BAB ENAM BELAS

Zudan tersenyum sumringah melihat anak-anak remaja yang akan dibimbingnya ini, dia takjub betapa antusiasnya semangat yang begitu mengebu-ngebu. Zudan semakin menambah semangat dirinya untuk memberikan pelajaran menggunakan rebana dan bagaimana menjadi seorang penyair.

Suara yang pas dan begitu sangat merdu juga termasuk penilaian penting dalam sebuah tim habbsy. Namun, Zudan tiba-tiba terdiam di tempat dengan masih berdiri ketika melihat dan mendengar seorang anak perempuan sedang menonton chanel youtube yang di mana ada suara seorang perempuan. Suara itu sangat-sangat mirip dengan orang yang diam-diam disukai olehnya.

Apakah itu suara perempuanku? batin Zudan seakan ingin ikut menonton chanel tersebut.

Anak perempuan itu pun menyadari kebekuan Zudan, dia mematikan handphone dan menegur sopan Zudan seorang pembimbing dirinya dan juga teman-temannya. "Maaf, Pak Ustadz. Apa yang terjadi dengan Ustadz, apakah pembimbingan ini bisa dimulai?"

"Ti--tidak apa-apa, iya. Mari anak-anak kita masuk ke dalam masjid bersama-sama, jangan lupa baca doa sebelum memulai pembelajaran!"

"Baik, Pak Ustadz." Jawab anak-anak remaja itu secara serentak.

Pembimbingan pun dimulai ketika pembacaan doa dan perkenalan diri satu sama lain sudah selesai dilakukan, Zudan terlebih dulu membimbing anak-anak yang bertugas menggunakan rebana. Baru nanti dia lanjutkan dengan membimbing anak-anak lainnya melantukan syairan sholawat, bukan hanya itu anak-anak yang mempunyai tugas memukul gendang pun juga tak lupa dia ajarkan.

Zudan begitu sangat gembira karena semua anak-anak yang dia ajarkan sangatlah mematuhi dirinya, dan hanya sebagian anak-anak kecil yang sesekali bisa membuatnya sering kali mengeluskan dada. Namun, ini tidaklah bisa mengurangi kadar kesabaran di dalam dirinya. Untung saja Zudan bukanlah orang pemarah, hingga dia selalu bisa mengendalikan emosi diri.

••••••

14.30 Wib ...

Fieca mengerjabkan matanya yang merasakan lelah saat terbangun dari tidur siangnya, dia menggeliat dan meregangkan otot-otot tangan dan kakinya sembari mengumpulkan nyawa yang dia punya. Tidur sesudah meminum vitamin membuatnya tertidur sangat lelap, Fieca mendudukan dirinya di sisi depan tempat tidur.

Lalu, melangkahkan kaki menuju wastafel di kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar terlihat begitu sangat segar. Setelah itu dia mengelap lembut wajah menggemaskannya menggunakan handuk di depan cermin. Sungguh ciptaan Allah untuknya ini adalah suatu keajaiban diri yang memang patut untuk selalu dia syukuri.

Keajaiban ini sangatlah sempurna bagi siapa saja yang pandai menjaga dan melindungi pemberian sang Illahi, sungguh dia terharu saat di mana Mamanya sering kali membaweli dirinya agar tepat waktu untuk makan, tidak lengah dalam merawat diri, selalu rutin olahraga basket dan yoga, serta hati-hati dalam melakukan aktivas ringan maupun berat yang tak sadar dia giatkan.

Kruk, kruk, kruk.

"Ahh, perut lapar ini menggangguku saja. Minum pil minyak ikan dulu kalau begini," gumam Fieca membuka laci meja besarnya tempat di mana dia menyimpan P3K.

Setelah meminum pil itu dia membuka pintu kamar dan melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengisi perut. Tidak sampai di pintu dapur hidung Fieca tergoda saat mencium aroma nasi goreng yang membuat perutnya berbunyi nyaring, dia pun menambah kecepatan langkah kaki dan cepat-cepat mengambil piring serta sendok di depan wajan. Mama yang melihat dirinya hanya bisa tersenyum lucu.

"Fie, bantu Mama membuat es tehnya!"

"Iya, Mama."

Fieca pun meletakan piring dan sendoknya di atas meja makan, lalu mengerjakan tugasnya membuat es teh untuk teman makan mereka. Kebetulan juga siang ini cuacanya sangat terik dan panas sehingga membuat siapa saja banyak membuat minuman es ataupun minuman dingin yang bisa menyegarkan tenggorokan.

Nasi goreng sebentar lagi juga akan disajikan di dalam mangkok besar yang bentuknya hampir sama seperti baskom tempat membuat nasi yang sering dipakai orang-orang ketika adanya acara syukuran. Fieca juga membuat es tehnya di dalam termos ukuran sedikit besar berbahan kaca, dia mengaduk-ngaduk es yang sudah diberikan tiga sendok gula itu menggunakan sendok ukuran sedang.

"Nah, nasi goreng kesukaan kamu sudah selesai Mama sajikan. Es teh juga tinggal kita tuang ke gelas masing-masing."

"Iya, Ma. Kayaknya Ayah makan siang di kantor hari ini."

"Begitulah Ayahmu, tidak apalah asalkan makan malamnya tetap bersama kita."

"Iya, Ma."

Ting

Bunyi handphone di atas nakas dekat dapur berbunyi, iya itu adalah handphone-nya Ibu Rami. Yang menelpon juga ialah Laida, [ Halo Tante, malam ini Lai sendiri mau ke rumah Tante. Soalnya ada yang mau Lai sampaikan, apakah bisa Tan? ]

[ Iya bisa, nanti Tante kabari suami Tante. ]

[ Ok, Tan. ]

Telpon itu pun mati, lalu Ibu Rami menghubungi Pak An suaminya. [ Ayah, hari ini harus pulang cepatnya. Soalnya malam ini Laida mau kerumah, katanya sih ada informasi yang ingin dia sampaikan. ]

[ Ok, siap Mama. ]

Telpon kembali dimatikan karena Ibu Rami melanjutkan makan siang bersama Fieca anaknya. Di meja makan Fieca juga sudah mendahului Mamanya memakan nasi goreng karena ini atas perintah dari Mamanya, sesekali juga dia meminum sedikit es teh yang sudah dia tuangkan ke dalam gelas di samping kiri piring makannya.

Begitu juga dengan Mamanya yang telah menyedokan nasi goreng ke piring dan menuangkan es teh ke dalam gelas. Dia mengikuti Fieca makan siang dalam keadaan diam, tetapi tatapan ramah tetap ada diantara mereka berdua. Di sela-sela makan siang Ibu Rami seakan tidak mau menambah porsi makannya, pikiran selalu terarah pada informasi apa yang nanti akan dibicarakan oleh Laida.

"Ma, Fieca pamit keluar rumah ya mau beli cilok dan sate tanpa ketupat di depan komplek rumah kita."

"Iya, hati-hati. Kamu pakai saja electric kick-scooters yang beberapa bulan lalu Mama belikan buat kamu."

"Ok, Mama."

Fieca pun pergi meninggalkan Mamanya dan memasuki kamarnya mengambil uang dan e-scooters. Lalu, keluarnya dari kamar dia langsung menggunakan alat elektronik yang kini berada di bawah kakinya. Mamanya membelikan ini bukan karena keinginan Fieca, tetapi Mamanya suka mengikuti trend-trend barang terbaru saja.

Menurut Fieca alat ini cukup berguna untuknya karena tidak usah repot-repot memakai motor untuk berjalan yang tidak jauh dari kediaman rumah. Dia juga merasakan sore-sore seperti ini sangat ramai akan suara anak laki-laki yang sedang asyiknya bermain sepak bola di samping jalan baru yang akan dibangun oleh pemerintah setempat. Cuacanya pun sangatlah teduh karena ini sebentar lagi akan menunjukan jamnya shalat ashar.

Fieca membeli apa yang dia mau itu karena keinginan lidahnya saja yang memanglah suka menyemil makanan, apa yang dia inginkan maka itu harus dia capai. Namun, jarang juga itu bisa terpenuhi oleh dirinya. Untungnya saja Fieca sangat tidak menyukai apa itu berangan-angan karena akan membuat kepala pecah seperti pesawat yang dulunya terbang di atas langit, ehh malah terjatuh menimpa hutan atau lautan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!