Cermin Hati Yang Terbelah .
"Bu !, ibuu !" ...
Teriak seorang anak remaja laki laki di depan sebuah rumah kecil yang sudah tua .
Seorang wanita tua keluar dari dalam rumah itu , " ibu mu di belakang Dit !, coba cari di belakang , mungkin lagi nyuci Dit !" ...
"Iya ni , Didit langsung ke belakang ya ni !" kata remaja bernama Aditya yang akrab disapa Didit itu sambil berlari kebelakang , lewat samping rumah kecil itu .
Di belakang rumah , di kamar mandi terpisah dari rumah , terdengar seseorang sedang mencuci pakaian .
"Bu !, ibuu !" ...
Panggil anak remaja itu lagi sambil berdiri agak jauh dari kamar mandi .
Belum ada sahutan sama sekali , cuma suara sikat bergesekan dengan kain yang terdengar .
"Buu !, ibuu !, ini Didit bu !" kata pemuda itu lagi sedikit lebih nyaring .
Tidak lama , pintu kamar mandi terbuka , dan muncul seorang wanita cantik usia tiga puluh lima tahun .
"Ada apa Dit ?, kenapa pagi pagi sekali sudah datang ?" tanya wanita itu sambil tersenyum melihat putra semata wayang nya itu .
Didit segera berlari menghampiri wanita itu , lalu memeluk , serta mencium kedua pipi nya .
Didit memang semenjak lahir tidak mengenal ayah nya , konon ayah nya wafat semenjak Didit masih di dalam kandungan ibu nya .
Dia hanya mengenal ibu nya , kakek serta nenek nya saja , yang dia panggil Kai dan Nini itu .
Untunglah kakek dan nenek nya yang kini sudah berusia lima puluh lima tahun itu , mencurahkan kasih sayang yang benar benar tulus pada Didit , sehingga kehilangan sosok ayah , masih bisa tergantikan oleh sosok pak Mahmud sang kakek .
Ibu nya sendiri , Rahmah adalah seorang guru TK yang cuma berpenghasilan enam ratus ribu tiap bulan nya .
Untuk menambah penghasilan nya , bu Rahmah mengajarkan anak anak kampung mengaji selepas magrib .
Dan dari mengajarkan anak anak mengaji , ibu Rahmah mendapatkan upah empat ratus ribu setiap bulan nya .
Itulah yang dia atur agar bisa cukup satu bulan , di tambah penghasilan dari kakek Didit berjualan cilok setiap hari nya .
Meskipun mereka makan lebih sering dengan lauk sayur doang tanpa ikan , tetapi bagi Rahmah , itu lebih baik daripada harus ngutang .
Rahmah mencium kening putra kesayangan nya itu , "ada apa nak ?" tanya nya ramah .
Aditya mengeluarkan uang ratusan ribu sebanyak enam lembar , dan di serahkan pada ibu nya , "kemarin koh Ahong datang ke kebun bu , beliau memberikan gajih Didit bulan ini , maafkan Didit yang tidak langsung mengasih pada ibu ya bu , Didit takut pulang malam malam dari kebun Bu , gelap , takut ada ular !" ...
Sekali lagi Rahmah mencium kening putra nya itu , mata nya berkaca kaca , "Didit kalau sudah gelap , tidak boleh pulang kerumah ya , ibu takut kalau terjadi apa apa nak , kan disana pondok nya juga bagus !" ...
Rahmah mengandeng putra nya masuk kedalam rumah lewat pintu belakang .
Memang sudah beberapa bulan ini , Didit menginap di kebun koh Ahong , sekitar dua kilo meter dari rumah mereka , menjaga kebun koh Ahong dan di upah enam ratus ribu setiap bulan nya .
Koh Ahong ini pula yang menyekolahkan Didit hingga sekarang sudah kelas dua di SMK Bina Bangsa .
"Bu !, belikan Didit arit sama cangkul ya bu , Didit sudah ijin sama koh Ahong , untuk meminjam tanah beliau di sekitar pondok untuk Didit tanam singkong dan sayur sayuran , koh Ahong bersedia menyediakan pupuk nya Bu , dan hasil nya , kata koh Ahong, buat kita semua !" pinta Didit sambil duduk di lantai .
Rahmah membuatkan teh manis untuk Didit seperti kebiasaan nya sejak Didit masih kecil .
"Jangan mengganggu sekolah mu Dit !, ibu tidak mau sekolah mu hancur gara gara kerja , belum waktu nya nak , nanti kalau waktu nya sudah tiba , mau kerja apa saja , asalkan halal serta tidak merugikan orang lain , ibu akan support Didit !" kata Rahmah sambil meletakan segelas teh manis di depan putra nya itu .
Seorang laki laki tua usia lima puluh lima tahun , masuk dari ruang depan , bergabung dengan mereka , "ibu mu benar Dit !, jangan sampai mengganggu sekolah mu , menjaga kebun koh Ahong saja sudah cukup !" ...
"Tidak Kai , ini mengisi waktu senggang Didit saja Kai , Didit tidak ingin mengisi waktu dengan tiduran saja , nanti masa hidup Didit lebih banyak di habiskan untuk tidur saja Kai !" jawab Didit sambil bergurau .
"Dit !, Dit !, Dit !, Diiiiit !" ...
Tiba tiba dari luar terdengar suara tiga orang anak remaja , memanggil Didit dengan menirukan suara klakson mobil .
Buru buru Aditya berlari keluar , menyambut tiga orang sahabat nya itu .
Mereka adalah Dodo , Togar , dan Dery Chan putra koh Ahong .
Mereka berempat ini memang berteman semenjak duduk di bangku kelas satu SD hingga sekarang kelas dua SMK Bina Bangsa , tetap bersahabat .
Itulah pula lah alasan koh Ahong menyekolahkan ketiga remaja sahabat putra nya itu .
"Heh para setan !, kok tahu saya di rumah ?" tanya Didit sambil tertawa .
"Lah iya lah , kan setan mah serba tahu !" jawab Dodo yang bertubuh tinggi besar sambil tertawa cekikikan .
"Hei kurcaci !, tadi kami ke kebun , dan kau tidak ada , maka nya kami ke mari , dan tepat kan , di depan rumah mu sudah ada sepeda mu itu !" kata Togar yang berbadan kurus dan Jangkung itu sambil menepuk bahu Didit yang memang paling kecil kalau dibandingkan dengan para sahabat nya itu .
Hal itu karena saat berusia lima tahun , setiap pagi , Didit suka berdiri di depan pagar sekolah , melihat para murid murid masuk ke dalam kelas nya masing masing .
Koh Ahong yang setiap mengantarkan Deri yang sudah berumur enam tahun itu ke sekolah , selalu melihat keberadaan Didit .
Akhirnya Didit diajak koh Ahong masuk kelas , dan duduk bersama Deri Chan.
Awal nya cuma sekolah duduk saja alias sekolah tidak resmi , namun karena daya tangkap dan kecerdasan nya yang diatas rata rata murid yang lain nya , akhirnya oleh kepala sekolah itu , Didit di jadikan murid resmi sekolah itu .
Itulah mengapa tubuh Didit paling kecil dari para sahabat nya .
"Tadi papa menyuruh kami mengantarkan cangkul dan arit , juga pompa solo ke kebun Dit , kata papa , pupuk kandang nya masih dalam pemesanan , kita persiapkan lahan nya saja dulu !" kata Deri Chan putra koh Ahong .
"Ayolah kalau begitu , bu tidak jadi beli cangkul dan arit nya , sudah di belikan koh Ahong , Didit berangkat dulu ya Bu , mumpung Sabtu libur !" kata Didit sambil mencium tangan Rahmah .
"Kerja nya yang hati hati ya !" pesan Rahmah kepada putra nya itu .
"Kai !, Nini !, Didit pergi dulu ya !"kata Didit berpamitan pada kakek dan nenek nya , sambil mencium tangan kedua nya .
Hal itu juga di ikuti oleh ketiga taman nya itu .
Meskipun mereka berempat berbeda keyakinan , Dodo yang Katolik , Togar yang Protestan , dan Deri yang Kong Ho Cu , tetapi mereka tidak pernah bermasalah dengan keyakinan mereka yang berbeda beda , buktinya sedari SD hingga sekarang , tidak pernah sekalipun mereka berselisih paham , hingga di panggil orang kampung si empat sahabat .
Mereka berempat segera pergi ke kebun koh Ahong , Dodo dan Didit naik sepeda balap tua , sedangkan Togar membonceng sepeda motor Deri Chan .
Kebun milik koh Ahong ini dua kilo meter di belakang kampung , melewati jalan sunyi dan perkebunan warga .
Di kebun ini ada tanaman pisang , rambutan , jeruk , kelengkeng dan beberapa puluh batang kopi serta kelapa .
Tidak jauh dari jalan , berdiri sebuah pondok kayu seukuran tiga kali empat meter .
Meskipun pondok ini kecil , namun bersih dan nyaman di tinggali .
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Erni Ramadan
awal cerita yg bagus..
2024-11-03
0