“Ini rumahku, 3 tahun lalu aku ambil kredit,” ujar Dama ketika mereka telah sampai di Jakarta.
Aluna celingak celinguk memandangi seisi rumah Dama. Rumah itu tak begitu luas, hanya satu lantai dan terdiri dari 1 kamar utama dengan kamar mandi dalam, 1 kamar tamu, 1 kamar anak, 1 kamar mandir luar, dan 1 dapur, namun cukup nyaman untuk ditinggali. Aluna juga lebih menyukai rumah yang sederhana seperti ini.
Dama memperhatikan istri barunya itu. “Apa rumahnya terlalu kecil? Kamu tidak suka?”
Aluna menggeleng. Ia tersenyum dan mengatakan bahwa ia cukup senang berada di rumah seperti ini. Aluna seakan begitu menyambut pernikahan ini dengan baik.
“Besok kita berangkat bersama, tapi bisa jadi pulangnya tidak. Aku ada lembur setelah cuti panjang. Dan satu lagi, aku minta kita jaga jarak di kantor, biar tetap profesional,” ucap Dama serius.
Ucapan Dama membuat Aluna tak habis pikir dengan sikap suaminya itu. Bagaimana bisa ia pulang sendiri sedangkan baru hari ini ia pindah ke rumah Dama. Jalan dari kantor ke kosannya dahulu saja dia membutuhkan waktu 1 minggu untuk benar-benar mengingat jalan.
“Terus kalau aku tersasar bagaimana?” Aluna merajuk.
“Kalau naik ojol pasti selamat,” jawab Dama sembari membawakan tas dan koper mereka ke dalam kamar.
Aluna hanya mampu menghela nafas panjang mengikuti Dama menuju kamar.
Selesai membereskan barang-barang, Aluna segera menuju dapur untuk menghangatkan makanan yang dibawakan oleh sang ibu untuk makan malam mereka. Sementara itu, Dama masih berkutik dengan laptopnya. Sesekali, ia melirik istrinya yang masih sibuk di dapur.
Melihat Aluna yang terlihat mencari-cari alat masak, Dama meletakkan laptopnya di sofa lalu menghampiri Aluna.
“Kalau tidak tahu, jangan sungkan untuk tanya, Alundut,” ucap Dama sembari mengambilkan mangkuk di dalam rak atas.
Aluna menyegir kesal kala Dama memanggilnya dengan panggilan semasa sekolahnya dahulu. Meski tubuhnya sudah lebih langsing sekarang, nyatanya ia tetap dipandang gendut oleh Dama. Laki-laki yang kini menjadi suaminya itu ternyata masih sama saja, tengil.
15 menit kemudian, Aluna mengajak Dama untuk makan malam.
Tak banyak mengobrol, mereka segera menghabiskan makanan mereka karena harus segera istirahat. Saat setelah akad kemarin pun, mereka hanya tidur 1 kasur dan tanpa interaksi lebih. Bagi pasangan yang menikah tanpa cinta seperti mereka, agaknya pemandangan seperti ini sangatlah biasa. Masih saling canggung dan malu-malu, meski mereka sudah saling mengenal sejak lama.
“Dam, aku punya cita-cita kalau menikah, bisa pillow talk setiap malam,” ujar Aluna penuh harap Dama bisa menurutinya.
“Yaelah gaya banget. Besok-besok aja ya, Lun, aku lelah. Lagi pula, kita harus ngantor besok,” jawab Dama membuat wajah Aluna menyemburatkan sedikit kecewa dan kesal.
Aluna mengangguk dan berusaha tersenyum, kemudian berdiri untuk membereskan peralatan makan mereka. Dengan perasaan sedikit tak enak hati, Dama memandangi kepergian istrinya itu. Bagaimana pun, ia memang sangat lelah hari ini dan hanya ingin segera bertemu kasur.
###
Keesokan paginya saat Dama dan Aluna tiba di kantor, situasi kantor menjadi riuh kala menyambut kedatangan mereka, terutama di ruangan divisi mereka.
“Jadi cuti kemarin mau nikah toh?”
“Kok nikah diam-diam sih kalian?”
“Menikahi anak baru ini judulnya.”
“Yah, Dama sudah tidak bisa lagi kita jodoh-jodohkan dengan Dea dong.”
Banyak cuitan menggoda mereka. Aluna yang tak tahan malu, bergegas menuju meja kerjanya, begitu pun dengan Dama yang mengacuhkan godaan teman-temannya.
Di balik tembok, terlihat seorang perempuan yang seakan tak suka dengan kabar pernikahan ini.
“Sabar ya, Dea,” sahut salah seorang rekan kerja yang berlalu di depannya.
Dea pun hanya melihat sinis rekan kerjanya itu.
Sementara itu, Dama terlihat mengetik sebuah pesan dalam ponselnya.
“Bersikap biasa saja, tidak usah pedulikan mereka. Ingat kata-kataku semalam, kita jaga jarak selama di kantor. Jangan lupa makan siang seperti biasanya kamu makan siang di kantor, sebelum kita menikah. Hati-hati nanti pulangnya, kabari kalau sudah sampai rumah.”
Aluna hanya pasrah menerima keputusan suaminya itu.
Beberapa menit kemudian, beberapa rekan kerja Aluna mengucapkan selamat kepadanya. Tak lupa termasuk Gadis, salah satu karyawan lama di kantor yang mejanya berada di depan meja Aluna. Juga Anggun, teman seangkatan Aluna yang direkrut bersamaan dengannya.
Ternyata, Anggun masih penasaran dengan kabar pernikahan Aluna. Ia tak menyangka teman baiknya itu akan menikah dengan salah satu seniornya di kantor. Anggun pun antusias meminta Aluna menceritakan kisah cintanya.
Aluna mulai bercerita dengan nada lirih bahwa Dama adalah temannya semasa SMP. Mereka kembali bertemu saat sedang pulang kampung. Mereka menikah atas usulan kedua orang tua mereka yang sudah saling mengenal. Sehingga, mereka tak sempat berpacaran dan langsung menikah agar Dama bisa menjaganya di tanah rantau.
Anggun dengan bahagianya mendengar cerita Aluna, ia bahkan bercita-cita sama seperti Aluna yang ingin dipertemukan dengan calon suaminya secepat kilat.
###
Saat jam makan siang, Anggun dan Aluna seperti biasa makan di kantin kantor. Berbeda dengan Dama yang makan di kafe, di lantai 1 gedung perkantorannya. Saat akan keluar ruangan, Dama dan Aluna tak sengaja berpapasan dan saling berpandangan sekian detik.
Aluna dengan muka cemberut memandangi Dama yang tengil.
“Kok kalian tidak makan siang berdua? Dea itu katanya dulu suka dijodoh-jodohkan sama Dama loh,” bisik Anggun.
Dengan kesal Aluna menanggapi perkataan Anggun bahwa mereka sengaja menjaga jarak ketika di kantor. Meski Aluna tak kesal karena ucapan temannya itu, tetapi ia kesal jika mengingat kemauan Dama untuk menjaga jarak dengannya. Terlebih lagi, dengan percaya dirinya Dama pergi bersama 1 teman laki-laki dan 1 teman wanitanya yang pernah dijodoh-jodohkan dengannya itu.
Meskipun ini adalah hal yang lumrah dalam dunia kerja, namun Aluna merasa tak suka dengan keputusan suaminya. Sah-sah saja ketika sedang jam kerja mereka tak berinteraksi. Namun, tak perlu juga jika makan siang harus sendiri-sendiri seperti ini.
40 menit berlalu, Aluna yang sudah kembali ke meja kerjanya, tak sengaja kembali bertemu pandang dengan Dama dan kedua temannya yang baru saja kembali ke ruangan. Seketika Aluna mengalihkan pandangannya karena tak ingin berlama-lama melihat suaminya itu. Namun Dama masih terus memandangi Aluna dengan senyum tengilnya.
###
Saat akan pulang, Dama menghampiri Aluna yang sedang memesan ojek online.
“Hati-hati ya, Lundut, kabari kalau sudah di rumah. Sampai rumah langsung pesan makan saja tidak perlu memasak,” pesan Dama menghampiri meja Aluna kemudian berlalu meninggalkan istrinya.
Tanpa berkata apa apapun, Aluna memandangi punggung Dama yang tengah berjalan semakin menjauh darinya.
Sikap Dama terkadang memang manis, namun juga selalu menyebalkan.
Setelah berjalan 10 langkah, Dama membalikkan badannya dan tersenyum ke arah Aluna.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments