"Benar kata kamu An, aku juga tidak habis pikir atas perilaku buruk yang dilakukan oleh Asir sepupu yang bisa dikatakan tidak lagi memiliki adab itu. Semena-mena dia sudah menjual tanah milik Hilka, dia juga memalsukan surat tanah. Apa Hilka sudah kamu beritahu An?" tanya Fenda temannya Pak An.
"Aku belum memberitahunya, ku rasa ini belum waktu yang tepat. Apalagi kita belum sepenuhnya menemukan bukti dan gugatan kuat untuk melumpuhkan Asir, ingin rasanya istriku memenjarakannya di dalam jeruji besi kantor polisi."
"Sungguh ini sangat memutar otak bagiku, dulu ipar ku juga menjual tanah warisan orang tua istriku. Bahkan istriku sama sekali tidak mendapatkan haknya, sebegitu serakahnya saudara-saudaranya."
"Kalaupun ini kita ajukan pada pengacara pasti nanti biayanya sangatlah mahal, tetapi aku setuju atas idemu yang mengambil jalan tengah dengan menjodohkan Fieca dan Nak Zudan itu hehehe."
"Kau lihat saja Fieca itu sangatlah dingin soal percintaan, aku masih ingat dia cukup trauma karena pernah membuka hati pada Mahmu. Tapi, malahan cowok itu menyakiti hatinya."
"Dasar anak muda, hahaha."
"Kita kembali ke topik utama tadi sajalah," sanggah Pak An.
"Iya-iya, bagaimana kalau kita mempermalukan Asir. Kita jadikan fotonya itu banner bertuliskan 'Yunan Asir seorang buronan aparat polisi', lalu kita sebar ke berbagai tempat bahwa Asir itu adalah seorang penipu dan sebagainya. Alhasil itu dapat membuatnya sulit dalam berinteraksi, sulit mendapatkan pekerjaan dan dia nantinya akan mendekam di dalam penjara."
"Bagus juga akalmu ini, Fen."
"Untuk keterangan lainnya coba kau cari lagi apa saja yang bisa melemahkan Asir, pokoknya apapun itu kita harus bisa membuatnya tidak bisa lagi berkutik."
"Itulah yang sedari tadi aku pikirkan, mungkin malam ini aku dan istri akan mencari celah yang bisa membuat Asir tidak bisa lari dari hukuman yang sangat setimpal."
"Tapi, aku kembali teringat akan tanah warisan terakhir milik istrimu itu."
"Mengapa kau bisa memikirkan itu?"
"Jika kita pikiran secara rinci dan kita ingat-ingat kembali, Ibu tiri istrimu yang masih hidup itu beliau ingin menjual tanah yang dimana itu adalah hak istrimu."
"Lalu?"
"Padahal kamu bisa membantu istrimu untuk mengambil haknya itu secara resmi, tapi ini juga akan menimbulkan perselisihan diantara dia dan saudara-saudaranya."
"Benar, tapi apa itu caranya?"
"Ada dua cara kalau dariku, cara perdebatan dan cara perdamaian."
"Jelaskan secara langsung sajalah."
"Cara pertama, istrimu bisa saja mencoba untuk membuat dua surat yang dimana itu memiliki keterangan balik nama atas nama istrimu dan istrimu juga bisa memperkuat itu dengan menggunakan surat kematian dari alm Ayahnya. Cara kedua, jika tidak mau ada perkelahian. Maka pinta saja kepada keponakan laki-laki istrimu untuk mengelola tanah itu, jika tanah itu dibeli oleh orang asing. Istrimu sulit untuk mengusainya, tapi jika keponakannya yang merawatnya maka istrimu masih bisa menikmati hasil dari keponakannya."
"Benar semua, aku setuju. Lagi pula kayaknya keponakan istriku itu dia mau berkebun sawit."
"Sebentarnya, istriku menelpon."
"Iya." Pak Fenda pun membuat kopi kembali karena pembicaraan mereka ini sangatlah rumit.
[ Halo Ma. ]
[ Ayah, kayaknya malam ini kita kerumah keponakan perempuan ku saja. Kita nanti bertamu ke rumah Laida. ]
[ Memangnya ada apa, Ma? ]
[ Aku dengar-dengar dia kayaknya mengetahui seluk-beluk kejahatan yang telah dilakukan Asir, bagaimana kalau kita korek berbagai informasi dari dia dulu. ]
[ Boleh sih, Ma. ]
Telpon pun mati karena Ibu Rami disibukan oleh kegiatan berbisnisnya, beliau memiliki bisnis berjualan beras. Beras itu beliau dapatkan dari para petani padi yang menyetorkan hasil panen mereka kepada Ibu Rami, tidak hanya berbisnis beras. Tetapi, Ibu Rami juga berbisnis gula pasir, bawang merah dan jengkol.
"Segarnya pagi menjelang siang ini," gumam Fieca memakaikan serum dan bedak bayi ke wajahnya.
Selain itu dia juga memakai handbody marinna, pelembab bibir dan parfum wangi lavender pada tengkuk lehernya. Dalam hal berhias, Fieca sangat menyukai hal yang simple. Namun, jika sedang perawatan di rumah, Fieca selalu merawat wajahnya dengan memakai masker. Di saat ada sedikit jerawat yang timbul maka segera dia oleskan wajahnya dengan green tea mask.
Namun, jika ada acara yang sama persis seperti kondangan. Maka Fieca menambah riasan wajahnya menggunakan make up moisturizer, skincare, eyeshadow warna coksu, maskara, bedak bayi dan lipstik warna dusty atau peach. Tetapi, jika dia sedang berada di bawah sinar matahari yang nanti bisa menyebabkan kulitnya berwarna merah. Maka dia akan segera memakai foundation dan sunscreen pada wajah dan kulit tangannya.
Dalam urusan perawatan rambut pas sudah selesai keramas, Fieca selalu memakaikan elips ke sela-sela rambutnya. Lalu, dalam waktu tiga hari kemudian dia merawat rambutnya menggunakan minyak rambut bayi. Jika dikatakan unik maka ini memanglah benar, Fieca sangat menyukai harum dari bedak dan minyak rambut cussone baby yang dia gunakan.
"Mama, itu buah rembang masak, tomat masak dan cabai masak mau Mama apakan?" Fieca menegur Mamanya yang membawa buah berwarna kuning dan merah itu keluar rumah.
"Biji dari buah ini mau Mama tanam di samping rumah dekat teras kita, kamu mau ikut nanam juga tidak?"
"Ikut dong, Ma. Sekalian kita jadikan kebun sayuran gitu walaupun kecil."
"Boleh, ayoo."
Mama dan anak ini pun telah berada di luar rumah, di sini mereka menyiapkan segala peralatan seperti pot, polybag, tanah bakar, pupuk tanaman dan lain-lainnya. Setelah semuanya sudah siap, sang Mama mulai mengajarkan Fieca cara menanam yang baik itu bagaimana?
"Karena semuanya sudah lengkap, kita lanjutkan menanamnya sore hari saja karena itu hawanya dingin. Tanaman pun akan tumbuh dengan sangat subur, ayoo kembali masuk ke dalam rumah."
"Baik, Mama."
Fieca takjub karena melihat tanaman Mamanya yang penuh dengan berbagai macam sayuran, kalau di rumah orang lain itu hanya dipenuhi oleh tanaman hias. Pantas saja jika bahan sayuran mau habis itu Mamanya suka memetik tanamannya sendiri, jika dilihat-lihat lagi di sini hanya ada tanaman hias yang mana itu adalah bunga kenanga.
Setelah puas memandangi kebun sayuran yang munggil ini, Fieca pun melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Di dalam otaknya dia tiba-tiba saja memikirkan, bagaimana kalau dirinya mencoba-coba membrowsing handphone-nya untuk mencari lowongan pekerjaan? Mungkin nanti ada yang cocok dengan dirinya.
Dia juga memilah-milah lembaran dokumentasi yang dia simpan di dalam lemari. Fieca tidak melupakan untuk selalu membuat segelas susu coklat hangat dan cemilan ringan untuk menemani kegiatannya, alunan lagu India pun terdengar begitu merdu di dalam kamarnya yang berwarna abu-abu dan mocca ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments