BAB ENAM

"Ayah, bagaimana ini? Apakah masih mau diteruskan apa yang ingin kita sampaikan, dari wajah mereka ku lihat itu akan membuat tanda-tanda keterkejutan?" Ibu Rami berbisik di telinga Pak An.

Dengan beberapa tarikan napas ringan, Pak An pun menyampaikan saran ampuhnya. "Bismillah, saya mau Nak Zudan menikahi puteri bungsu kami yang bernama Fieca!"

Daebak ..

"Maaf, Pak. Apa Bapak tidak salah bicara?" Syok, itulah yang menggambarkan rasa terkejut di hati Zudan.

"Iya Pak, ini saran seperti apa. Bisa diperjelas?" Pak Gufu seakan dibuat melongo.

Suasana seketika mencekam bagaikan kilat dan petir yang datang tanpa dipinta. Zudan tidak menyangka, terlalu banyak kejutan yang datang menghampiri keluarganya. Lidahnya tiba-tiba saja terasa kelu, karena pernikahan itu sangatlah sakral di mata dunia maupun di dalam agama.

"Untuk Nak Zudan, saya sama sekali tidak salah dalam berbicara. Terutama untuk Pak Gufu, baik akan saya perjelas. Begini jika dua keluarga sudah saling terikat dengan pernikahan putera-puteri kita, maka merekalah nanti yang akan menjaga dan mempertahankan apa yang sudah kita rawat. Dulu Istri saya yang menjaga tanah itu, dulu Bapak Gufu yang merawat kebun itu. Nah, selanjutnya kedua anak kitalah yang nantinya meneruskan apa yang sudah kita tuai untuk kebaikan mereka." Pak An menarik napasnya lagi.

"Apa yang telah kita jaga itu tidak akan hilang secara sia-sia, justru kita akan tetap saling menikmatinya. InsyaAllah, anak saya akan menerima ini dengan ketulusan hatinya, tinggal keluarga di sini dan Nak Zudan saja yang berpikir lebih dalam lagi untuk mengambil keputusan yang memang sangatlah tepat!" Pak An kembali menatap wajah Zudan yang tertunduk.

"Lalu, proses apa yang akan kita ambil untuk mengatasi si sepupu itu. Gara-gara dia kita malah saling disulitkan seperti ini?" gerutu istri Pak Gufu.

Harus pakai cara apalagi agar istrinya Pak Gufu ini bisa tenang, sabar Rami. Dia calon besanmu, batin Bu Rami yang memijit pelipisnya.

"Tenang, semua cara sudah terbesit di dalam pikiran saya. Saya hanya menunggu apa keputusan dari Nak Zudan untuk hal pertama, baru nanti kita sama-sama melumpuhkan si pelaku pembuat masalah itu!" Pak An berbicara sembari menyenggol tangan Zudan dengan jemarinya.

"Sekali lagi maaf, Pak. Bolehkan keluarga kami meminta waktu lima hari untuk memikirkan usul ini, nanti secepatnya akan kami kabari kembali?" Zudan meminta tempo dengan semburat wajah kikuknya.

"Baik, kami memberikanmu waktu. Namun, berikan itu nanti dengan penuh kejujuran dan kepastian yang ada pada pikiran, hati dan juga dirimu!" Pak An tersenyum.

Jika keluarga di sini saja terkejut, bagaimana nanti dengan respon anakku? batin Bu Rami yang membayangkan wajah kaget Fieca puterinya.

Setelah Zudan memberikan responnya, kedua keluarga pun kembali membahas perihal penyebab keterikatan di antara mereka yang hampir saja renggang. Untung saja Pak An dan istrinya sangatlah cepat untuk memulihkan lagi keadaan seperti sediakala. Namun, dengan hubungan yang semakin mendalam ke jenjang yang lebih menonjol ke arah keseriusan.

•••••

Sore menjelang malam pun tiba ...

Di kamar Fieca yang baru selesai mandi dan sedang memakaikan collagen untuk wajahnya, lotion soffel dan gel vaseline ke kakinya. Dia mendengar dari luar kamar bahwa ada suara sang Ayah yang memanggil-manggil dirinya, dia pun meletakan alat perawatan itu di atas meja rias.

"Sebentar, Ayah," sahutnya sembari keluar kamar.

"Sini nak, ada yang mau Ayah dan Mama sampaikan kepadamu!"

Apa yang mau Ayah dan Mama sampaikan kepadaku, apakah setelah ini aku juga akan menyampaikan bahwa aku sudah tidak bekerja di kantor itu lagi? batinnya mendudukan diri di sofa.

"Alhamdulillah, kepentingan Ayah dan Mama di luar kota itu lima puluh persen sudah selesai. Ayah tidak menyangka sepupu Mama dia sangat lancang menjual tanah untuk Kakakmu tanpa seizin Mama, tapi untungnya tanah itu tidak hilang dan tetap menjadi milik kita."

"Terus, Yah?"

"Kamu harus janji dulu sama Ayah dan Mama untuk tidak membangkang dan juga kamu harus menuruti permintaan Ayah ini, bisakan Nak?"

"Iya, tapi apa dulu Ayah?" Fieca malah dibuat kebingungan.

"Nanti saja, Ayah dan Mama bersih-bersih dulu. Gerah ini, kamu sudah siapkan makan malam'kan?"

"Sudah kok."

Setelah itu kedua orang tua Fieca malah meninggalkan dirinya yang masih terdiam di ruang keluarga, dia merasa ada gelagat aneh yang kini disembunyikan oleh Ayahnya. Iya, dia nanti akan mendapatkan jawaban dari teka-teki itu. Itu pun mungkin setelah makan malam selesai.

Karena tidak mau kelimpungan dalam pikiran yang memusingkan, Fieca pun mendahului orang tuanya melangkahkan kaki menuju dapur. Dia kembali menyajikan makanan berada di panci dan wajan yang masih panas ke dalam mangkok dan piring, tidak lupa juga dia menyiapkan makanan pencuci mulut.

19.15 Wib ...

Ketiga anggota di rumah ini sedang makan malam dengan sangat khusyuk, tidak ada suara selain bunyi dari detingan sendok dan garpu. Ini sudah menjadi tradisi untuk semua orang, bahwa saat makan itu tidak boleh ada keributan atau pembicaraan. Kalau makan, yaa harus fokus makan.

Makanan yang dimasak oleh Fieca saat ini adalah tumis daun singkong muda, jamur tiram dan suwiran wortel. Dia juga memasak nangka balado udang, mungkin besok dia akan pergi ke pasar dan supermarket untuk membeli isi kulkas yang mau kosong.

30 Menit kemudian ...

Fieca dan orang tuanya sudah berada di ruang keluarga. Mereka kembali membahas percakapan tadi sore yang sempat tertunda, tetapi Fieca memilih memulai berbicara.

"Maaf, Ayah dan Mama. Maafkan Fieca yang saat ini ceroboh dalam bekerja, perusahaan itu tidak senghaja bangkrut. Fieca juga tidak lagi bekerja di sana, karena telah diambil alih oleh Pak Arriz. Kalau Ayah dan Mama mau memarahi Fieca, gapapa kok." Fieca berkata jujur dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

Kesempatan ini sangat memperkuat permintaanku tadi sore yang hampir tertunda, kalau begini aku semakin dimudahkan untuk menjodohkan Fieca dan Zudan, batin Pak An yang menatap Fieca dengan semburat senyum tipis di bibirnya.

Sebenarnya sesak sih, tapi tidak apalah. Justru ini adalah senjata agar Fieca tidak bisa menolak permintaan ku dan suami, batin Ibu Rami dengan mengusap lengan suaminya.

"Sudah-sudah jangan menangis, Ayah dan Mama memaklumi kok. Jika kami memarahi pasti kami tidak akan setenang ini, tapi ... " Pak An menggantungkan perkataannya.

"Tapi, apa Ayah?"

"Ada syaratnya, Sayang. Kami bisa memaafkan, asalkan kamu bisa memenuhi permintaan Ayah dan Mama, Ayah mohon kamu terima ini dengan tidak terpaksa ya."

"Iya, Nak. Lakukan ini demi kebaikan kita." Ibu Rami mengusap lembut tangan Fieca.

Fieca pun menghapus tetesan air matanya, saat ini dia kembali dibuat kebingungan. Iya, dia ingat akan teka-teki tadi sore yang diucapkan oleh Ayahnya, tetapi apakah itu? Dia tahu dirinya pintar dalam hal menebak. Namun, kali ini mengapa dirinya sangatlah kesulitan mendeskripsikan teka-teki dari sang Ayah?

Terpopuler

Comments

Piccolo

Piccolo

Asik banget dibaca!

2023-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!