Di saat Pak An dan istrinya ingin memasuki kamar, mereka melihat kearah anak tangga bahwa Fieca membawa segelas air putih menuju kamarnya. Mereka heran mengapa Fieca belum tidur padahal sudah memakai setelan tanktop untuk baju tidurnya, Fieca yang dipandangi kedua orang tuanya hanya bisa terdiam di tempat.
"Fieca, kamu kenapa belum tidur? tanya sang Mama.
"Maaf, Fieca tadi sudah tidur tapi kepala Fieca tiba-tiba sakit. Jadi, Fieca minum obat sakit kepala dan mengambil segelas air putih buat nanti kalau Fieca kering tenggorokan karena kehausan."
"Sekarang apa sudah mendingan?"
"Kayaknya bakal mendingan pas besok bangun tidur pagi, Yah."
"Kalau gitu cepat masuk kamar dan tidur!"
"Benar kata Mama, cepat sembuh ya Sayang."
"Iya, Mama dan Ayah."
Fieca pun memasuki kamarnya sembari memijit keningnya yang masih merasakan pening karena pengaruh obat menginginkan dirinya untuk segera tidur, dia juga meletakan segelas airnya di atas nakas dekat dengan ranjang. Lalu, mematikan lampu hingga ruang tidur terlihat sangatlah temaram sama seperti matanya yang perlahan terpejam setelah beberapa detik badannya sudah terbaring di tempat tidur.
"Hampir saja kita salah paham ke Fieca ya, Ayah."
"Iya, untungnya tadi Ayah cepat mengusap pundakmu."
"Aku juga begini demi menjaga kesehatan puteri kecilnya kamu, Ayah."
"Puteri kamu juga, ayok kita juga tidur."
Setelah Laida dan suaminya pamit pulang ke rumah. Pak An dan Ibu Rami memang langsung memastikan Fieca sudah tidur ataukah belum? Ibu Rami terlihat mooddyan itu karena perkara tanah yang belum ada habisnya. Dia juga menanti kabar dan bukti-bukti selanjutnya yang dia kumpulkan bersama dengan Pak An suaminya.
Mungkin juga Pak An akan memberitahukan ini setelah nanti kepulangannya Pak Gufu dari rumah mereka, karena besok Pak Gufu akan bertamu. Pak An sudah menebak-nebak bahwa nanti Fieca tidak senghaja mengintip atau mendengar pembicaraan yang nanti dibicarakan bersama Pak Gufu, maka dari itu Pak An perlahan sudah mempersiapkan semua jawaban untuk menjawab semua pertanyaan Fieca anaknya.
Lalu, setelah itu akan melanjutkan memberitahukan sekilas info ini kepada Hilka. Tidak tahu lagilah bagaimana nanti respon dari kedua anaknya? Yang dia tahu respon-respon itu nanti akan selalu berdampak pada sebuah kebaikan, bagaimana pun hasilnya sudah banyak dia pertimbangkan. Ahh, tunggu sajalah waktu yang pas pada besok hari yang memang benar-benar itu sangatlah tepat.
Siang hari menjelang sore yang tampak aneh di mata Fieca membuatnya enggan untuk keluar dari dalam rumah, entah mengapa dia juga merasa bukanlah saatnya untuk mageran. Namun, saat dirinya ingin memasuki kamar sang Ayah pun memanggil dirinya dari ruang keluarga karena dia baru saja ingin menaiki anak tangga.
"Fie, lima belas menit lagi tolong kamu ke dapurnya. Soalnya nanti ada tamu Ayah yang mau datang ke rumah kita, buatkan tiga gelas kopi hangat."
"Iya, Ayah. Emang Mama sibuk ya?"
"Sepertinya."
Fieca pun menganggukan kepalanya karena sang Ayah juga melanjutkan berjalan ke ruang tamu untuk bermain handphone, dia juga melangkahkan kaki menuju dapur agar tetap stay dan tidak terburu-buru untuk merebus air. Untungnya juga dia membawa handphone untuk menghilangkan rasa jenuh seraya membuka aplikasi shoppe yang memang digemari anak perempuan muda seperti dirinya.
Di kala bermain handphone Pak An pun menelpon Hilka untuk memberi kabar yang memanglah tidak terduga ini, [ Haloo Hilka, apa kabar kamu, suami dan anak-anak di sana? ]
[ Alhamdulillah, baik semua Ayah. Btw, apakah Ayah mau mengabari sesuatu ke Hilka? ]
Pak An pun menceritakan semuanya kepada Hilka, tetapi kalau persoalan tentang perjodohannya Fieca dan Zudan beliau belum saatnya untuk berterus terang karena memang belum waktunya. Hilka dan sang suami yang mendengarkan ini mereka sangat-sangat dibuat terkejut. Ingin marah ya mereka memang sangat ingin marah, tetapi belum saatnya untuk melampiaskan itu semua!
[ Ayah tutup dulunya telponnya, Hilka. Soalnya ada tamu Ayah yang sedang bertamu ke rumah Ayah dan Mamamu. ]
[ Iya Yah, terima kasih atas kabarnya. ]
Setelah telpon di tutup, Pak An pun menelpon Fieca untuk memberi aba-aba segera membuatkan kopi hangat. Fieca yang mendapat kabar itu dengan gerakan cepat dan santainya dia pun langsung meletakan handphone dan menuju pantry untuk membuat kopi hangat pesanan Ayahnya. Tiga gelas kecil menurutnya sangat pas untuk menuangkan kopi manis hasil tangannya ini, lalu diletakannya di atas nampan.
"Kopinya sudah selesai ya, Fie?"
"Iya, Ma."
"Sini biar Mama saja yang mengantarkan kopi ini ke ruang tamu."
"Ok deh, kalau gitu Fieca santai-santai dulu ya Mama."
Karena sudah mendapatkan izin dari sang Mama yang berjalan ke ruang tamu sembari membawa kopi hangat, Fieca pun menuju kamarnya kembali untuk maskeran dan bersantai ria menikmati angin alam di balkon kamarnya. Kopi pun akhirnya telah disajikan di atas meja bersama Pak Gufu yang juga duduk di salah satu sofa tinggal di ruang tamu ini.
"Silahkan kopinya sambil diminum, ini buatan dari tangan Fieca puteri kami." Ibu Rami menyuguhkan kopi itu dari atas nampan.
"Baik, Fieca ya mana?"
"Biasa, dia balik lagi ke kamarnya untuk bersantai-santai."
Kedua laki-laki paruh baya itu pun tertawa ringan karena mengerti apa yang memang dilakukan Fieca. Sebelum berbicara Pak Gufu mengeluarkan semua surat-surat hasil pembelian dan penjualan dari Asir, mereka juga tidak menduga bahwa memanglah tidak ada kecurangan di antara mereka. Tetapi, yang lebih membuat terkejut adalah di saat ketika Laida menelpon.
[ Halo Tante, Laida baru dapat kabar lagi bahwa Mamang Asir juga memalsukan hasil cek kuintasi yang diperjualbelikan kepada Pak Gufu. ]
Mereka yang mendengarkan itu langsung merasa sangat geram dan ingin murka kepada Asir. Namun, Pak An tetap merasa tenang karena tanda tangannya Pak Gufu sangat tidak bisa dipalsukan jika nanti mereka menentang Asir. Setelah itu pembicaraannya semakin mengarah ke arah perjodohan Fieca dan Zudan yang memang mereka rencanakan, mereka juga tidak menyadari bahwa Fieca tidak senghaja mendengarkan ini sambil bersembunyi di bilik dinding ruang keluarga yang menghubungkan ke ruang tamu.
"Apakah perjodohan antara Zudan dan Fieca tetap kita lanjutkan, kalau iya kita sambil fokuskan juga untuk melanjutkan lebih dalam lagi untuk mereka berdua."
"Saya sebagai seorang Ayah dan istri sebagai seorang Mama hanya bisa mengiyakan saja, Bapak dan Ibu di sana pasti juga sama seperti kami. Ini tergantung kepada keputusan finalnya anak-anak, saya juga belum memberitahukan ini kepada Fieca. Kita juga belum mendapatkan keputusan dari Zudan bagaimana keinginannya, nah begitu juga dengan puteri bungsu kami." Pak An berbicara secara santai dan tegas kepada Pak Gufu.
"Betul apa yang telah dikatakan suami saya, jika sudah saatnya kami akan mempertemukan mereka di saat kami sudah merayu Fieca dan menentukan kapan waktunya untuk pertemuan untuk mereka berdua."
"Umm, baiklah. Saya dan Istri hanya bisa menunggu saja sambil merayu dan mengetahui bagaimana nanti keputusannya Zudan putera kami."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments