Apa sih yang ingin dibicarakan Ayah dan Mama, kok masih diam-diaman seperti ini, batin Fieca dengan mata yang melirik ke arah kedua orang tuanya.
"Begini, Sayang. Sebelum Ayah katakan di inti pembicaraan, Ayah mengabarkan dulu bahwa Pamanmu yang mungkin tidak bisa lagi kita anggap keluarga itu telah lancangnya menjual tanah Kakakmu tanpa sepengetahuan kita semua. Ayah tidak habis pikir, kelakuannya sangatlah melewati batas. Kamu pikir saja tanah itu diserahkan untuk Kakakmu saat berumur lima tahun, andai .... "
"Andaikan saja waktu itu Kakakmu berumur delapan belas tahun, pasti sudah didatangani olehnya. Mau menyalahkan kalau kita lengah, maka itu ada benarnya walaupun sedikit. Rasanya permasalahan ini mau kami perpanjang saja, tapi kita juga tidak boleh gegabah."
Fieca terduduk mendengarkan keluhan kedua orang tuanya, iya ini sama seperti sebuah curhatan. Sebenarnya Fieca ini bukanlah anak tunggal, tetapi dia mempunyai Kakak seibu dari Mamanya. Kakaknya sudah mempunyai suami dan dua orang anak, mereka bekerja dalam usaha properti.
"Fieca, apa kamu mempunyai pacar?" ujar sang Mama.
"Tidak Ma, Fieca gak punya pacar!"
"Syukurlah ... "
"Ok, Ayah dan Mama tidur duluan ya. Soalnya besok kami akan mempunyai banyak urusan lagi."
"Yahh, Fieca kok malah dibuat penasaran sama itu Ayah," cibir Fieca melihat kedua orang tuanya yang kembali membuatnya terpaku dalam sebuah teka-teki.
Sang Ayah hanya bisa tertawa ringan sembari melangkahkan kakinya menuju kamar bersama sang istri. Bukannya tidak mau jujur, tetapi beliau rasa ini bukanlah waktu yang tepat untuk memberitahukan itu kepada Fieca. Di tempat Fieca terlihat meneguk coklat hangatnya dengan sekali minum, hingga tandas dan habis tak tersisa.
Keesokan harinya ...
Di pagi hari yang sangat sejuk, Fieca berjalan memasuki pasar seorang diri. Di pasar dia membeli sayuran, ikan, buah-buahan dan tidak lupa dia membeli beberapa sembako lainnya. Lalu, dia pergi lagi menuju supermarket untuk membeli isi kulkas yang di mana itu adalah es, minuman untuk membuat juice dan lain-lainnya.
Untung saja dia membawa mobil untuk menaruh belanjaannya yang kini bisa dikatakan banyak, sembari melihat ke segala arah. Fieca dibuat tertarik akan beberapa tempat kedai, rumah makan, cafe dan tempat nongkrong lainnya yang menjual makanan. Dari sini dia nanti akan memberikan survei, bahwa tempat-tempat itu lumayan cocok untuk dia kembali membuat vedio konten.
"Nanti sore aku akan mengajak Gada, tapi apa mungkin dia bisa gak yaa?" gumamnya mengetuk-ngetuk dagu menggunakan jarinya.
•••••
Di rumah Ustadz Zudan ...
Seperti biasa di pagi hari ini Zudan selalu menyambut hari-harinya melakukan kegiatan amalannya, tak hanya itu dia juga mengajar mengaji dan habbsy anak-anak kecil dan remaja di area masjid ketika telah selesai shalat ashar. Dirinya juga sering dipinta oleh orang kampung untuk mengisi acara nikahan sebagai Tim Habbsy, acara haul sebagai Tim tilawah atau pembaca doa-doa dan acara pengajian sebagai penceramah.
Dia tahu ini uangnya tidaklah seberapa, tetapi ini juga bisa digunakan untuk keperluan mendesaknya. Jika pun tidak diperlukan, maka uang itu cukup dia tabung saja. Padahal dia ingin bekerja keras seperti sang Ayah. Namun, Ayahnya hanya meminta dirinya untuk bekerja yang ringan-ringan saja.
Ayahnya begini karena merasakan trauma sama seperti dirinya, Ayahnya tidak mau kalau dia anak satu-satunya ini pergi sama seperti alm kedua saudaranya. Jika dia ingin berkebun, dirinya hanya diperbolehkan menanam sayuran di samping dekat rumah. Mau bagaimana lagi, dia juga tidak mau membuat ini semakin runyam.
Jika dirinya dikatakan seorang pemalas, maka itu sangatlah salah. Sejujurnya Zudan ini ingin sekali membantu Ayahnya memanen hasil perkebunan dan sawah di kebun serta ladang milik sang Ayah. Tetapi, Ayahnya tetap saja tidak mengizinkan. Menurutnya jika suatu saat nanti dirinya diberikan kesempatan untuk mengerjakan pekerjaan berat sang Ayah, maka akan dia lakukan dengan sangat hati-hati karena keselamatan itu akan selalu pada semua diri umat manusia yang beriman.
Di masjid pula jika diadakan pengajian khusus Ibu-Ibu dan anak-anak perempuan remaja, maka itu akan dilakukan pada pagi hari. Dilaksanakan setiap hari sabtu, di hari itu juga Zudan berada di masjid hanya pada jam delapan pagi saja. Karena yang memimpin bukan kaum laki-laki, tetapi para Ustadzah. Zudan bisa saja mengajar di pesantren atau pun di sekolah khusus islami. Namun, sekarang belum waktunya saja.
•••••
Di kediaman keluarga Fieca ...
"Assalamu'alaikum ..... Ayah, Mama, " teriak Fieca walaupun tidak terlalu nyaring.
"Wa'alaikumussalam ...., baru pulang kamu, Fieca."
"Iya, nih Ma. Untung pagi tadi sebelum ke pasar Fieca sudah menyiapkan tumisan mentimun pedas, kalau gak yang ada kita kelaparan pagi ini."
Setelah menyalimi tangan Mamanya, Fieca langsung menuju dapur untuk meletakan barang belanjaannya dengan di bantu oleh Mamanya. Saat meletakan dan menyimpan barangnya pada tempatnya, Fieca melihat sekeliling rumahnya yang tampak sudah bersih.
"Ma, Mama tadi bersih-bersih ya."
"Iya, pas Mama bersih-bersih. Ayah kamu sudah pergi ke rumah Oom mu, kayaknya sih mengurus soal tanah itu. Kemungkinan akan balik sore nanti," seru Mamanya sembari mencuci sayur yang sudah dipilihnya untuk dimasak sore nanti.
"Pantes saja Fieca lihat-lihat di rumah kok tidak ada Ayah, ehh ternyata ...., Tapi, kata Ayah. Mama juga ikut sibuk, kok tidak ikut sama Ayah Ma?"
"Tugas Mama bantu Ayah kamu itu malam nanti, Fieca."
"Jadi, malam ini mau kemana?"
"Ke rumah Tantemu yang dekat sama rumah RT itu."
"Ma, Fieca ke kamarnya mau bersih-bersih. Urusan dapur sudah beres kok."
"Iya."
Fieca pun meninggalkan Mamanya yang masih berada di dapur, dia berjalan menuju kamarnya. Pagi ini memanglah gerah, baru kali ini dia bisa membersihkan dirinya tepat pada jam setengah sembilan pagi. Ehh, kemarin saja dia juga begitu. Mau bagaimana lagi coba karena jika pekerjaan rumah belum beres, maka dia menunda waktu mandinya sampai pekerjaan itu benar-benar sudah selesai.
Ting ...
"Siapa yang nelponnya?" gumam Fieca mengangkat panggilan telpon itu.
[ Haloo Kak, Kak maaf ya lima hari kedepan ini Gada belum bisa bantu Kakak untuk ngedit-ngedit. Soalnya pekerjaan di kantor numpuk, Kakak gapapakan? ]
Heum, sudah ku tebak, batin Fieca.
[ Kakak .. ]
[ Iya, Kakak paham kok. Santai saja. ]
[ Okelah, aku lanjut kerja lagi ya Kak. ]
[ Iya, Gada. ]
Fieca pun melanjutkan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi di dalam kamarnya setelah telpon dimatikan, dia juga berpikir aktivitas apa nanti yang akan dia lakukan selama berada di rumah. Tidak mungkin dia hanya berdiam diri saja, dia tidak menyukai itu. Mungkin nanti setelah selesai mandi ini dia akan melihat-lihat sekeliling luar rumah untuk menemukan kegiatan barunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments