EPISODE 3

Pagi hari ini, Aisha sudah siap untuk menghadiri pernikahan ayahnya. Sebenarnya ia tidak ingin menghadiri acara tersebut, tapi tadi Sarah dan Taufik memaksanya agar ikut, takut jika Aisha di rumah sendirian ada apa-apa.

Aisha sudah rapi, ia memakai gamis berwarna putih dan juga jilbab syar'i yang senada dengan gamisnya. Polesan make-up yang tipis-tipis membuat Aisha semakin cantik.

Aisha menjalankan kursi rodanya dengan kedua tangannya yang mengayuh kursi rodanya. Ia menempatkan dirinya di depan cermin, lebih tepatnya meja rias.

"Aisha kamu cantik," gumam Aisha. Ia tersenyum melihat penampilannya. Ia tidak mau di acara nanti mempermalukan ayahnya.

"Kamu nggak boleh sedih, ayah juga berhak untuk bahagia. Harusnya kamu ikut senang, bukannya sedih," ujar Aisha kepada dirinya sendiri.

Aisha memegang kalung pemberian almarhumah ibunya, kalungnya sangat indah. Ela memberikannya kepada Aisha saat ulang tahun Aisha ke tujuh belas.

Kamu pakai kalung pemberian bunda, nak. Kamu tambah cantik. Kata-kata dari Bundanya masih terdengar jelas di telinga Aisha.

Aisha terus saja bercermin, ia terlihat sangat cantik. Semua perempuan di dunia juga cantik, kecantikan seorang perempuan bukan di lihat dari warna kulit , tetapi jika hati seorang perempuan baik, maka wajahnya juga cantik.

"Aku cantik, semua perempuan juga cantik. Kalungnya sangat indah," gumam Aisha.

"Aisha sudah siap?" tanya Sarah sembari mengetuk pintu kamar.

"Udah, tante. Tante buka aja pintunya tidak di kunci," jawab Aisha.

Sarah membuka pintu kamar tamu yang di tempati Aisha, "Masya Allah, kamu cantik banget, pantes aja Arkana tiap hari minta foto kamu," sadar dengan ucapannya, Sarah menutup mulutnya rapat-rapat.

"Maksud tante apa?" tanya Aisha penasaran.

"Eh enggak kok, tante lapar banget. Kita turun yuk, sayang," ujar Sarah.

Sarah mendorong kursi roda Aisha, sesampainya di dekat anak tangga, Sarah memanggil asisten rumah tangganya.

"Bibi Romlah!!!!!" teriak Sarah, suaranya cempreng.

Bibi Romlah kaget dengan teriakan majikannya, sapu yang ia pegang alhasil jatuh ke lantai. "Eh copot eh copot," Bibi Romlah mengelus dadanya dan membenarkan kerudungnya.

"Iya nyonya, Romlah segera lari," teriak Romlah. Mereka memang sudah terbiasa seperti itu, Sarah meminta agar Romlah menganggapnya hubungannya seperti teman sendiri, bukan hubungan majikan dan pembantu.

"Ada apa nyonya?" tanya Bibi Romlah.

"Kamu bawain kursi roda Aisha, nah nanti taruh di ruang tengah ya. Saya mau nuntun Aisha melewati anak tangga ini," jelas Sarah yang langsung membuat bibi Romlah mengerti.

"Siap Bu bos! Ngomong-ngomong kok neng Aisha cantik banget, bibi jadi insinyur deh," ujar Romlah sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Lah? Insinyur? Insecure kali maksud bibi," ujar Sarah mencoba memperbaiki perkataan bibi Romlah.

"Nah itu maksud saya, Bu," kata Bibi Romlah sembari tertawa.

"Bibi juga cantik kok, kenapa harus insecure? Bibi harus belajar bersyukur atas nikmat yang Allah berikan," ujar Aisha.

"Hehe iya neng," kata bibi Romlah.

"Ya sudah ayo bantu saya , Bi," ujar Sarah.

Bibi Romlah segera mengambil kursi roda Aisha setelah Aisha sudah di papah oleh Sarah.

"Bibi duluan aja jalannya," kata Sarah.

"Baik Bu," Bibi Romlah segera membawa kursi roda itu ke ruang tengah.

"Jalannya pelan-pelan aja, masih berat nggak kira-kira jalannya?" tanya Sarah kepada Aisha.

"Udah nggak terlalu berat tante, tapi kalau buat berdiri nggak bisa lama-lama," jawab Aisha.

"Ya sudah, jalannya tante papah kok, pelan-pelan saja. Tante pastiin kamu bisa jalan kembali seperti semula," kata Sarah. Aisha hanya tersenyum mendengar penuturan dari Sarah.

Ternyata Aisha di kelilingi orang-orang yang baik.

Sembari berjalan, Aisha ingin menanyakan sesuatu kepada Sarah, tapi ia takut-takut malu.

"Emm, tante," panggil Aisha.

"Iya, kenapa?" tanya Sarah yang sedang fokus dengan kaki Aisha, takut jika jatuh.

"Arkana kapan pulangnya, tante?" pertanyaan Aisha membuat Sarah mendongakkan kepalanya lalu menatap wajah Aisha.

Aisha memalingkan wajahnya, ia sudah menduga. Pasti habis bertanya lalu akan di tanyai balik.

"Kamu nanya?" tanya Sarah kepada Aisha.

"Iya nanya, beneran tante," kata Aisha serius.

"Tante nggak tahu pulangnya kapan, demen banget itu anak nggak pulang-pulang," jawab Sarah jujur.

"Kamu kangen Arkana ya? Tenang aja, besok langsung di nikahin kok," ujar Sarah cengengesan.

Aisha malu, pipinya bersemu merah. "Jangan malu-malu dong, kalau mau ya besok setelah Arkana pulang langsung ijab kabul," kata Sarah.

"Udah sampai tante," kata Aisha.

"Halah sok-sokan ngalihin pembicaraan kamu," ujar Sarah sembari tertawa.

Aisha kini duduk kembali di kursi rodanya. Di ruang tengah ada Taufik yang sudah siap. Taufik mengenakan setelan jas berwarna hitam dan kemeja yang ia kenakan berwarna putih.

"Sudah siap semua?" tanya Taufik.

"Sudah om," jawab Aisha.

"Ya sudah, ayo kita berangkat. Bunda nggak sabar lihat wajah perempuan yang di dambakan oleh ayahmu, Aisha," ujar Sarah.

"Pasti cantik," ujar Aisha.

"Kayak ondel-ondel kan?" tebak Sarah yang masih membenci Romi, ia akan mengata-ngatai Romi nantinya.

"Huss, sudah ayo kita berangkat. Pak wawan sudah menunggu kita dari tadi, kasihan," ujar Romi.

Mereka langsung terdiam dan mengikuti langkah Romi, "Biar ayah aja yang dorong Aisha, Bunda jalan di samping ayah, ya," ujar Taufik yang membuat Sarah memberhentikan kursi roda Aisha.

"Romantis banget sih," kata Sarah.

"Jangan kalah sama Arkana dan Aisha nanti ya," ujar Taufik seraya melirik Aisha. Sedangkan Aisha memalingkan wajah. Sarah dan Taufik sama saja, sama-sama suka menjahili Aisha.

...***...

Suasana di hotel kini menjadi sangat ramai, banyak pengusaha kaya raya yang di undang oleh Romi. Romi tampak gagah dengan setelan jas pengantin.

Pak Husain selaku ayah dari Romi, diam-diam ia datang ke acara tersebut. Husain memantau sikap anaknya, sejujurnya ia ingin menghajar putranya habis-habisan.

Husain melihat mempelai wanita, di samping mempelai wanita ada sosok wanita paruh baya dan juga pria paruh baya. Pak Husain berpikir jika mereka adalah orang tua dari mempelai wanitanya.

"Kelas rendah ternyata," gumam Husain ketika melihat mempelai wanitanya.

"Permisi Pak," kata seseorang itu di hadapan Pak Husain. Ah, ternyata itu adalah Taufik dan juga Sarah.

"Oh , Halo Taufik. Bagaimana kabar anda?" tanya Pak Husain sembari bersalaman dengan Taufik dan Sarah mengatupkan kedua tangannya.

"Apa anda tidak melihat cucu anda, Pak Husain?" kata Sarah.

Pak Husain celingukan mencari keberadaan cucunya, "Aisha ikut juga ke sini? Di mana dia?" tanyanya kebingungan mencari keberadaan Aisha.

"Taraaaa, ini dia Aisha calon menantu keluarga saya," Sarah ternyata menyembunyikan Aisha di belakang punggungnya.

"Ais?" panggil Pak Husain selaku kakeknya Aisha.

"Kakek!" seru Aisha. Husain langsung memeluk cucunya, ia rindu kepada cucunya.

"Bagaimana kabar mu, nak?" tanya Husain kepada cucunya, Aisha.

"Alhamdulillah, Aisha baik. Bagaimana dengan kakek?" tanya Aisha balik.

"Kakek juga baik," jawab Husain lalu mengelus kepala cucunya yang terbalut jilbab.

"Kalau begitu, ayo kita ke sana bersama-sama," ajak Taufik menunjuk untuk mendekat Romi.

Husain terdiam, pria paruh baya itu sama sekali tidak berminat untuk menemui putranya. "Kalian berdua ke sana saja, saya ingin bersama cucu saya," jawab Husain menolak ajakan Taufik.

"Ya sudah, kalau begitu saya bersama istri saya saja. Aisha, kamu di sini bersama dengan kakek mu ya," ujar Taufik yang di angguki oleh Aisha.

Acara pernikahan segera di mulai, Romi sudah duduk dan menunggu Wati. Terlihat seorang wanita paruh baya menuntun berjalannya Wati dan ada seorang gadis seumuran dengan Aisha yang juga berjalan di samping Wati.

"Kakek, apakah dia anak dari mempelai wanita?" tanya Aisha kepada kakeknya.

Husain menanggapinya dengan senyum, " Iya, tapi menurut kakek lebih berkelas kamu, nak," jawab Husain selalu kakek Aisha. Aisha hanya diam.

"Baik bisa kita mulai ijab kabulnya? Karena pengantin wanita sudah datang," ujar Pak penghulu.

"Bisa Pak," jawab Romi dan Wati bersamaan.

Husain segera mendorong kursi roda Aisha, ia ingin melihat Romi dengan jelas.

"Baik, mempelai pria bisa menjabat tangan wali mempelai perempuan,"

Romi menjabat tangan Hari, selalu ayah mempelai wanita.

"Saya nikahan dan saya kawinan engkau saudara Romi bin Husain dengan anak saya hang bernama Wati binti Hari Santoso dengan mahar uang sebesar seratus juta rupiah di bayar tunai,"

"Saya terima nikah dan kawinnya Wati binti Hari Santoso dengan mahar tersebut di bayar tunai," Romi begitu lancar mengucapkannya.

"Bagaimana para saksi?" tanya sang penghulu itu.

"SAH,"

"Alhamdulilah, mari kita membacakan doa," kata sang penghulu.

"Doa biar mereka sekarat saat malam pertama," gumam Sarah yang di dengar beberapa tamu.

"Mbaknya kok syirik sih?" ujar tamu wanita dengan dandanan menor.

Wah ide bagus, kalau begitu biar aku buat kacau acara ini, Batin Sarah.

"Eh asal anda tau ya, wanita yang di pungut Romi itu adalah wanita malam," ujar Sarah meyakinkan wanita itu.

"Anda lihat seorang gadis yang terduduk di kursi roda itu? Dia adalah putri kandungnya, tapi Romi menelantarkan putrinya hanya demi wanita murahan seperti dia," Kata Sarah lalu ia pergi meninggalkan seorang wanita itu yang masih tidak percaya dengan ucapan Sarah.

Sarah menghampiri Taufik, mengajaknya untuk berkumpul lagi dengan Aisha dan Pak Husain.

"Mohon perhatian, untuk acara selanjutnya adalah dansa. Mempelai pria dan wanita bisa maju di atas panggung," kata seorang MC perempuan.

Romi menuntun Wati dengan hati-hati, mungkin takut jika istrinya terjungkal. Romi melingkarkan tangannya di pinggang .

Aisha melamun serta tersenyum kala mengingat ibunya. Ela tidak mengetahui jika Romi tidak mencintainya, Ela tidak mengetahui jika Romi berselingkuh sejak awal pernikahannya.

Acara dansa pengantin sudah selesai, "Baik, untuk selanjutnya apakah saya boleh bertanya, Pak Romi?" tanya seorang MC itu.

Romi mengangguk dan tersenyum sebagai jawabannya, tangannya masih setia merangkul pinggang istrinya.

"Kenapa kalian berdua menikah? Apakah ada rasa cinta di antara kalian berdua?" tanya seorang MC tersebut.

"Jawab, jawab!!" Seru semua tamu dengan gembira.

"Wati adalah perempuan pertama yang saya cintai, dan dia adalah anak saya," ujar Romi menunjuk Mira, hal itu membuat para tamu tercengang.

"Anak?" tanya MC itu.

"Iya, karena saya telah menikah dengan Wati, maka dia juga anak saya," jawab Romi santai.

"Lalu di mana anak kandung mu?"

"Dia sudah meninggal, dia ikut almarhumah istri saya yang pertama," jawab Romi enteng.

Deg..

Hati Aisha begitu nyeri, ayahnya bilang jika ia telah meninggal? Apakah ayahnya tidak menganggap kejadiannya?

Taufik mengepalkan tangan, ia marah terhadap teman masa kecilnya. Romi telah berubah menjadi bajingan.

"BAJINGAN KAMU ROMI!" Taufik berlari ke arah panggung pelaminan dengan amarahnya.

"ANAK MU MASIH HIDUP! BUKA MATAMU LEBAR-LEBAR, DIA PUTRIMU!" ujar Taufik mencengkeram kerah baju Romi.

"Ayah telah berubah, kakek?" tanya Aisha dengan menampakkan senyumnya.

"Ayahmu seorang bajingan, dia tidak pantas di panggil 'Ayah'," ujar Kakek Husain.

Sarah mendekati suaminya. "Kamu memang tidak mempunyai otak, seperti otak mu ketinggalan di planet Pluto, makanya jadi oon , terlebih lagi sepertinya kamu buta, matamu rabun atau katarak? Aisha duduk di sana, lihat dia Romi, perempuan dengan pakaian tertutup! Perempuan yang selalu bersabar dengan segala ujiannya, aku rasa matamu itu telah terganti dengan mata kodok!" ujar Sarah emosi.

Sarah menghadap ke arah Wati, lalu menghadap ke arah Mira. "Oh jadi ini perempuan tolol? Dih rambutnya di sanggul masih terlihat sangat kribo, situ nggak bisa perawatan? Oh ya lupa, miskin kan mba? Makanya jadi selingkuhan dan minta di nikahan," lanjut Sarah.

Husain mendorong kursi roda yang di duduki cucunya, Aisha. Sorot mata kakek itu penuh amarah, siapa yang terima jika cucunya di anggap mati?

"Selamat atas pernikahan mu, Romi," ujar Husain. Romi kaget bukan main, padahal dia tidak mengundang ayahnya ke acara pernikahannya.

"A-ayah" suara Romi gemetar.

"Saya bukan ayah mu lagi! Apa yang tadi kamu katakan? Aisha sudah meninggal? Ayah yang tidak tahu diri! Menikah tanpa ada restu dari orang tua dan anaknya," kata Husain.

"Saya pastikan hidup kalian setelah ini akan berantakan, selamat menikmati dunia kehancuran mu Romi dan Wati," ujar Husain.

Semua tamu juga mengetahui, siapa sosok Husain. Husain adalah pemegang saham di perusahaan Sriwijaya, perusahaan yang mengelola batubara, selain itu Husain juga mempunyai cabang cafe, rumah makan dan masih ada dua perusahaan yang ia jalankan.

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

waduh,, berantakan dong acara nikahannya 🤭😅

2023-12-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!