Mading

Hari-hari Aerelle yang monoton kembali berlangsung seperti biasa. Tapi kali ini, ada sedikit warna dari OSIS dan si Richard. OSIS yang dilihat para murid disini adalah tempat yang asyik karena gaya kepemimpinan Kak Hendra yang santai, bagi Aerelle hanyalah tempat mendapatkan untuk mendapat uang saku seratus ribu.

Aerelle sebenarnya tertawa lebar setiap kali mengingat niatnyq masuk OSIS demi uang. Mata duitan, benar juga sih ejekan Kak Arya. Empat Serangkai itu sekarang tengah sibuk belajar mempersiapkan kelulusan SMA dan masuk perguruan tinggi. Sesekali mereka masih mampir hanya untuk merusuhinya. Kak Hendra dan Kak Bagas malah memberikan panggung dengan alasan supaya mereka tidak bosan. Dasar kakak kelas jahanam!

Ngomong-ngomong soal si Richard, dia memberikan warna tidak jelas selama semester dua kelas X ini. Muncul seperti jailangkung yang selalu pakai alasan sama "Kebetulan, habis dipanggil guru." Aneh sekali. Masa ada orang yang setiap hari dipanggil guru berbuat nakal?

Richard ini pintar sekali menyembunyikan pertemuan ini dari Faizal, Doni dan Ardi. Seolah tidak ingin Aerelle terseret gosip tidak jelas. Richard yang selalu menunggu dibangku kelas Aerelle dalam keadaan tertidur, atau kadang main game dihandphone, membuat Aerelle sedikit frustasi bagaimana menghadapinya.

Argh! Pergilah Kau Richard. Jangan membuat pusing dengan caramu. Dan yang lebih aneh, sudah mau akhir semester dua, belum ada makhluk yang mengendus modusnya Richard. Dia memang hebat menyusun ini dengan rapi.

...****************...

Aerelle baru saja selesai dari tugas OSIS dan Rohis. Sudah pukul empat sore. Hari ini benar-benar sangat panas. Aerelle ingin santai sejenak dibangkunya karena kelas X5 kebetulan suasananya paling adem dan terletak dipojok. Aerelle yang duduk dekat jendela biasanya membuka kacanya menikmati angin sepoi-sepoi. Biasanya dia melakukan itu dijam pulang sekolah. Karena kalau masih jam sekolah, pasti dimarahi guru. Hehehe.

Baru saja sampai didepan pintu, Richard sudah duduk disana bermain game dari handphonenya.

"Oh Aerelle. Sorry ngadem. Sini duduk,"Richard menepuk kursi yang diduduki Sarah.

"Ngapain kamu?"

"Enak anginnya disini,"Richard malah beradegan menikmati angin ala-ala sinetron.

"Kenapa disini?"tanya Aerelle lagi.

"Panas nih! Saya habis ditegur guru,"jawabnya.

"Masa ada setiap hari dimarahi guru?"curiga Aerelle.

"Begitulah saya,"dia memberikan senyumnya.

"Oh,"respon Aerelle datar.

"Haha, kamu vitamin saya,"ujarnya tertawa pelan.

"Permisi, mau ambil tas. Mau pulang,"Aerelle mengabaikan ucapan Richard barusan.

"Gak mau duduk dulu? Nih minum. Suka teh botol kan?"dia menyodorkan Teh Botol.

'Wah itu kan enak banget. Ambil gak ya? Tapi....'

Seolah menyadari Aerelle ragu-ragu, dia menyambung kalimatnya.

"Jangan malu-malu,"dia menyerahkan teh botol itu.

Bodo amat lah. Ini enak. Gratis. Ia langsung secepat kilat.

"Haus amat nih?"godanya membuat Aerelle cemberut.

"Makasih,"

"Taruh saja botolnya diluar. Nanti diambil Abang Kantin,"lanjut Richard.

"Nih tas nya,"tahu-tahu dia sudah berdiri dan menyerahkan tas Aerelle.

"Ayo kalau mau pulang,"ajak si Richard.

Dengan terpaksa, Aerelle mengikuti Richard.

"Tahu darimana suka teh botol?"

"Merhatiin kamu selalu lihat itu tiap lewat kantin,"jawab Richard dengan penuh percaya diri.

'Yah memang sih. Dia peka ya!'gumamku dalam hati.

Aerelle berjalan sampai gerbang depan bersama Richard. Dia membuka pembicaraan bahwa tidak sengaja mendengar ucapan Ibu Hamda mengenai permintaan Beliau untuk mengelola mading. Richard menyemangati Aerelle dengan mengatakan bahwa gadis itu bisa menyalurkan bakat menulisnya. Aerelle yang terheran-heran dengan setiap ucapan Richard akhirnya menarik kesimpulan bahwa cowok itu diam-diam memperhatikannya.

Richard bahkan bersedia membantu untuk menempelkan artikel dikarton berwarna. Dia juga menyarankan agar jangan ada yang tahu bahwa tentang Aerelle sebagai pengelola mading untuk menghindari berbagai hal, termasuk dirinya yang bersedia membantu. Aerelle mendengarkan semua dengan seksama dan mempertimbangkan tawarannya. Richard begitu senang mendengar respon itu. Senyumnya begitu lebar sambil mengucapkan terima kasih. Pembicaraan kami terhenti karena angkot sudah datang.

"Daahh Aerelle. Sampai ketemu lagi besok. Hati-hati. Mimpiin saya ya,"dia malah menggoda Aerelle sembari tersenyum.

"Kiw..kiw...cuit...cuit...dasar anak SMA,"sorak para penumpang angkot yang entah kenapa selalu saja para Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak.

Aerelle diam saja dan tidak merespon. Richard melambaikan tangan seperti biasa, dan Aerelle memperhatikannya sampai sosoknya hilang ditelan jalanan. Kalau dipikir-pikir, dia selalu bersikap sopan. Tidak ada salahnya menerima bantuannya. Aerelle memutuskan besok untuk mengatakannya kepada Ibu Hamda

...****************...

Besoknya di Ruang OSIS jam istirahat kedua,

"Begitulah penjelasan Ibu Hamda,"tutup Kak Bagas mengakhiri laporannya mengenai mading.

"Kamu berdua sama Bu Hamda aja? Mau dibantu?"Kak Hendra menawarkan bantuan.

"Enggak kak. Sudah,"jawab Aerelle.

Oh, Bu Hamda sengajakah menyembunyikan nama Richard dari OSIS? Pikirnya

"Bener nih? Gua khawatir kamu pingsan,"Kak Bagas mulai mendrama.

"Ini bukan sinetron,"sahut Aerelle ketus.

"Jangan jutek terus sama Abang dong, Dek,"Kak Bagas memelas.

Aerelle menatapnya dingin seperti orang mual.

"Ruqyah aja, Kak,"sarannya sadis.

"Gak ada setan setampan aku lho Dek,"Kak Bagas sudah habis obat kayaknya.

Kak Hendra dan Kak Fitri tertawa terpingkal-pingkal. Aerelle jadi sebal sama OSIS. Ia memang mudah sebal karena baginya, orang-orang banyak secara sengaja bertingkah aneh. Padahal Aerelle sendiri juga aneh. Hahaha...

"Mau mulai besok, Kak. Beli keperluannya dulu,"ia mengacuhkan Kak Bagas.

"Anggarannya sudah disusun dan aku rapikan. Ini cukup?"Kak Fitri menyodorkan lembaran kertas.

"Ini lebih dari cukup, Kak. Bisa lebih,"mata Aerelle berbinar setelah membacanya dengan cermat.

"Hihihi, kamu lucu. Ya udah kalau ada sisa, pakai beli makan sama kamu,"respon Kak Fitri tersenyum manis.

"Makasih Kak Fitri, Kak Hendra,"ucapnya seraya pamit.

"Kok gua gak?"protes Kak Bagas.

"Huh!"Aerelle melengos, membuat Hendra dan Fitri tertawa geli.

Aerelle buru-buru meninggalkan ruang OSIS karena tidak mau mendengar keanehan Kak Bagas lebih lama. Ia ingin segera ke perpustakaan secepatnya bertemu Ibu Hamda dan mendiskusikan bahan mading yang sudah ia susun semalam. Aerelle benar-benar merasa senang karena Kak Hendra, Kak Fitri, Kak Bagas dan juga Bu Melly Pembina OSIS, sepakat merahasiakan identitasnya sebagai pengelola mading. Oh Bu Hamda, I love you...

...****************...

Perpustakaan jam 3 sore,

"Ini tersusun dengan baik. Kamu memang pintar ya. Ayo segera kita buat,"Bu Hamda memuji rancangan ide mading sekolah yang diberikan Aerelle dan menunjukkan peralatan mading sekolah diatas meja lumayan luas.

"Waahh ini bagus semua,"Aerelle takjub.

"Baru kali ini si Putri Es pasang ekspresi kagum,"celetuk Richard.

"Hah?! Ngapain kamu?"ia terperanjat saking kagetnya.

"Ya bantuin lah. Ini saya yang beli ke toko buku tadi,"jelasnya sambil tersenyum.

"Sudah jangan berantem. Ayo dimulai,"Bu Hamda memberi aba-aba dengan menepuk kedua tangannya.

Kami bertiga mengerjakan mading dengan penuh semangat. Karena baru permulaan, kami mengangkat tema ringan. Richard bertugas menempelkan sesuai design yang aku mau. Isi mading kali ini didominasi oleh OSIS sebagai perkenalan. Dan Aerelle menyelipkan "Anonim" sebagai karya Cerbung (Cerpen Bersambung) milikku karena ia tidak mau dikenal para siswa sebagai penulis. Untuk photo, kami menambahkan dokumentasi Pemilihan Ketua OSIS dan photo candid dari handphone Richard yang sudah dicetak (kapan ya dia mencetaknya?) mengenai Group Band SMA 1 Karta yang menampilkan sosok Kak Nando, Idola Para Cewek SMA 1 Karta.

Mading yang terdiri dari 2 karton itu akhirnya tersusun dengan sangat cantik. Karton dasar berwarna biru langit dengan tempelan berwarna kuning, membuat semuanya begitu mencolok. Mading tersebut diletakkan dipapan mirip lemari tipis yang terkunci, guna mencegah tulisan disobek atau rusak. Aerelle lumayan terkesan dengan cara kerja Richard yang rapi (karena awalnya dia asal memberikan lem membuat Aerelle memarahinya berkali-kali). Bu Hamda seakan tidak mau membahas kepada Aerelle tentang Richard yang tidak dilaporkan kepada OSIS. Dan Aerelle sendiri juga tidak mau bertanya lebih jauh.

"Hup! Sudah tertempel. Bagus yaaa,"Bu Hamda memandangi mading tersebut.

"Terima kasih Aerelle mau mewujudkan keinginan Ibu. Sudah dua tahun mading ini stop karena kurangnya minat siswa. OSIS sibuk dengan hal lainnya,"ungkap Bu Hamda membuatnya terharu.

"Kamu juga, terima kasih,"Bu Hamda menoleh kearah Richard.

"Iya Bu. Saya senang bisa bantu Putri Es,"selorohnya membuat Bu Hamda tertawa.

"Kita putuskan setiap Sabtu pembuatannya ya. Karena Sabtu pulang jam setengah dua siang. Supaya kalian tidak kesorean,"tutur Bu Hamda yang kami sambut dengan anggukan.

"Kami permisi, Bu. Sudah setengah lima,"ucap Aerelle lalu pamit dan diikuti oleh Richard.

Sambil berjalan ke gerbang depan, Richard menyodorkan minuman dalam plastik.

"Ini teh botol. Biar gak repot. Minum,"perintahnya.

"Kapan kamu beli?"

"Udah minum saja,"perintahnya lagi.

Segera, Aerelle teguk sampai habis dan tak lupa mengucapkan terima kasih.

"Minta no hape kamu dong!"Richard berdiri didepannya Hampir saja Aerelle menabraknya.

"Yah sayang. Gak kesampaian meluk,"godanya membuat Aerelle menatap curiga.

"Ayo sini no hape,"dia tersenyum geli dengan reaksi Aerelle barusan.

"Enggak punya handphone,"

"Masaaa??!!!"dia nyaris teriak.

"Apa sih?"sahut Aerelle heran.

"Kamu ini dari masa lampau ya? Lewat Time Slip?"komentarnya dengan ekspresi masih saja tidak percaya.

"Ya memang gak ada. Tulis surat aja,"

"Oh, boleh nih tahu alamat rumahnya?"goda Richard.

"Ah sudah deh! Wah angkot tuh!"Aerelle yang setengah panik langsung menunjuk angkot yang mendekat.

"Ya sudah. Nih! Simpan ya. Kalau butuh bantuan,"dia menarik tangan Aerelle dan menyerahkan secarik kertas yang tertulis no handphonenya.

"Iya,"

Begitu angkot datang, Richard seperti biasanya mengucapkan "Sampai Bertemu Besok" dengan senyuman ala buaya. Beberapa Abang Angkot yang sudah hafal dengan wajah kami berdua, menganggap kami pacaran ala tempo dulu. Padahal tidak ada hubungan apa-apa. Didalam angkot, Aerelle memandangi kertas itu lalu memutuskan menyimpannya ditempat pensil. Ia mulai kepikiran dengan sikap Richard, tapi buru-buru ia singkirkan karena ujian semester dua sudah dekat. Aerelle lebih deg deg-an dengan reaksi para siswa besok mengenai mading.

"Semoga mereka senang,"do'a nya dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!