Sepasang mata hitam itu menatap Viona dengan tajam. Tatapan yang membuat jantung Viona berdebar kencang, melemahkan kedua kakinya yang seakan-akan goyah, menjadi lemah tak berdaya.
Viona menekan buku-buku jarinya untuk menguatkan diri. Sudah berhari-hari ia berlatih untuk bisa berhadapan langsung dengan pemuda di depannya.
Pemuda tampan dengan pesona yang memporak-porandakan kewarasan Viona. Pemuda yang selalu menjadi idola dari para guru namun bukan karena prestasinya. Pemuda itu terkenal sebagai biang kerok di sekolah. Pemuda bandel yang setiap hari selalu mendapat berbagai macam hukuman demi mendisiplinkan diri.
Varun Sutopo, biasa dipanggil Sutopo, adalah sosok pemuda tampan bergaya slebor dan selalu bersikap serampangan, membuat Viona sangat tergila-gila pada pria itu.
Viona sudah memantapkan hati untuk kembali menyatakan perasaan meski seminggu yang lalu pemuda itu sudah menolaknya untuk yang kesekian kali.
"Sutopo, a-aku sungguh suka padamu! Meski kau menolakku, aku tetap menyukaimu. Tidak, aku justru makin menyukaimu!"
Alis pemuda itu terangkat sebelah, terdengar helaan napasnya yang berat.
"Harus berapa kali kukatakan padamu? Maaf, aku tidak tertarik padamu! Jadi, berhentilah menyukaiku!"
Viona menatap mata pemuda itu berkilat-kilat penuh kemarahan.
"Kau ini sungguh menggelikan dan sangat menyedihkan sekali sebagai seorang perempuan!"
Kata-kata pemuda itu begitu tajam, menusuk dan memberikan efek sakit tak berdarah. Namun semua rasa sakit yang ditimbulkan oleh kata-kata pemuda itu, seketika sirna tatkala sebuah senyum tersungging di sudut bibirnya.
"Aku tahu, memang tidak ada pemuda lain yang setampan aku, dan jangan salahkan aku juga kalau kau begitu tergila-gila padaku!"
"Salahkanlah dirimu sendiri karena kau yang begitu tergila-gila!"
Viona berusaha untuk menahan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata. Lagi-lagi ia harus menerima penolakan seperti ini.
Mengapa aku terus menyukainya padahal dia tak pernah menyukaiku?
"Berhentilah mengemis cinta padaku, karena aku tidak akan pernah mungkin mencintaimu!"
"Hei! Viona!"
Suara itu membuyarkan lamunan Viona. Viona terkesiap saat semua mata tertuju padanya.
Di depan pak penghulu dan para saksi, di tengah prosesi akad nikahnya, Viona malah terhanyut dalam lamunannya.
"Tanda tangan di sini!" perintah Pak Penghulu.
Viona yang masih mengumpulkan kesadarannya berusaha untuk membubuhkan tanda tangan di atas dokumen pernikahan.
"Sekarang kalian sudah sah sebagai pasangan suami istri. Semoga langgeng untuk kalian berdua."
Usai bersalaman dengan pak penghulu, Viona dan Arun bergegas meninggalkan ruang akad nikah di KUA tersebut lantaran ada pasangan lain yang sudah menunggu untuk jadwal mereka. Pasangan itu terlihat memakai busana pengantin lengkap dan didampingi keluarga. Keduanya terlihat begitu bahagia.
Sementara Viona, ia bahkan hanya memakai kemeja lengan panjang dan celana jeans, tanpa didampingi keluarga dan sama sekali tidak terlihat bahagia.
Yah, bagaimana bisa bahagia? Pria yang menikahinya adalah pria yang paling dibenci selama hidupnya.
"Aku masih ada urusan. Nanti akan meneleponmu," kata Arun.
Viona tidak menyahut, ia segera bergegas pergi tanpa perlu berpamitan.
...*****...
"Aduh, Vio! Sepertinya kita memang harus membuka lowongan untuk tutor bahasa inggris!"
Mata Viona masih mengikuti bosnya yang mondar-mandir di depan meja kerjanya persis setrikaan. Sudah lebih dari sepuluh menit Mas Gede melakukan itu tanpa henti, mengulang kata-kata yang sama setiap waktu.
"Aku tidak bisa mengambil semua kelas sendiri! Aku sudah overload! Overload!"
Viona mengerutkan alisnya melihat Mas Gede yang kembali bermonolog bak aktor dalam sinetron di televisi.
"Vio, apa kau tidak punya teman yang bersedia menjadi tutor free?" tanya Mas Gede.
"Freelance ada, tapi tidak mungkin free," jawab Viona singkat.
"Oh No! Ini benar-benar gawat! Oh Alan! When will you come back?"
"Kenapa tanya ke saya? Kenapa tidak langsung tanya ke Mas Alan?" Viona balik bertanya.
"Aduh Vio! Mana mungkin aku bisa bertanya pada Alan di saat Alan sedang sibuk dengan urusan pribadinya. Bagaimana jika ternyata Alan sedang sibuk-sibuknya mengurus pernikahan?"
"A-apa?! Mas Alan menikah?!" Viona terperanjat. "Serius Mas Alan menikah, Mas Gede?"
Mas Gede menutup mata dan telinganya, suara Viona seakan mengguncang kewarasannya.
"Vio, Suaramu bahkan bisa membangunkan orang mati!" keluh Mas Gede.
"Ma-maaf, Mas. Aku hanya terlalu terkejut dan tidak menyangka bahwa Mas Alan akan menikah."
Kekecewaan terdenger jelas dari suara Viona.
"Hmm, kenapa kau kecewa begitu? Kau naksir ya sama Alan?" tanya Mas Gede.
Viona tidak bisa berkata-kata.
"Hei, lebih baik kau jangan coba-coba naksir Alan! Jaga-jagalah perasaanmu! Daripada kau kecewa berat!"
Mas Gede menyeringai melihat Viona yang hanya bisa terdiam.
"Yah, sejak aku mengenalnya, dari dulu sudah banyak gadis yang menyukainya. Namun dia selalu menolak semua gadis itu," lanjut Mas Gede.
Ekspresi Viona semakin murung dan itu membuat Mas Gede malah makin ingin mengerjai anak buahnya yang memang terlihat sekali menyukai temannya itu.
"Semua gadis ditolak bukan karena Alan itu belok! Dia laki-laki yang lurus kok!" tambah Mas Gede.
"Lalu, kenapa dia menolak semua gadis itu, Mas?" tanya Viona. "Apa Mas Alan seorang playboy?"
"No! No! Alan itu laki-laki baik dan sopan! Dia bukan playboy, tidak pernah genit-genit ya! Dia itu orang yang serius dan sangat menjaga jarak!"
"Kenapa bisa begitu?" tanya Viona lagi.
"Yah, alasan klise orang-orang kaya! Dia sudah punya jodoh yang disiapkan oleh keluarganya," sahut Mas Gede.
"Eh! Lho! Kita kok malah membicarakan Alan! Stop! Stop!" keluh Mas Gede.
Viona kembali memasang ekspresi menelan kekecewaan.
"Vio, karena kau karyawanku yang sangat berharga, aku minta padamu dengan sangat dan demi kebaikanmu, jangan pernah menyukai Alan," Mas Gede menekankan dengan sangat setiap kata yang diucapkannya.
"Atau kau akan sangat terluka seperti para gadis yang pernah kuketahui," lanjut Mas Gede.
Viona menyeringai, kenapa Mas Gede tidak memperingatkannya sejak lama atau sebelum Viona mengutarakan perasaannya?
...*****...
"Ya halo," Viona menjawab teleponnya yang berdering.
Viona segera menemui Memel yang sudah menunggunya di sebuah minimarket, lokasinya tak jauh dari tempat kerja Viona.
"Vio! Vio!"
Memel langsung menarik tangan Viona, menjatuhkan Viona ke atas kursi.
"Ini kau dan Sutopo kan?!"
Memel menunjukkan video yang diputar di gawai cerdasnya.
Viona menghela napas berat sambil memejamkan matanya.
"Vio!" rengek Memel.
Ugh sial! Kenapa video itu masih tetap bergentayangan di alam semesta?
"Vio, sebenarnya apa yang sudah terjadi antara kau dan Sutopo?" tanya Memel.
"Itu hanya salah paham saja!"
"Salah paham?"
"Ya, dan masalah itu sudah selesai!" jawab Viona dengan mantap.
Masalah itu selesai dengan menikahi pria itu, batin Viona dengan penuh kegusaran yang disembunyikannya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments