiiii!” gadis itu menembak dengan emosi yang meledak-ledak, mereka terus menembak hingga kehabisan peluru.
“Hemp, dasar amatir," ucapku sambil melihat anak-anak itu dari plafon.
Pemuda paling dewasa menyadari keberadaanku, dua orang segera mengarahkan senjatanya ke arahku, tetapi ketika ingin menembak, senjata mereka justru kehabisan peluru.
Melihat kesempatan itu, aku segera turun langsung, menodongkan senjataku sambil mendekat, ketakutan mulai terlihat jelas di wajah mereka.
"Kau, kau sungguh akan melakukan ini!" ucap pemuda paling dewasa.
"Tentu tidak," balasku sambil melempar senjata itu ke samping, tindakan itu jelas membuat mereka kebingungan.
"Dasar bodoh!" pemuda dengan tongkat besi hendak menyerang.
"Ronni, tunggu!" pemuda paling dewasa hendak menghentikan temannya, tetapi pergerakanku begitu cepat hingga dalam sekejap aku berada di depannya dengan tongkat besi yang diayunkan.
"Mati!"
Tongkat besi melayang ke arahku, dengan mudah aku menghindarinya lalu memberikan pukulan balasan ke perutnya.
"Serangan yang lamban seperti ini, bagaimana mungkin kau berharap bisa mengenai aku, ketika aku bahkan bisa melihat peluru yang melaju begitu cepat seperti seekor lalat terbang?"
"Bgueeek!" pemuda bernama Ronni terdiam dengan kaki gemetar, matanya terbuka lebar dengan darah yang mulai keluar dari mulutnya. Dia mematung beberapa saat hingga tongkat di tangannya terjatuh diikuti oleh tubuhnya.
"Ronni!" pemuda paling dewasa berteriak histeris melihat keadaan temannya.
"Jangan lebay, dia tidak mati," ucapku yang kembali mendekati mereka.
Hanya ada tiga anak yang tersisa, mereka bersiap untuk memulai pertarungan denganku. "Ahahaha, ini jauh lebih menyenangkan," aku tidak tahu mengapa mengatakan sesuatu seperti itu, seakan aku ini adalah seorang maniak pertarungan.
Pertarungan tiga lawan satu diawali dengan tembakan sihir dari gadis pemarah. Dengan mudah aku menghindari tembakan sihir itu, tetapi serangan tombak dari pemuda paling dewasa segera datang mengarah ke kepalaku.
"Knight charge!"
Serangan yang dialiri energi sihir membuatnya semakin kuat dan cepat, sehingga tidak mungkin bisa aku hindari. Senyuman merekah di bibir pemuda itu ketika dia berpikir serangannya akan melubangi kepalaku.
Prok!
Namun aku hanya dengan kedua telapak tanganku, aku dapat menangkap ujung tombak pemuda itu. Seperti biasanya, senyuman mereka selalu menghilang saat melihat keadaan telah berbalik.
"Monster," ucapnya saat menyadari betapa tidak bergunanya serangannya. Tanpa mengatakan apapun, aku segera menghajar wajahnya hingga dia terlempar ke belakang.
Sekarang hanya tersisa dua anak, mereka terlihat kebingungan apakah akan kabur atau tetap bertarung. Pada akhirnya, keangkuhan mereka mengantarkan keduanya pada rasa sakit.
"Binatang... menjijikkan sepertimu...." meskipun telah kalah, gadis itu tetap bersikap begitu arogan.
"Aku sangat penasaran mengapa kalian begitu membenci para mutan. Kupikir para Arkanis memiliki hubungan baik dengan kami."
"Ahaha, omong kosong apa yang kau bicarakan? Kau pikir makhluk sempurna seperti kami mau berteman dengan binatang rendah yang bahkan lebih menjijikkan dari manusia seperti kalian!"
Aku terdiam mendengar perkataan gadis itu. Perasaanku tidak enak saat mendengar kata-kata itu, seakan aku pernah mendengarnya sebelumnya.
Tatapanku semakin dingin, wajah tanpa ekspresi, aku berusaha menahan emosiku. Raut wajah penuh amarah dan ketidaktakutan yang sebelumnya diperlihatkan oleh gadis itu seketika lenyap, tubuhnya bergetar seperti itik yang baru kehujanan.
"Aku pernah mendengar pemikiran seperti itu sebelumnya. Itu adalah pemikiran dari orang-orang ekstrim yang membuat banyak masalah, ibuku menghilang karena ulah mereka."
Suara sirine terdengar dari luar, tetapi aku tidak peduli dengan keributan yang terjadi. Aku masih menatap gadis itu dengan penuh perhatian.
"Apa kau salah satu dari mereka?" tanyaku. Dengan ketakutan, dia segera menggelengkan kepala.
Tidak lama kemudian, satuan polisi khusus masuk ke dalam minimarket yang telah hancur, mereka segera mengamankan kelima anak nakal yang telah aku lumpuhkan dan memberikan perawatan pada gadis kasir.
Sementara itu, aku...
Mereka menahanku.
"Aku harap ini tidak berlangsung lama," pintaku yang saat ini tengah ditahan di dalam sel khusus.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Adrian Syifa
next cpeter
2023-12-05
2