"Pak Hadian, kenapa kakekku sampai datang kemari? Bukankah sudah kukatakan jangan sampai kakekku tahu?"
Arun berbisik ke arah Pak Hadian yang berada di sampingnya. Ia benar-benar harus menahan rasa kesalnya kepada pengacara keluarganya itu. Arun sendiri berencana meminta bantuan kepada Pak Hadian untuk menyelesaikan masalahnya ini tanpa perlu diketahui oleh sang kakek.
"Arun, tadi saya dan Pak Sutopo sedang berdiskusi bersama, tiba-tiba kau menelepon seperti itu," sahut Pak Hadian dengan suara yang rendah.
Arun mendelik gusar, terlebih saat sang kakek, Pak Sutopo, yang memiliki wajah garang dengan jenggot memutih selalu tertata rapi, begitupula dengan rambutnya sudah memutih sebagian.
Pria berusia tujuh puluhan itu berjalan tegap meski harus dibantu tongkat kayu jati mengilap dengan aksesori berupa batu akik berwarna biru gelap yang juga mengilap pada bagian pegangannya.
Arun terdiam melihat kakeknya yang mengetuk-ngetukkan tongkat itu ke lantai. Sebuah pertanda buruk yang sudah terekam dalam ingatannya. Saat masih kecil, jika kakeknya sudah mengetuk-ngetuk tongkat ke lantai, tongkat itu bisa melayang ke arahnya bahkan sebelum ia sempat mengerjapkan kelopak mata.
"Ka-kakek! A-aku, aku bisa jelaskan! Aku bisa jelaskan semuanya!" Arun segera bicara sebelum kakeknya melayangkan tongkat itu.
"Bicara yang jelas!" tuntut Pak Sutopo.
Viona tersentak kaget mendengar suara berat menggelegar. Aura pria tua itu sungguh mengintimidasi dan membuat semua orang benar-benar ketakutan, tak terkecuali cucunya yang tadinya terlihat santai kini menciut seperti tikus tercebur selokan.
Arun meneguk ludahnya, ia benar-benar harus berpikir cepat. Bagaimana cara menjelaskan semua ini kepada kakeknya?
Tertangkap basah lantaran diduga berbuat mesum bersama seorang wanita jelas telah mencoreng nama baik keluarganya.
Memberi penjelasan yang sebenarnya pun pasti tidak akan ada yang percaya jika sudah tertangkap basah seperti ini.
Meminta bukti bahwa dirinya sedang dijebak pasti akan sangat sulit jika pelaku yang menjebaknya ternyata malah menuduh balik Arun.
Ia harus cepat memikirkan sesuatu yang tentu saja akan menyelamatkan dirinya untuk saat ini.
"Ehem, Kakek, sebenarnya ini sungguh hanya kesalahpahaman saja," sahut Arun.
"Sudah salah, masih saja berkilah," cibir seorang polisi yang begitu julid.
"Salah?" tanya Pak Sutopo ke arah polisi julid. "Apa maksudnya?"
"Ya, cucu Anda itu salah! Berbuat mesum di tempat yang salah! Tapi masih saja berkilah!" sahut sang polisi semakin julid.
Viona mendelik gusar ke arah polisi julid berperut gendut yang pasti sengaja mencari masalah.
Apa yang dikatakan oleh Sutopo itu benar! Ini pasti cuma salah paham! Batin Viona.
"Untuk apa aku harus berbuat mesum kepada kekasihku sendiri? Toh, kami akan segera menikah!" sahut Arun dengan santainya.
Belum sempat Viona menyahut, tiba-tiba Arun langsung merangkul bahu Viona.
Arun bisa melihat semua orang terperangah mendengar pengakuannya. Pengakuan palsu yang memang harus diambil lantaran terdesak oleh keadaan.
"Su-Sutopo, a-apa maksudmu?" bisik Viona.
"Lebih baik kau diam jika kau memang mau selamat," balas Arun yang juga berbisik.
...*****...
Viona benar-benar merasa luar biasa tegang saat memasuki sebuah restoran tempat ia mendapat undangan makan siang mendadak dari kakeknya Sutopo.
Pria itu sungguh benar-benar telah menjerumuskan Viona ke dalam masalah yang sepertinya akan lebih besar lagi. Terlebih saat pria itu mengaku menjadi kekasih Viona dan mereka akan menikah.
Kenapa Arun sampai berbohong seperti itu? Dan mengapa kebohongannya sampai harus sejauh itu?
Viona segera duduk di kursi yang berada di samping Arun, berseberangan dengan Pak Sutopo yang duduk di hadapan mereka.
"Jadi, sudah berapa lama kalian berhubungan?" tanya Pak Sutopo.
Mata pria itu masih tajam meski wajahnya sudah dipenuhi garis-garis penuaan yang nyata. Pria tua itu menatap bergantian pada sejoli yang tiba-tiba secara mengejutkan mengumumkan pernikahan.
"Kakek, ini bukan masalah berapa lama kami berhubungan, toh, kami memang sudah serius," sahut Arun.
Viona benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukannya. Mengapa kebohongan pria ini makin menjadi-jadi? Mengapa ia tidak bisa jujur pada kakeknya?
"Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya Pak Sutopo lagi.
Viona menatap ke arah Arun yang masih memasang ekspresi santai meski terus berbohong.
"Secepatnya! Secepatnya, Kakek!" sahut Arun dengan cepat.
Viona mendelik gusar, kebohongan lain yang kembali terlontar. Begitulah, saat berbohong sekali, pasti akan memunculkan kebohongan-kebohongan lain.
"Apa kau sedang hamil?" tanya Pak Sutopo ke arah Viona. "Sudah berapa bulan?"
"Kakek, apa hamil menjadi alasan untuk menikah?" potong Arun.
"Huh! Memangnya apa alasan seseorang mendadak menikah kalau tidak hamil? Bukankah kau sendiri bahkan menolak untuk menikah saat kakek mengaturkan perjodohan untukmu?"
Pertanyaan Pak Sutopo begitu tajam, Viona hanya bisa melirik ke arah Arun yang masih tetap memasang ekspresi santai.
"Kakek, aku memang tidak mau dijodohkan! Aku sudah bilang akan menikah dengan wanita yang kupilih sendiri! Dan, inilah dia wanita yang kumaksud!"
Arun kembali merangkul bahu Viona lalu mengusap-usap kepala Viona. Viona merasa geli, ia terkekeh lalu mendorong pelan tangan pria itu.
"Hehe," Viona terkekeh.
Sudah cukup berbohongnya! Dasar laki-laki pembohong!
"Jadi, Kakek tidak punya alasan untuk menentang pernikahan kami karena inilah bentuk tanggung jawabku," sahut Arun lagi.
Pak Sutopo nampak tidak berucap lagi, alisnya berkerut-kerut seirama dengan kerutan di dahinya. Pria tua itu jelas menyembunyikan kemarahan. Kemarahan yang tak bisa ia luapkan lantaran tidak mungkin beliau memukuli cucunya di hadapan calon istri cucunya.
Pak Sutopo beranjak dari tempat duduk. Pria itu pun pergi tanpa mengatakan apa pun lagi bersama dua orang pengawal pribadi yang selalu berjaga di sisinya.
"Sutopo!"
Viona memukul pria di sampingnya dengan keras.
"Aduh!" Arun mengaduh sambil mengusap lengannya berkali-kali.
"Apa kau sudah gila? Kenapa kau berbohong seperti itu?! Kalau kau ini pinokio, hidungmu sekarang pasti sudah sepanjang garis khatulistiwa!" sembur Viona.
"Hei! Kau ini sungguh tidak tahu berterima kasih! Aku berbohong seperti ini demi kebaikan kita bersama!"
"Aku sudah meminta pengacara kakekku untuk membantu menyelesaikan masalah ini! Mulai dari permintaan untuk menurunkan semua berita yang sudah terlanjur viral di media sosial, hingga masalah hukum yang berlaku!" tukasnya.
"Dan sekarang yang harus kau lakukan adalah kau harus membantuku mewujudkan semua kebohonganku!"
"A-apa?!" Viona terperangah. "Kenapa aku harus membantumu?"
"Tentu saja harus! Kau kan juga terlibat dalam masalah ini, sehingga kau harus turut bertanggung jawab! Kau harus menikah denganku!"
"Ti-tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau menikah denganmu, Sutopo!" sergah Viona.
"Kau tidak punya pilihan untuk menolak! Atau kau memang lebih suka berita viral itu kembali mencuat di media sosial dan semua orang akhirnya tahu, bahwa kaulah orang mesum itu!" ujar pria itu dengan entengnya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments