Viona menarik napas lalu menghembuskan sekuat mungkin. Ia sudah berlatih di depan cermin, melatih senyumnya agar tidak terlihat kikuk di depan Mas Alan. Penolakan yang dialaminya jelas meninggalkan rasa tak nyaman jika nantinya mereka bertemu kembali. Rasa tak nyaman inilah yang harus bisa dikendalikannya. Ditolak pria idaman sudah menjadi hal yang wajar, siapa pun pasti pernah mengalami penolakan. Begitulah Viona memantrai dirinya, mantra penyemangat.
Mas Gede, bos Viona yang baru saja keluar dari ruang kerjanya langsung menghampiri Viona yang sudah kembali dari toilet.
Mas Gede adalah bos Viona yang berpenampilan nyentrik. Selera fashionnya terbilang unik dan nyentrik untuk ukuran pria. Maklum saja, Mas Gede adalah seorang designer yang banting setir menjadi pengusaha dan membuka lembaga kursus, mulai dari kursus menjahit hingga kursus bahasa inggris.
Pria bernama lengkap Gerald Demian itu langsung melotot sembari membuka kacamata hitam besar dengan bingkai merah cerah.
"Vio, kau mau pergi interview ya? Tumben rapi sekali!"
Mas Gede memindai penampilan Viona mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Viona bahkan memakai rok span panjang berwarna hitam dan sepatu pantofel berhak tiga sentimeter.
"Mas Gede, memangnya ada ya perusahaan yang membuka jadwal interview jam tujuh malam?" Viona balik bertanya.
"Terus, kau mau ke mana dengan penampilan macam pencari kerja begitu?" tanya Mas Gede.
Viona tidak menjawab, itu membuat Mas Gede menaikkan kacamatanya hingga ke kepala dan menjadikannya sebagai bando.
"Aku benar-benar akan marah, tidak, aku akan sangat marah kalau kau sampai pergi interview demi pekerjaan lain! Aku tahu, aku tidak bisa memberimu gaji yang tinggi karena bisnisku bukanlah bisnis yang besar dan saat ini masih dalam tahap perintisan! Tapi aku tidak punya pegawai tetap lain selain kau, Vio! Kau pasti sangat mengerti kan?!"
Mas Gede menggoyang-goyangkan tangannya, kemeja bermodel jala-jala berwarna merah cerah ikut bergoyang-goyang seiring dengan gerakan kakinya yang tertutup legging bermotif macan tutul.
"Mas Gede, aku tidak pergi wawancara kerja. Aku mau pergi kondangan," seloroh Viona.
"Hee? Kenapa kau pergi kondangan dengan penampilan macam orang mau pergi interview?" tanya Mas Gede penuh selidik.
Viona mendelik gusar, ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia tidak punya pakaian formal lain untuk pergi ke acara resepsi pernikahan di hotel berbintang lima. Ia tidak mungkin memakai gaun karena ia tidak pernah memiliki satu gaun pun selama hidupnya.
"Mas Gede, aku tidak mungkin memakai kaus dan celana jeans untuk pergi ke resepsi pernikahan kan?" Viona menyeringai getir.
"Aduh, Vio! Kau ini ya, kau itu sama sekali tidak tahu fashion? Atau bagaimana ya?"
Belum selesai Mas Gede berkomentar panjang lebar, terlihat Mas Alan yang menghampiri mereka.
"Ger," panggil Mas Alan.
"Oh, hai, Alan!" Mas Gede balas menyapa.
"Tumben datang hari ini? Bukankah sekarang bukan jadwalmu?" tanya Mas Gede.
Secara refleks, Viona menunduk, tak berani membuat kontak mata dengan Mas Alan. Padahal malam ini pria itu terlihat makin tampan dalam balutan kemeja putih berlapis jas hitam yang membuat punggung pria itu nampak tegap sempurna.
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Mas Alan.
"Bicara apa? Langsung katakan saja," jawab Mas Gede.
Viona berpura-pura sibuk berkutat di depan komputernya.
"Ger, aku minta padamu untuk saat ini aku mengajukan cuti mengajar," ucap Mas Alan.
"What? Kau mau cuti?" Mas Gede terbelalak. "Why? Why?"
Viona terperangah, ia yang tadinya berlagak sibuk langsung menjuruskan pandangannya ke arah Mas Alan.
"Urusan pribadi," jawab Mas Alan dengan tenang.
"Urusan pribadi? Oh No, Alan!" keluh Gede.
"Ger, bukankah kita sepakat bahwa aku bersedia membantumu hanya untuk mengisi waktu luangku?" ujar Mas Alan.
"Oh, I see, I see, sorry, dude!" sahut Mas Gede merasa bersalah.
"Terima kasih sudah mengerti," sahut Mas Alan.
"Berapa lama kau akan cuti?" tanya Mas Gede.
"Entahlah, yang pasti saat urusanku selesai, aku berjanji akan kembali," jawab Alan singkat.
Viona merasakan kegetiran yang makin merambati dadanya, rasa getir yang berangsur-angsur berubah menjadi rasa sesak.
"Baiklah, terima kasih dan aku tunggu kau kembali," Mas Gede menepuk-nepuk bahu Mas Alan.
"Terima kasih Ger," sahut Mas Alan.
Mas Gede kembali ke ruangannya, sementara Viona mengikuti Mas Alan yang melangkah keluar.
"Mas Alan, tunggu," Viona berusaha menghentikan langkah pria itu.
Pria itu menghentikan langkahnya, memutar tubuhnya dengan gerakan lambat yang membuat jantung Viona makin berdebar menggila. Aroma parfum pria itu mengusik dan membuat Viona merasa mabuk kepayang.
"Ada apa, Mbak Vio?" tanya Mas Alan.
"Mas Alan, apa..apa..," Viona berusaha untuk bicara.
Lidahnya terasa begitu kaku dan kelu.
"Apa Mas Alan cuti karena merasa tidak enak dengan apa yang pernah saya sampaikan pada Mas?" tanya Viona.
Pria itu mengamati Viona.
"Mas, saya sungguh minta maaf kalau Mas memang merasa terganggu dengan pengakuan perasaan saya, tapi..tapi harusnya tidak perlu menghindari saya kan?"
Viona merasakan matanya memanas. Ia benar-benar merasa menyesal karena sudah mengungkapkan perasaan pada pria pujaannya ini hingga sang pujaan hati justru menghindar.
"Mbak Vio, mohon maaf, tapi alasan saya mengambil cuti sungguh tidak ada hubungannya dengan Mbak Vio, jadi tolong jangan merasa bersalah seperti ini," kata Mas Alan.
Viona merasakan dadanya makin sesak, bergemuruh, kini berubah drastis menjadi rasa malu. Ingin rasanya Viona menenggelamkan kepalanya ke dalam selokan terdekat atau menyembunyikan dirinya ke tempat sampah besar.
Sungguh memalukan!
"Ma-maaf Mas Alan!" Viona membungkuk dalam.
"Baiklah, kalau begitu sampai bertemu lagi," Mas Alan berpamitan.
"I-Iya, sampai jumpa lagi Mas," sahut Viona.
Viona hanya bisa meratapi punggung tegap itu menjauh dari pandangannya. Kemudian menghilang ke dalam sebuah mobil mewah yang terparkir di seberang ruko tempat kursus.
"Vio!"
Mendengar seruan dari Mas Gede, Viona langsung bergegas menuju ke ruang kerja pria itu.
"Vio, bagaimana ini ya? Alan cuti, lalu siapa yang menjadi penggantinya?" tanya Mas Gede.
"Hmm, minta tolong teman Mas Gede yang lain saja," jawab Viona.
"Yah, tapi kan ya, teman yang bisa dimintai tolong untuk menyediakan waktu luang secara sukarela tanpa ada honor itu, ya cuma si Alan saja," keluh Mas Gede.
"Hmm, Mas Gede, Mas Alan itu pekerjaan utamanya apa ya? Kok dia tampak selalu tampan dan rapi macam eksekutif muda begitu," ujar Viona.
"Yah, aku juga tidak pernah tanya-tanya sih, itu urusan pribadinya si Alan! Yang penting si Alan itu mau bantu, itu sudah cukup buatku," imbuh Mas Gede.
"Mas Gede, kalau begitu aku pamit dulu ya, aku mau pergi ke kondangan," pamit Viona.
"Kondangan apa kondangan?" seloroh Mas Gede.
"Kondangan Mas, sumpah! Apa perlu nanti kufoto sebagai bukti?" tanya Viona.
"Ya, siapa yang tahu kecuali kau dan Tuhan!" Mas Gede mengedikkan bahunya.
Viona mendelik gusar, entah apa yang harus dilakukan untuk meyakinkan bosnya bahwa ia hanya pergi ke kondangan saja.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments