BAB DUA BELAS

Di sisi ranjang depan meja belajar Zudan tiba-tiba saja memikirkan kembali perkataan yang pernah diucapkan oleh Pak An saat di mana menjodohkan dirinya dengan Fieca, dia tahu kalau Fieca itu adalah anaknya Pak An. Tetapi, apakah ini gurauan ataukah memang benar-benar suatu kenyataan?

Jika ini sebuah gurauan maka pikirannya tak akan serumit ini, Zudan tahu kalau dirinya ini memiliki sisi sikap humoris yang bisa diajak bercanda. Namun, dia malah bingung menentukan apakah ini memang sebuah candaan? Dia merasa kelimpungan untuk menerima perjodohan itu dengan hati terpaksa, atau dengan ikhlas dan berlapang dada?

Sebelumnya Zudan selalu saja menolak tawaran perempuan-perempuan yang senang mendekati dirinya. Namun, Zudan malah mencari-cari kesalahan untuk menghindar dan tak mau lagi untuk berdekatan. Tetapi, jika perjodohan itu harus terjadi. Apakah dia akan menghindar atau memberikan diri dan kasih sayang dengan setulus hati?

Jika harus diingat kembali, Zudan pernah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan bahwa dirinya ini sok-sokan alim dan diam-diam memandang fisik semata. Padahal itu tidaklah benar, Zudan tahu kalau dirinya pendiam dan pemalu. Sebenarnya Zudan begitu karena sudah memiliki alasan tertentu! Buat apa memandang fisik, toh dia saja juga memiliki beberapa kekurangan.

Astagfirullah, mengapa aku memikirkan hal yang membuat pikiran ku bercabang-cabang? Lebih baik aku membuka youtube saja untuk menonton vedio dakwah, batin Zudan sembari mengelus dadanya sambil berisghtifar.

••••••

"Tuhkan tidak salah lidahnya Mama selepas makan masakanmu, sedikit lagi kamu sudah bisa seperti Mama." Ibu Rami memuji ketangkasan memasaknya Fieca.

"Benar Ma, anaknya kita gitu dong." Sang Ayah juga ikut memuji anaknya.

"Mama sama Ayah ini bisa saja dalam hal menggoda Fieca." Fieca tersenyum malu seraya membawa piring bekas makan ke pantry untuk dia cuci.

"Itu benar, Sayang. Umm, Mama sama Ayah ke kamar dulunya mau mandi."

"Kamu juga jangan lupa untuk mandi, Fie."

"Ok Mama, Ayah." Fieca menunjukan jempolnya.

Setelah Pak An dan Ibu Rami sudah berada di dalam kamar, Ibu Rami pun membicarakan perihal kemarin malam yang tidak sempat dia bicarakan dengan sang suami ketika berada di mobil. "Ayah, apakah kita harus terus mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya?"

"Iya, itu perlu Mama. Kalau ada bukti kita bisa dengan mudah menangkap beberapa lalat dengan sekali tepuk, maksudnya kita akan mudah menaklukkan orang-orang selama kita memang di jalan kebenaran."

Ting

Bunyi dari ponsel Pak An menunjukan bahwa ada orang yang menelponnya, ahh ternyata itu adalah Pak Gufu.

[ Assalamu'alaikum, Pak. Apakah ada yang bisa saya bantu bersama istri? ]

[ Wa'alaikumussalam, begini Pak. Saya dan istri mengundang Bapak dan Ibu Rami untuk menghadiri acara tahlilan di rumah sepupunya saya, jika Bapak berkenan hadir kami akan sangat senang. ]

[ Owalah, terima kasih Pak. InsyaAllah, malam ini saya akan hadir di acara tahlilan tersebut. ]

[ Terima kasih kembali, Pak. ] Sambungan telpon pun terputus.

"Acara tahlilan, maksudnya bagaimana Ayah?"

"Malam nanti kita ke tempat keluarga Pak Gufu, Mama. Keluarga mereka akan ada acara tahlilan, kayaknya yang menghadiri nanti cukup kita berdua saja."

"Umm, baiklah Ayah."

Setelah berberes di dapur Fieca pun seperti biasa melakukan perawatan diri di dalam kamar mandi, air mengucur dari shower membasahi tubuh putih munggilnya. Air yang dingin ini sama sekali tidak membuat dirinya kedinginan karena pekerjaan di dapur telah membuat dirinya berkeringat. Jika dikatakan tubuh bak gitar spanyol maka itu sangatlah benar, karena Fieca sebulan tiga kali suka pergi ke gedung olahraga untuk mengikuti senam yoga bersama teman-teman dan Guru yoganya.

Memiliki lekukan tubuh sesempurna ini membuat dirinya tampaklah bergairah dalam hal berfashion, tetapi untungnya Fieca selalu menempatkan dirinya di jalan yang benar. Keelokannya membuat sebagian orang yang bekerja sebagai foto model ataupun modeling merasa seperti tersaingi. Namun, Fieca terlihat biasa-biasa saja dalam hal memberikan tanggapan.

Fieca juga menyukai pergi ke salon dan ke klinik kecantikan untuk melanjutkan perawatan dirinya. Namun, dalam dua bulan ini sepertinya Fieca tidak bisa pergi untuk perawatan dari luar rumah. Karena dia harus menghemat sisa uang di dalam rekening dan juga tabungannya, tetapi dia masih bisa menikmati perawatan meski hanya di rumah dengan bahan seadanya yang selalu dia aplikasikan dalam make upnya.

Ting

Bunyi telponnya Fieca berbunyi di saat dia ingin mengoleskan krim wajah ke kulit mulus bak jelmaan bidadari khayangan. Fieca pun mengangkat telpon itu, [ Haloo Gada, ada kabar apa ini untuk Kakak? ]

[ Ada nih, Kak. Kak kita gym yukk nanti sore, ntar yang bayar Gada deh, sekalian makan-makan juga di restoran tradisional. ]

[ Ekhem, kayaknya baru ada waktu luang ya kamu. Iya, jemput Kakak ya nanti. ]

[ Ok Kakak, Gada lanjut kerja ya. ]

Kalau aku nanti jalan-jalan sama Gada, apa aku nanti harus masak dulu ya untuk Ayah dan Mama? Apa aku harus tanya dulu ke Ayah, Mama? batin Fieca sembari memilih baju santai di lemarinya.

Fieca pun mempercepat merias dirinya untuk menemui kedua orang tuanya, kebetulan jugakan ini malam minggu. Jadi, dia ingin sekalian saja meminta izin untuk jalan-jalan dari sore sampai malam. Tetapi, baru saja dia ingin mengetuk pintu kamar sang orang tua karena telah sampai di depan pintu dari kamarnya. Mamanya terlebih dulu membukakan pintu kamar dan mempersilahkan dirinya masuk.

"Ehh, Fieca anaknya Mama dan Ayah. Ada apa, Sayang?"

"Iya nihh, apa anak Ayah minta dibelikan boneka atau gulali lagi hhee."

"Ayaaaaah, Fie bukan anak kecil lagi." Fieca memeluk Mamanya dengan wajah cemberut yang dibuat-buatnya.

"Tapi bagi Ayah kamu itu anak kecil dan ratu kecil rumah keluarga barumu nanti, Sayang."

"Ke---keluarga baru, maksudnya bagaimana Ayah?" Fieca tiba-tiba saja tergagap seakan membutuhkan penjelasan baru dari Ayahnya.

"Sayang, malam ini Mama dan Ayah mungkin tidak bisa makan malam bersamamu. Soalnya malam ini di rumah seseorang ada acara tahlilan, kalau kamu malas masak gapapa. Kamu bisa pesan makanan di goofoud, ingat yang aman dikonsumsi!"

"Emm iya, Fieca ke sini tadinya mau meminta izin kalau sore sampai malam ini mau jalan-jalan sama teman dan juga mau nanya. Tapi, sudah dikasih tahu Mama. Mama dan Ayah mengizinkan Fieca tidak?"

"Asal ingat waktu dan jaga diri, kamu itu puteri kecil bulannya Mama dan Ayah Sayang."

"Tapi .. Fieca penasaran sama apa kata Ayah tadi, Mama?"

"Lupain saja, Sayang. Kamu tahu'kan kalau Ayah suka bercanda. Kalau juga emang beneran nanti Mama kasih tahu ke kamu yaa." Ibu Rami serasa ingin gelagapan untuk mencairkan suasana yang saat ini lagi-lagi membuat teka-teki baru untuk Fieca.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!